Selamat Tinggal.

190 19 15
                                    

Tidak terasa tahun ini sudah tahun baru dan awal tahun ini sangat amat aku hindari, terutama hari ini. Ingin rasanya aku tidak ingin ada bulan januari di tahun ini. Kalau bisa langsung saja bulan februari. Tapi aku bukan pembuat kalender jadilah tetap ada bulan januari di tahun ini. Sejak seminggu kemarin aku sudah di sibukkan untuk menjahit pakaian yang akan di pakai hari ini. Pakaian yang di siapkan untuk anggota keluarga. Sejujurnya aku tidak ingin hadir, tapi dirinya mengancamku untuk membatalkan acara hari ini jika aku tidak datang. Aku juga masih marah karena dirinya pernah memukul Bumi tanpa adanya kesalahan Bumi. Atau karena Bumi pacarku lah jadilah itu alasan kesalahan Bumi. Kalau memang menjadi pacar Bumi adalah kesalahan, maka aku akan terus berbuat salah, agar terus menjadi pacar Bumi.




Semalam aku juga sudah mengajak Bumi untuk mendampingiku. Pada awalnya Bumi menolak karena ia tidak termasuk keluarga. Aku meyakinkan dirinya, kalau Bumi harus datang bersamaku. Jadilah Bumi menurutiku untuk mendampingiku. Aku ingin menunjukkan pada semuanya kalau aku juga bisa mendapat pasangan sesuai apa yang aku butuhkan, bukan hanya yang aku inginkan. Wajah ganteng Bumi sangat mendukung untuk membuat semuanya akan bungkam kalau aku bisa move on. Aku sudah bangkit dari patah hati terhebatku dan aku memiliki penyembuh yang mahir untuk membuat hatiku bahagia.



"Kak Bul, cowok lo udah dateng tuh!"



"Jangan songong!"



"Cepet! Jangan sok cantik! Lo bukan Bia yang bisa cantik!"



"Gue keluar, kepala lo hilang!"



"Bodo amat!"



Aku melihat penampilanku kembali. Rambut rias sedikit agar lebih cantik. Make up juga tipis seperti biasanya, aku tidak suka make up tebal. Setelah dirasa sudah rapi dan bersih, aku keluar kamar untuk segera menemui Bumi.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Keluarnya aku dari kamar, aku melihat Baba sedang mengobrol asyik dengan Bumi. Bahkan keduanya sesekali tertawa pelan. Terlihat kalau keduanya akrab. Tapi setauku, Baba dan Bumi hanya bertemu sekilas.



"Hai..."


Tinggal KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang