🍁5🍁

9 0 0
                                    

Mulai bab 5 dan seterusnya, POV ganti ya 😁😁😁

Yuk dibaca ...

***

Hatinya gelisah. Terusik dengan kehadiran pria bermata abu gelap itu. Yang dengan terang-terangan menantang, mengintimidasi dengan tatapan yang mampu menelanjangi ketenangannya. Arumi tahu, dia tak baik-baik saja. Kepalanya berdenyut, pening yang dirasa.

Insting Arumi mengetahui, sebagaimana pria-pria sebelumnya yang berusaha mendekati dirinya. Lelaki itu, menunjukkan ketertarikan yang sama. Tapi, caranya bersikap, membuat alarm tanda bahaya di otak gadis itu meraung. Dia ... lelaki berbahaya.

Menghela nafas berat, tatapan Arumi yang sebelumnya mengawang, kini ia larikan pada sosok Raka yang sudah berjarak. Pria sempurna yang selalu dijadikan bahan gibah antara dia dengan sahabatnya.

"Put ... menurut kamu. Apakah ada, laki-laki yang benar-benar bisa dipercaya?"

Hening. Gadis yang dimintai pendapat itu melihatnya dengan alis terangkat. Membuat kerutan-kerutan halus nampak pada kening yang sedikit menonjol. Tak berapa lama, Puput memilih duduk di kursi plastik yang ada di dekatnya.

"Aku nggak tahu. Tapi aku yakin, nggak semua laki-laki itu tidak bertanggung jawab, seperti--lelaki yang membuatku ada di dunia ini."

Ada nada getir dari suara Puput yang terdengar melirih.

Fokus mata Arumi perlahan beralih pada sosok kecil sahabatnya. Puput selalu bisa menjadi teman yang menghibur dan dewasa pada saat tertentu.

"Aku percaya, tidak semua laki-laki itu brengsek. Pun sebaliknya, tidak semua perempuan adalah makhluk baik yang tidak berdaya."

Keduanya bersitatap dalam diam. Arumi berusaha menyelami kedalaman sorot mata sahabatnya, yang menatap dengan penuh keyakinan. Tangannya bergerak menggeser kursi, mempersempit jarak lalu duduk menyamankan diri.

Ada perasaan bimbang yang menghampiri batinnya. Antara ingin percaya dengan ucapan sahabatnya itu, atau tetap pada pemikiran yang selama ini menguasai hati. Tapi Arumi mengakui, bahwa dia adalah gadis keras kepala.

"Mereka tidak setia, tidak bisa dipercaya, dan bisa menjadi sangat menjijikkan." Arumi memutuskan untuk mengatakan isi pikiran yang mengendap di dalam kepala. Tanpa disadari, telapak tangannya bertautan saling menggenggam erat.

Puput mengerjap. Reaksi terkejut jelas kentara di wajahnya.
Arumi hanya menatap tanpa ada binar. Kosong. Bayangan gelap itu perlahan melintas. Raut wajahnya menjadi lebih dingin dan tidak bersahabat.

Tak pernah terpikirkan oleh Puput, bahwa Arum sahabatnya selama tiga tahun ini, memiliki kebencian dan ketidakpercayaan sebesar itu pada kaum lelaki.

"Rum ... Sebanyak apa kamu pernah disakiti oleh lelaki? Sampai kamu begitu benci dan tidak mau lagi membuka hati." Suara Puput begitu pelan. Sangat berhati-hati.

Benci?

"Aku tidak membenci makhluk berjenis kelamin lelaki."

Arumi mengelak. Amarah dan rasa takut, membuatnya harus sangat berhati-hati. Tapi dia tidak membenci. Genggaman tangannya mengendur, lalu jari jemari ramping itu bergerak gelisah.

"Aku menyayangi, menghargai, dan menghormati bapak juga kakak lelakiku. Aku segan dan menghormati Mas Raka, bahkan Mas Aryo sekalipun."

Hanya saja, dia kecewa. Sangat. Pada dirinya yang dulu. Yang naif dan terlalu mudah percaya. Yang melihat dunia dengan pikiran yang lugu. Hingga kenyataan mengoyak kepercayaannya. Mengikis habis sampai ke akar.

Menggapai RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang