Ve menatap sendu anak anak yang bermain dengan riang dari jendela kamarnya.
Beberapa minggu lalu setelah hasil tesnya keluar, gadis kecil itu dinyatakan terkena leukemia. Seperti penderita kanker pada umumnya, Ve juga menjalani kemoterapi. Rambutnya yang dulu panjang dan hitam lebat kini hilang. Efek kemoterapi membuat rambut indahnya rontok. Ve pun memakai kupluk untuk menutupi kepala botaknya.
Kevin dan Mila memilih perawatan di rumah untuk Ve. Mereka tidak ingin Ve bosan terus terusan di rumah sakit. Kevin juga berangkat kantor agak telat dan pulang cepat. Bahkan kadang kadang pria itu tidak pergi bekerja. Untuk menemani Ve tentunya.
"Ve mau main di luar sayang?" tanya Mila. Niat awal wanita itu membawa sarapan untuk Ve. Namun melihat wajah sedih gadis kecil itu, Mila berniat mengajaknya main diluar.
"Enggak ah, Bun. Ve botak. Nanti diketawain sama anak anak itu," ucap Ve.
"Kalo mereka ketawain kamu Bunda marahin mereka. Masa sih mereka berani ketawain anak cantik Bunda," ujar Mila.
"Bunda bawa sarapan ya? Sini Ve makan." Ve berusaha mengalihkan pembicaraan. Ia tak ingin Bundanya terus membahas kegiatan di luar.
Ve mulai memakan bubur yang dibawa Mila. Hanya tiga suap. Garis bawahi kata tiga suap itu karena Ve benar benar berhenti setelahnya.
Nafsu makan Ve belakangan ini terus berkurang. Tubuhnya yang dulu berisi, kini terlihat kurus.
"Buburnya nggak enak?" tanya Mila.
"Enak kok, Bun. Cuma Ve udah kenyang."
"Beneran?"
"Iya."
Mila memberikan segelas air putih pada Ve. Setelah itu, ia membereskan mangkuk bubur lalu keluar dari kamar Ve.
Sepeninggal Bundanya, Ve kembali menatap anak anak tadi dari jendela kamarnya. Tanpa ia sadari seorang bocah lelaki kini masuk ke kamarnya. Bahkan bocah itu duduk di sebelahnya.
"Mau main?" ucap bocah lelaki itu.
"Lio?!" Ve berbalik terkejut. Ternyata bocah lelaki yang baru saja masuk ke kamarnya adalah Lio.
"Mau main?" tanya Lio sekali lagi.
"Lio kayak Bunda ih. Nanya nanya terus. Ve nggak mau main di luar. Ve jelek. Ntar diketawain sama anak anak itu."
Lio tersenyum. Setidaknya Ve masih cerewet seperti biasa.
"Lio mah enak punya rambut. Kalo Ve nggak punya."
Senyum Lio pudar mendengar perkataan Ve. Bocah lelaki itu berpikir sejenak, lalu pamit.
"Aku pamit bentar."
"Iya," balas Ve.
***
Air mata Mila terus mengalir. Wanita cantik itu tidak tega melihat Ve yang terus berusaha menutupi kesedihannya. Singkat saja, Ve pasti tidak ingin Bundanya ikut sedih. Tapi sebagai ibu sambung Ve, Mila merasa gagal. Mila ingin penyakit Ve ditransfer pada tubuhnya, agar gadis kecil itu bisa ceria kembali. Namun ia hanya manusia biasa yang hanya bisa berdoa dan berusaha. Hasilnya sudah pasti ditentukan Tuhan Yang Maha Kuasa.
"Kamu suka nangis belakangan ini," ucap Kevin yang entah kapan datang. Pria itu memeluk Mila erat dari belakang, lalu menumpukan kepalanya di bahu kiri istrinya itu.
"Kevin? Kamu belum berangkat?"
"Hari ini aku nggak pergi. Aku mau di rumah sama kamu dan Ve."
"Oh."