III

1.6K 146 87
                                    

Hehe.. hallo.. aku nggak tahu masih akan ada yang baca atau ngga tp aku pingin nambahin chapter di book ini.. jd selamat membaca untuk yang masih mau baca..

_____________________________________

Cengkraman yang semakin erat ia rasakan membuatnya menarik diri dari indahnya mimpi. Dia membuka dua tirai kembarnya, membawa indera penglihatan nya menangkap cahaya samar dari lampu tidur.

"Ugh.. Nanase-san.." Iori mengarahkan pandangannya kearah asal remasan di tangan kirinya. Menemukan sosok bersurai merah yang berbaring di sampingnya yang terlihat tengah menahan sakit dengan nafas yang sedikit tersengal tanpa menimbulkan banyak suara. Takut mengganggu tidur Iori pikir orang itu. Seketika matanya terbuka lebar saat melihat keadaan partnernya itu.

Iori melihat mata crimsom itu memandangnya dengan tatapan sayu menahan sakit. Meskipun kesakitan orang itu masih menarik sedikit sudut bibirnya berusaha menunjukkan dia akan baik-baik saja. Tapi melihat dari wajahnya saja Iori tahu bahwa itu bukannya bukan apa-apa.

Iori langsung berdiri melangkah menyalakan lampu dan mengambil inhaler milik partnernya itu. Mengangkat tubuh bagian atas partner nya untuk mendudukkan nya supaya badan partnernya bisa tegak. Lalu dia menopang tubuh itu dengan tubuhnya sendiri. Menyandarkan tubuh itu di dadanya.

"Nanase-san, tenanglah.. aku akan membantumu menggunakan inhaler mu, 1..2..3.." Nanase Riku membuka mulutnya dan menghirup obat yang disemprotkan itu. Hingga semprotan ke 10 nafasnya tidak lebih membaik.

"Nanase-san, sepertinya kali ini lebih parah dari biasanya, aku akan memanggil ambulance"

Iori akan mengangkat tubuh Riku agar lebih dekat dengan kepala ranjang dan bisa bersandar lebih nyaman, dan ia akan mengambil handphone nya sebelum sebuah tangan mencengkram lengan nya dan menghentikan nya. Iori melihat wajah partnernya yang masih pucat dengan tatapan memohon dan gelengan kecilnya tanda menolak inisiatif Iori.

"A..ku.. akan ba..ik-baik saja.. uhuk.. te..tap se..perti ini.." kata Riku dengan suaranya yang putus-putus memandang Iori penuh harap.

Pada akhirnya Iori hanya menghela nafas, membawa dirinya sendiri untuk bersandar di kepala ranjang dan kembali menopang tubuh Riku di dekapannya.

"Kau ini Nanase-san, ini pasti karena kamu memaksakan berlatih untuk acara itu. Aku sudah bilang jangan memaksakan diri, istirahat adalah bagian dari pekerjaan mu. Tapi kamu pasti masih tetap diam-diam berlatih tanpa aku tau" menghela nafas sebentar lalu melanjutkan kata-katanya.

Sedangkan Riku hanya menarik sedikit sudut bibirnya merasa lucu dengan perkataan Iori. Dia tau bahwa Iori yang paling bekerja keras. Dan dia tau teman-temannya juga berlatih dengan sangat keras, meskipun mereka diam-diam berlatih dan tidak menunjukkan nya pada Riku. Tapi Riku pernah melihatnya sendiri.

Bahkan saat itu, karena dia off dia ingin menyemangati leader nya yang tempat kerjanya paling dekat dengan dorm. Disana dia melihat leadernya, Nikaido Yamato melatih koreografi nya di sela-sela dia syuting drama.

Saat dia kembali dan mampir ke agensi pun dia melihat Mezzo yang harusnya libur juga, tapi mereka ternyata berlatih juga di ruang latihan agensi. Itu sebenarnya pemandangan yang jarang dilihat bahwa seorang Yotsuba Tamaki mau berlatih di hari liburnya karena itu dia juga tidak mau kalah dan tidak ingin mempermalukan teman-temannya.

"Kalau begitu kamu harus menggunakan inhaler beberapa kali lagi" Riku yang mendengar perkataan Iori memberi anggukan sebagai respon. Beberapa saat kemudian nafas Riku mulai membaik membuat Iori menghela nafas bersyukur.

"I..ori.."
"Hmm, ada apa Nanase-san? Apa kamu ingin sesuatu? Atau kita jadi ke rumah sakit?" Tanya Iori yang masih menjadi sandaran Riku.

Riku menggelengkan kepalanya.
"Uun, aku.. hanya ingin memanggilmu" Riku memainkan tangan Iori yang ada di perutnya menjaga dia agar tidak bergeser-geser dan memberi kehangatan padanya. Iori pun hanya diam memperhatikan kelakuan partnernya itu.

RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang