04

246 61 15
                                    

PERINGATAN!!!

Cerita ini mengandung muatan dewasa dan berat seperti kekerasan, bullying, kata - kata kasar, dll. serta mengambil latar di Korea Selatan dan memuat tokoh dengan nama idol dan nama - nama orang korea, namun bukan maksud penulis untuk membuat citra buruk negara terkait di mata para pembaca.

Bagi pembaca yang belum cukup umur atau tidak nyaman dengan konten tersebut, 

TIDAK DIANJURKAN UNTUK MEMBACANYA

Jadilah pembaca yang bijak dalam memilih








Suara kedatangan kereta semakin dekat ke arah salah satu stasiun di Gwangju. Begitu kereta berhenti dengan sempurna, beberapa penumpang terlihat keluar dengan tertib. Nampak pula seorang pemuda dengan tubuh tambun dan tinggi tubuh yang tidak seberapa tinggi, kulit yang terbilang cukup gelap bagi orang – orang Korea, dan jangan lupakan kacamata bulat yang bertengger di hidungnya, datang dengan membawa tas ransel dan satu tas jinjing dengan muatan yang sepertinya cukup berat tengah keluar dari dalam kereta tersebut.

Begitu turun yang pertama ia lakukan adalah memandang sekitar dan menarik napasnya dalam – dalam layaknya seorang mantan narapidana yang baru saja dibebaskan dari dalam bui. Melangkahkan kakinya keluar stasiun dan berjalan ke arah halte terdekat. Tak lupa sebuah topi dan masker ia kenakan agar tidak ada lagi aksi bullying saat ia baru saja tiba di tempat di mana menjadi tujuannya untuk memulai hidup baru.

Dan ketika sebuah bus tiba di halte tersebut, mengecek arah tujuan bus dan menaikinya setelah membayar tarifnya. Memilih duduk di bangku belakang dan menatap ke arah luar jendela di mana pemandangan gedung – gedung tinggi pencakar langit berpadu dengan bukit – bukit yang masih hijau membuatnya dirinya tersenyum dibalik masker hitam yang menutup sebagian wajahnya.

Memandang keindahan alam dan perkotaan yang ditawarkan di Gwangju sembari berdoa agar kehidupannya di sini bisa sedamai alam yang masih hijau asri terawat di tengah kepadatan gedung dan penduduk di sini. Berharap semoga ada secercah harapan dan uluran tangan Tuhan sehingga kehidupan sekolahnya akan tenang hingga ia lulus tanpa adanya perundungan terhadap dirinya.

Setelah tiba di salah satu pemukiman di Byeokjin-dong, distrik Seo, Gwangju, ia turun dari bus dan berjalan kaki ke tempat di mana ia sempat melihat sebuah rumah yang disewakan dengan harga yang sangat murah. Meskipun tempatnya berada di tempat yang sedikit kumuh, namun tak apa. Demi menghemat dan keberlangsungan hidup damainya ia rela.

Sesampainya di pertigaan menuju rumah sewanya, seorang lelaki paruh baya nampak melambai ke arahnya. Ia adalah tuan rumah yang menyewakan rumah tersebut pada pemuda itu. Menuntunnya ke alamat yang tertera dan mengantarkannya sampai di depan pintu. Dan benar, sesuai alamatnya rumah sewa dengan harga murah itu sebenarnya tidak layak untuk disebut rumah. Bukan karena penampilannya yang reot dan hampir rubuh, namun karena tempat yang disewakan tersebut lebih tepatnya disebut sebagai apartement kecil (?). Jika mengingat lagi harganya itu sudah pantas. 'Rumah' yang berada di rooftop itu tidak terbilang buruk untuk tempat tinggal manusia. Jangan bayangkan jika itu akan seperti apartement rooftop yang biasa muncul di drama yang kalian tonton, karena itu bertolak belakang sekali.

Rooftop-nya terlihat kurang terawat. Terbukti dengan keadaan tembok pembatas yang mulai berjamur karena lembap, pagar besi pembatas yang catnya mulai mengelupas dan berkarat, dan 'rumah' yang sangat kecil yang lebih layak disebut dengan kamar. Begitu masuk kami sudah disambut dengan derit pintu yang sangat ngilu di pendengaran. Dan benar saja, begitu masuk ke tempat itu, hanya ada ruang yang bisa dijadikan sebagai tempat tidur, sebuah dapur kecil di pojokan dan kamar mandi yang cukup sempit.

The UndergroundWhere stories live. Discover now