"Bu.. Ayah lagi apa, ya, sekarang?" bisik Kyra karena disebelahnya Jamie sudah tertidur pulas.
Hana tersenyum lalu mengusap rambut Kyra. "Pasti Ayah lagi baru selesai makan malam. Ayah kan selalu telat makannya kalo lagi gak dirumah, ya kan Kak?"
"Kenapa kita gak bisa telepon Ayah sekarang sih, Bu?"
Untunglah Hana sudah menyiapkan jawaban untuk pertanyaan ekstrim dari Kyra. "Karena Ayah harus fokus buat cepet selesaikan kerjaannya."
"Emang ganggu ya, Bu, kalo kita telepon Ayah pas jam makan siang juga?"
"Ayah gak akan merasa terganggu, dong. Tapi nanti Ayah jadi kangen Kyra. Nanti Ayah bakalan sedih karena terpaksa gak bisa temuin kita."
"Kyra kangen banget sama Ayah. Jamie kemarin bilang kangen Om Alex, pengen ketemu Om Alex siapa tau lagi sama Ayah."
"Kapan bilangnya?" Hana mencoba mengingat-ingat walau ia yakin bahwa ia belum pernah mendengar Jamie bilang begitu.
"Waktu Ibu lagi siapin kotak makan kita."
"Kyra kangen gak sama Om Alex? Kalo mau ketemu sama Om Alex mah bisa dong. Tapi gak bisa cepet, Om Alex kan harus bantuin orang tuanya Tante Niken."
"Kenapa Om Alex sibuk terus sih semenjak Ayah pergi? Tante Niken juga. Kok malah Om Gilang yang suka kesini?" Kyra bertanya lagi.
Rupanya mau sematang apapun Hana menyiapkan jawaban, akan kalah dengan keingintahuan anak kecil. Sehingga ia mengalihkan dengan, "Kakak kangen banget sama Om Alex, ya?"
Kyra mengangguk.
"Om Alex dan Tante Niken besok kita telepon, ya?" tawar Hana mencoba negosiasi.
"Ok. Sambil kirimin foto aku dan Jamie main sama Kelly, ya? Yang ada Om Gilangnya juga. Terus tulisini, kalo Om sama Tante gak mau kesini, aku bakal mainnya sama Om Gilang aja." Tuntut Kyra. Foto yang dia maksud adalah foto ketika beberapa hari lalu mereka menjemput Kelly, kucing besar punya Gilang.
Dalam hati, Hana ingin ketawa juga. Anaknya kini sudah bisa bertaktik. "Waduh, tega banget Kakak. Ok besok kita kirim, ya?"
Kyra mengangguk kemudian menceritakan pengalamannya di Sekolah. kebiasaan mereka akan selalu menceritakan banyak hal setelah makan malam. Tapi jika Kyra atau Jamie sudah membawa cerita pengalamannya hingga ke tempat tidur, artinya itu mereka sedang belum mau tidur.
Tidak usah menunggu besok, Hana lalu mengirim pesan kepada Niken apakah dia sudah tidur atau belum. Ketika jawabannya belum, saat itulah Hana langsung mendial nomor Niken untung langsung bercerita apa yang tadi Kyra ucapkan.
Reaksi Niken tentu tertawa. Memang Hana sengaja ingin menelepon Niken karena ia tidak mau efek lucunya berkurang. Berita ini harus dia sampaikan mumpung masih panas.
"Ya makanya, lo kesini cepetan." Ucap Hana.
"Iya, bulan depan kali. Maksudnya sekalian gitu loh. Gak pengen diburu-buru juga perginya. Gue males deh baru stay 2 hari udah ada urgensi lain."
"Ya ampun.. emang Jakarta-Bandung sejauh apa? Lo nya juga tinggal duduk doang, kan?"
Niken terkekeh. "Iya sih." Tapi kemudian Niken menanyakan hal lain. "Gilang emang sering kesana? Lo gak mikir Gilang is the man behind this?"
"Jangankan lu, Ken. Gue aja udah negative thinking dari awal. Tapi kemudian gue mikir sehat, semua ini terlalu besar buat Gilang lakuin sendiri. Perusahaan ini kan udah ada dari mbah kakungnya orang tua Dave. Bener-bener dirintis dari 0. Gue udah gak ngerti akarnya perusahaan ini sekuat apa, tapi malah jadi selumpuh ini. Yang bisa lakuin ini ya antara orang dalam atau super bigger company. Tapi kalo udah super bigger, ngapain juga mainin perusahaan Dave, kan? Masih banyak bigger company than ours."
"We need to prepare for everything, kan? Lo gak mau cari tau Gilang?" Niken mewanti-wanti.
"Gue lebih pengen cari tau dimana Dave. Pengen cari tau who did this to us. Tapi itu semua bakal bahayain anak-anak. Gue lebih baik gak tau deh. Masa depan anak-anak masih jauh. Even dalangnya sedang kerja dirumah gue, gue bener-bener mending live with that daripada anak-anak taruhannya."
"OMG, Hana. We have your back, lho. Lo harus ingat, ya."
Senyum Hana mengambang. "I know. One of so many things that I'm feeling grateful for."
"Besok gue telepon para ponakan. Sambil gue paketin mainan biar gue dan Alex lebih dipilih over Om Gilang, deh."
"Itu salah satu maksud gue kenapa gue telepon lo sekarang." Kemudian Hana tertawa.
Ya, nyatanya Hana memang mencurigai Gilang dan Nesa. Hanya saja ia tidak mau cerita kepada siapapun karena ia tidak mau semua orang sama parnonya dengan dia. Jangan salahkan Hana, tapi memang jika orang lain ditempatkan diatas sepatunya pun pasti tidak akan sanggup untuk memelihara akal sehatnya. Jangankan kepada Gilang dan Nesa, Hana sudah dulu menyimpan praduga terhadap banyak relasi setia dan keluarga besar yang bekerja di perusahaan. Hanya keluarga inti dan Niken serta Alex yang masih dia percaya.
Tapi seperti yang Hana bilang tadi. Ia takut akan kemungkinan jika ia mengetahui banyak hal, maka itulah yang justru akan membahayakan dirinya dan keluarganya. Hana harus kuat dan sehat demi menjaga semuanya agar tidak lebih berantakan. Maka dari itu, ia mengenyahkan semua kecurigaannya karena lama-lama akan membuatnya sakit jiwa.
Parahnya, jika kejiwaan Hana yang terganggu, mungkin itu akan menyakiti anak-anaknya. Ia berusaha membuat pikirannya sehat dengan tetap optimis dan berprasangka baik terhadap semua hal. dan seperti yang Niken bilang bahwa memang kita perlu menyiapkan untuk segalanya, maka Hana juga bukan orang yang akan sepenuhnya percaya terhadap semua hal. Ia masih tetap akan berhati-hati.
Kewarasan Hana betul-betul membaik manakala anak-anaknya bercengkrama bersama Gilang. Tidak dapat dipungkiri sepertinya Kyra dan Jamie sangat kengen dengan Ayahnya. Dan juga kepada Alex yang tidak kalah sering mereka jumpai. Mungkin itu yang membuat mereka dengan mudah menerima Gilang dan menganggapnya sebagai another uncle. Mereka melihat sosok Alex pada Gilang.
TERIMAKASIH SUDAH VOTING
INSANITY sudah tamat, Go read them!!
YOU ARE READING
Nobody's Like You season 2
RomanceSequel of Nobody's Like You Hana bersama kedua anaknya-Kyra dan Jamie- kini harus berjuang disaat perusahaan Gradeva Gitara terpuruk. Sementara Dave pergi untuk melalukan hal yang perlu dia lakukan guna memperbaiki semua yang sedang rusak. Dalam tem...