Sikap Lain Isyana

120 23 15
                                    

Memang benar, cara untuk menilai seseorang adalah mendekatinya dan menilai dengan mata kepala kita sendiri. ~Sadewa Bagaskara~

****

Hari ini adalah hari pertama Sadewa mulai mengajari Isyana les privat. Keduanya sudah sepakat, bahwa mereka akan melaksanakan les pertamanya di Rumah Isyana. 

Sore harinya, Sadewa segera bergegas ke rumah Isyana menggunakan sepeda gunungnya. Dia berangkat satu jam dari waktu yang ditentukan, karena memang dia ingin menikmati perjalanannya terlebih dahulu.

Setelah berpamitan kepada orang tuanya, Sadewa segera mengayuh sepeda itu dengan santai. Dia begitu menikmati suasana sore seperti ini. Jarang-jarang dia bisa bersepeda di waktu seperti ini, karena memang biasanya, lelaki itu masih berada di kebun bersama kedua orang tuanya.

Tak lupa, Sadewa membawa kotak bekal yang diberikan kemarin oleh Isyana. Dia tak dapat menampik, jika memang masakan gadis itu begitu nikmat. Meski hanya nasi goreng dengan telur saja.

Setelah menempuh 45 menit, akhirnya Sadewa mulai memasuki area perumahan rumah Isyana. Dia bisa melihat di kanan dan kirinya terdapat rumah-rumah begitu megah dan mewah. Hingga akhirnya, setelah melihat catatan rumah Isyana. Sampailah Sadewa di depan sebuah rumah berpagar tinggi berwarna hitam.

Tiba-tiba seorang satpam keluar dan Sadewa segera mengutarakan niatnya.

"Oh, Non Isyana ada, Den. Ayo silahkan masuk!" 

Sadewa mengikuti satpam itu memasuki halaman rumah Isyana. Dia bisa melihat luasnya halaman yang begitu indah. Di bagian tengah, terdapat air mancur yang berbentuk guci. Lalu di bawah kucuran air mancur, terdapat kolam ikan yang berbentuk bundar.

Beberapa menit menunggu, akhirnya Sadewa disambut oleh Pak Sam yang menyuruhnya masuk.

"Non Isyana masih mandi, jadi Den Dewa tunggu disini dulu yah!" ucap Pak Sam setelah tadi mendapat info dari Isyana, jika akan ada temannya yang datang.

"Iya pak," sahut Sadewa.

Sepeninggalan Pak Sam. Sadewa mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang tamu Isyana. Dari pandangan mata saja, dia sudah bisa melihat guci, sofa dan beberapa furniture yang begitu mewah dan elegan.

Di bagian ujung sana, terdapat beberapa pigura foto yang begitu menarik perhatian Sadewa. Namun tetap saja, Sadewa bisa menahan rasa penasarannya hingga tiba-tiba muncullah Isyana dari dalam.

"Maaf ya, jadi nunggu," ucap Isyana pelan.

Sadewa mengangguk, lalu dengan segera, Isyana mengajak Dewa ke taman belakang untuk belajar.

Sepanjang perjalanan menuju taman belakang. Bisa dilihat bahwa Isyana sepertinya sendiri. Tak ada orang tua Isyana disana. Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah pondok kecil tempat mereka akan belajar.

"Lo sendiri?" tanya Sadewa hati-hati.

Isyana yang sedang menyiapkan buku dan meja belajarnya segera mendongak. Dia mengangguk membenarkan perkataan Sadewa.

"Terus, orang tua lo kemana?" tanya Dewa lagi.

"Kerja," sahut Isyana pelan.

Jelas sekali Sadewa bisa menangkap raut kesedihan di wajah Isyana. Dia mulai menerka kehidupan bagaimana yang dijalani oleh gadis di depannya itu.

"Gue udah biasa sendiri di rumah. Dijaga sama pelayan dan pengasuh gue," sambung gadis itu.

Sadewa menatap kasihan ke arah Isyana hingga gadis itu tersenyum kecut.

"Gue gak butuh rasa kasihan dari elo," ucap Isyana tegas.

Sadewa hanya diam, lalu dia mulai membuka buku matematika dan mengajari Isyana dari apa yang gadis itu tak ketahui.

Sadewa and Queen (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang