Dua bulan sebelum pertemuan Daisuke dengan Shinnosuke..
.
.Pagi itu, Kediaman tuan muda Daisuke kambe nampak tenang seperti biasa. Namun, jeritan seorang pria yang baru saja terbangun dari tidur panjangnya memecah keheningan di dalam kamar nan luas itu, membangunkan pemilik surai hitam yang tengah memeluknya erat. Ia bangkit, menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang,
"Selamat pagi, Haru-san ...," Daisuke meraih jemari Haru dan mengecupnya. Sipemilik yang terkejut segera menarik tangannya.
"K-kenapa aku bisa tidur satu ranjang denganmu?!" Tanyanya tergagap.
"Eh, kita sudah menikah jadi, apa yang salah dari tidur satu ranjang?"
Mengabaikan pertanyaan Daisuke, Haru menjauh ke tepi ranjang, "B-berapa lama aku tidur?"
"Satu minggu. bagaimana kondisimu, apa ada yang sakit?" Tangan Daisuke bergerak namun Haru segera menepis tangan Daisuke yang hampir mencapai keningnya.
"A-aku baik baik saja,"
Daisuke mendekat, "Hey, jangan kaku seperti itu. Sebelum kau pingsan kita sudah biasa melakukan ini," Bisiknya yang membuat Haru menaikkan satu alisnya. Bulu kuduknya seketika berdiri tatkala Daisuke memasukkan tangannya ke dalam piyamanya dan mulai memilin nipel kecoklatannya.
"Lepaskan aku!" Daisuke cukup terkejut dengan Haru yang mendorongnya dan semakin menjauh ke tepi ranjang.
"Kita berdua laki-laki jadi jangan melakukan hal-hal yang tidak wajar, kay?" Tuturnya tergugup. Jemari lentiknya terbuka di depan wajah Daisuke, bermaksud menghalau Daisuke agar tak mendekat. Bukan bermaksud apa-apa, Haru hanya tidak tahan dengan semua ini. Sungguh, ia merasa jijik dengan perlakuan Daisuke. Apanya yang sudah menikah, jika diperbolehkan ia lebih memilih tidak menikah seumur hidup daripada harus menikah dengan laki-laki. Namun pria di hadapannya itu telah memaksanya memasuki sebuah hubungan yang hanya disetujui secara sepihak.
Napasnya kian memburu dan perasaan najis itu semakin menjadi-jadi ketika Daisuke menjilat kelima jarinya.
Spontan Haru menarik tangannya dan memundurkan tubuhnya beriringan dengan Daisuke yang mendekatinya. Tanpa ia sadari, tangannya sudah kehabisan pijakan, ia pun terjatuh ke bawah, Daisuke yang melihatnya segera turun dan mengangkat Haru ke ranjang.
"Haru-san, kau baik-baik saja?" Haru hanya terdiam mendengar suara berat Daisuke. Ia menunduk, tak tahu harus berbuat apa. Mengapa ia merasa gugup di depan mantan adik kelasnya? Apa yang ia pikirkan hingga sangat suliat baginya untuk melawan Daisuke?
Sadar akan Haru yang terlihat ketakutan, Daisuke tersenyum, "Maaf, aku hanya merasa sangat bahagia. Setelah ini jangan pergi lagi, ya?" Sebuah pelukan hangat ia berikan, nafas haru yang memburu perlahan membaik, dan perasaan nyaman itu kembali hadir.
Haru mengangguk ragu. Pikirannya cukup kacau, setelah satu minggu tertidur, ingatannya yang sebenarnya telah kembali. Karena itu, ia ingin segera pergi dari tempat terkutuk itu tapi bagaimana caranya? berdiri tegak saja dia tak mampu apa lagi harus berlari keluar bangunan yang teramat luas itu. Ada ratusan anak tangga yang harus ia lewati kecuali bila ingin menaiki lift. Belum lagi cctv yang terpasang di setiap sudut ruangan dan drone yang tersebar merata di dipekarangan yang sangat luas, butuh kendaraan jika ia ingin keluar dari wilayah kekuasaan Daisuke, tempat umum di mana ia bisa kembali ke rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Enough
FanfictionCinta dapat melakukan banyak hal. Uang dapat melakukan segalanya.