Jangan pergi, aku terlalu lama menunggumu di sini. Hanya untuk mendapat pelukan yang memikat hati.
-Bara-
Bara sedang berada di sebuah tempat indah yang di penuhi tanaman-tanaman bunga cantik. Kupu-kupu yang memiliki sinar dan pohon-pohon besar di juluri dahan yang memiliki banyak bunga.
"Aku di mana ini?" Gumam Bara memandangi sekitar.
Bara terus berjalan ke depan hingga ada seseorang yang memanggil Bara dari kejauhan. Tubuhnya di jilbabi jilbab putih di sempurnakan dengan kerudung putih sedang berdiri sambil tersenyum.
"Bara!" Panggilnya lembut dan khas.
Bara yang merasa tak asing dengan suara yang memanggilnya langsung mendongak mbil berbalik badan. Sempat terbesit fikiran bahwa yang memanggilnya adalah ibu tirinya yaitu Bu Ratna tapi mana mungkin, ia sudah tiada. Bara tak menghiraukan fikirannya, ia berjalan cepat memghampiri orang yang memanggilnya.
"I--ini ibu?" Tanya Bara bergetar tak percaya.
"Nak sini, ibu mau memelukmu guna melapangkan dadamu," pinta Ratna melambaikan tangannya.
"Tapi kan ibu udah," jeda Bara memandangi Ratna dari atas sampai bawah.
Ratna menarik tangan Bara ke pelukannya lalu ia meletakkan kepala Bara di pangkuannya, ia membelai rambut Bara dengan tangan mulusnya lalu mengecup kening dan pipi Bara. di tengah membelai rambut Bara. Ratna meneteskan air mata hingga jatuh ke pipi Bara yanga da di bawahnya.
"Ibu kenapa menangis?" Tanya Bara mendongak ke arah ibunya.
"Ibu sangat sedih nak kamu di aniaya seperti itu oleh kedua orang tuamu. Kalo ibu boleh memilih, pasti ibu akan memilih tetap di dunia untuk melindungimu. Anak baik sepertimu tak pantas mendapatkan itu semua," ucap Ratna setengah curhat.
"Gapapa bu, Bara yang nakal. Bara yang gak tau diri jadi Bara layak mendapatkan itu semua, Bara kuat sampai detik ini demi ibu. Bara ingin sukses dan menjadi kebangaan ibu," sahut Bara ikut meluncurkan air mata sambil memeluk ibunya hangat.
"Pesan ibu satu untuk kamu nak, kamu tetaplah jadi anak yang baik jagan jadi pendendam. Sejahat apapun mereka, tetap patuh terhadap perintahnya dan doakan mereka yang terbaik. Jaga dan sampaikan salam ibu pada Dina," tutur Ratna menderaskan tangisannya.
Ratna melepas pelukannya pada Bara. Ia memandang Bara iba.Tiba-tiba Bara terlonjak bangun kedinginan karena di guyur sejebor air.
"Aduh! Dingin bu," ucap Bara kaget.
"Dingan-dingin, lihat tuh udah hampir siang masih aja ngebo! Jangan jadi beban ibu ya kamu. Inget kamu itu udah gak ada lagi yang manjain jadi kalo mau idup ya harus cari makan sendiri," Bentak Liora dengan memelototi Bara.
"Iya bu," jawab Bara sambil menunduk.
Liora pergi membawa jebor pergi meninggalkan Bara yang beranjak mandi dan berganti baju. Bara langsung memakai seragamnya cepat, meraih ranselnya dan pergi. Sepertinya ia lupa kalo belum beberes.
Di sekolah, Bara menulis sesuatu hingga menghabiskan seratus tiga puluh halaman. Menghabiskan empat buku, Cahaya yang masih sigap mengawasi rada-rada bingung dengan apa yang di lakukan Bara.
Pulang dari sekolahnya, Bara berjalan-jalan ke toko buku melihat-lihat beraneka ragam buku. Ia melamar kerja di situ.
"Pak, apa bapak butuh orang untuk membantu bapak menjualkan buku-buku bapak?" Tanya Bara sopan.
"Iya nih tapi apa kamu mau jualan keliling? Hasilnya gak seberapa lo, dan kalo kamu baca satu buku per hari maka gaji kamu di potong setengah walaupun buku yang kamu baca tetap," tutur Bapak iti sambil menata buku-buku di rak.
"Gapapa pak saya mau, apa sekarang saya boleh mulai jualan keliling?" Ucap Bara tak sabar.
Pemilik toko itu mengangguk, ia menatakan setumpuk buku di dalam kotak kecil. Ia berikan pada Bara di depannya.
Bara memegang kotak itu setengah tak kuat hingga kotak itu jatuh menumpahkan buku-buku di dalamnya berserakan di lantai. Seketika pemilik toko itu geram dan memarahi Bara.
"Kamu itu gimana sih! Belum kerja saja kamuudah buat saya bangkrut! gimana kalo udah kerja?Sekarang saya gak mau tau. Kamu pergi dari toko saya, sana!" Teriak pemilik toko itu memarahi Bara.
Bara terdiam di situ, ia tak mau pergi sebab ia berharap di beri kesempatan, pemilik toko yang mengetahui itu langsung menyeret Bara dari tokonya hingga luar pasar dengan kasar. Dengkul Bara kembali berdarah terkena aspal di sepanjang jalan.
"Kan saya sudah bilang pergi ya pergi, kenapa kamu masih diam di sana? Kamu tau kan kalo kamu lama-lama di sana kamu bisa membuat sial lainnya lagi. Sekarang rasain tuh dengkul kamu lecet, makannya kalo di bilangin nurut!" Teriak Bapak itu menampar Bara kasar.
"Plakk," suara pipi Bara tertampar lalu pemilik toko itu pergi meninggalkan Bara sendirian.
Bara beranjak berdiri dengan tertatih-tatih, ia berjalan sambil menyeret kakinya. Pengunjung maupun penjual pasar bukannya iba malah menjauhi Bara karena mereka tak mau kena sial.
"Begitu benci kah dunia padaku? Mengapa dunia tak menelan aku?" Gumam Bara dalam batin.
Mau tak mau Bara harus kembali ke parkiran. Saat sampai di parkiran, sepi berdebu di sana. Namun toko di depannya ramai, banyak yang berkunjung. Mereka memilih jalan daripada naik kendaraan.
Bara menggela nafas kasar, ia menyeret kakinya untuk membersihkan parkiran supaya enak di pandang. Mungkin dengan ini pengunjung bisa memarkirkan motor padanya lagi.
Hingga sore tetap saja parkiran yang Bara tunggui sepi. Ia terpaksa pulang dengan tangan kosong, entah apa yang ia terima nanti ketika sampai di rumah.
Sampai di rumah, Liora sedang melempar wadah tinggi dengan ukuran sedang yang biasa ia gunakan untuk menyimpan beras. Wadah itu kosong berarti berasnya habis, Bara yang melihat itu tertatih-tatih menghnampiri Liora.
"Ada apa bu kok tempat beras di lempar?" Tanya Bara halus.
"Kamu lihat sediri kan kalo wadahnya kosong? Berarti beras ibu sudah habis. Sekarang ibu monta hasil kerja kamu hari ini, sini!" Bentak Liora menengadahkan tangannya.
"Ma--maaf bu, hari ini ba,"
Belum sempat Bara menyelesaikan kata-katanya. Liora sudah mencambuknya dengan lidi, cambukannya keras dan kasar membuat tangan Bara yang terkena cambukan jadi merah darah.
"Aww bu, kenapa ibu cambuk Bara?" Tanya Bara merintih kesakitan memegangi tangannya.
"Ibu tau kamu pulang gak bawa uang kan? Dasar pembawa sial kamu ya! Cuma jadi beban keluarga aja. Udah gede gak guna!" Teriak Liora geram sambil terus mencambuk Bara hingga kedua lengan Bara di kucuri banyak sarah.
"Ampun bu, ampuni Bara. Bara mohon ampuni Bara, sakit bu sakitt, sakit tangan Bara bu," ucap Bara bertekuk lutut sambil berteriak kesakitan.
"Dasar lemah! Baru segitu aja udah sakit. Lelaki lembek! Gak berguna," umpat Liora mengatai Bara.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara [END] OPEN PO
Teen FictionBara Adi Cahyana seorang cowo pendiam namun misterius ini selalu membuat temannya merasa aneh padanya, ada yang menganggapnya pembawa sial sebab bila bertemunya akan terkena sial itu hal yang lumrah. Dia pendiam dan selalu berkeliaran ketika malam...