Dua; nyaman

11 3 0
                                    

     "Hah, terserah! Aku memang ada di keluarga yang payah."

     Bersamaan dengan itu, dirinya melangkahkan kaki keluar dengan cepat. Papa berusaha mengejar, tetapi beliau lebih memilih menenangkan hati sang istri terlebih dahulu.

     Napas Casi menderu. Ia berjalan ke mana pun yang diingininya. Langkah kakinya berubah menjadi lari. Ia marah. Belum puas dengan apa yang terjadi. Dalam hatinya masih banyak hal yang ingin ia sampaikan, tetapi mindset-nya yang selalu membuatnya pesimis. Mindset itu yakin bahwa Casi lagi-lagi akan kalah dengan orang tuanya. Intinya, Casi lelah. Namun, tidak bisa ia utarakan.

     Ia menaiki bis kota yang sudah mau jalan. Bersama tas sekolah yang masih dibawanya, ia tidak tahu akan pergi kemana. Bak orang hilang tanpa tujuan. Casi hanya ingin pergi. Ujung-ujungnya, gadis itu cuma bisa menutup mata membiarkan cairan itu merebak membasahi wajahnya.

     Fakta bahwa penumpang bis hanyalah dirinya sendiri seolah mendukungnya untuk menangis sepuas yang dimau.

     Lama air matanya mengalir, seseorang menggoncangkan tubuh Casi. Gadis itu membuka mata. Irisnya bertemu pandang dengan milik tiga orang lain yang sedang menatapnya bingung. Casi mengangkat punggungnya, terduduk.

     Kamar siapa? Itu yang pertama kali muncul di benaknya.

     Tiba-tiba seorang bocah berseru,

     "TUH, 'KAN! DIA CUMA MIMPI!" katanya, lalu kedua saudaranya menyuruhnya diam.

     "Aku di mana ya?" Casi bertanya.

     "Tentu saja di kamarmu," jawab Richelle. Lalu disusul Sara yang tertua di antara mereka,

     "Ayo turun, Kak. Ibu membuat apfelstrudel!" katanya bersemangat.

     Casi tak ada pilihan selain mengikuti mereka. Ia melihat pantulannya di kaca. Masih wajah yang sama, tetapi dengan rambut keriting. Pun, entah dari mana ia tahu nama anak-anak tadi.

     Mereka makan malam dan menyantap kue apfelstrudel berenam, bersama Ayah dan Ibu di meja makan. Mereka bercerita dengan asik. Tak lupa Ayah selalu melontarkan lelucon. Casi merasa atmosfer di sini sangat hangat. Namun, ia masih bingung dengan apa yang terjadi.

     "Oh, ya. Besok kita akan tamasya ke danau. Jadi, kalian harus bangun pagi. Oke?" ujar Ayah disambut sorak bahagia dari ketiga anak itu.

     "Ayah, Ayah! Nanti naik perahu, ya," pinta Aren—si bocah kecil gemas. Ayah segera mengiyakan permintaannya.

     "Baiklah, sudah selesai makannya, sekarang tidurlah cepat karena kita akan pergi besok. Casi, bantu aku rapikan ini, ya," kata Ibu memberi arahan. Dan dengan patuhnya ketiga anak itu bergegas ke kamar setelah mengucapkan "Selamat malam." Lucunya. Sementara Ibu mengajak Casi membersihkan meja dan piring.

     "Kenapa harus aku yang cuci? Mereka tidak?" tanya Casi sedikit sewot, menunjuk adik-adiknya.

     "Karena kamu kakak. Kamu harus contohkan yang baik untuk mereka," jawab Ibu santai. Casi tak bisa mengelak. Mereka berdua lalu mulai bersih-bersih.

     Sejujurnya, Casi ragu apakah besok ia masih akan terbangun di sini. Dan bagaimana cara ia datang dan kembali dari sini. Apa ia akan selamanya tinggal? Namun di atas itu semua, Casi akui ia nyaman berada di tempat ini.



>>>

Catatan kaki.

1. Apfelstrudel = Salah satu hidangan khas Austria, dibuat dari kulit berbahan dasar tepung terigu yang di dalamnya berisi campuran remah roti manis dan kismis

 Apfelstrudel = Salah satu hidangan khas Austria, dibuat dari kulit berbahan dasar tepung terigu yang di dalamnya berisi campuran remah roti manis dan kismis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Beyond (+ Acrimonious) | SHORT STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang