Bab 22: ALVIN Pt. 3

1.6K 217 11
                                    


Ini akan jadi bab terakhir tentang Alvin di dunia ... nyata. Serta jawaban readers yang kuanggurin di bab sebelumnya, hoho.

Enjoy!

**

DUK.

"Argh." dia merintih perih. Gadis itu mengira akan ada seorang cowok yang akan menutupi kepalanya atau memeluknya dari belakang. Hasilnya, tidak ada. Se-o-rang-pun. Astaganaga, pengaruh dari novel fiksi yang ia baca akhir-akhir ini merusak pola pikir gadis bersurai lurus hingga sepunggung itu.

Realita emang gak seperti fiksi yang kebanyakan angan belaka, Tha, batinnya menggerutu.

Di tengah perpustakaan diantara leretan buku-buku, gadis bersurai lurus—Atha—asik bermain dengan buku di tangannya. Gadis itu tengah duduk, menahan beban tubuhnya pada rak buku. Kacau situasinya bila ia merobohkan tempat menempati buku yang masing-masing panjangnya sekitar lima meter itu.

Di balik celah buku-buku pada rak di depan Atha, Alvin disana. Tersenyum kecil mengamati gadis bersurai lurus sedari tadi. Jujur, dia khawatir kepala gadis itu ketika tertimpa buku. Itu pasti sakit sekali. Tapi, dia tidak bisa mendekat. Alvin belum berani.

"Lucu, manis, dan polos. Tipe lo yang modelan gitu kiranya ya, Vin." Bahu Alvin terlonjak. Napasnya memburu saking terkejutnya sembari memegang dada.

"E-eh, sori, Vin." Reza—biang kerok yang memgejutkannya cemas. "Nih, minum obat lo," ujarnya lagi dibalas delikan Alvin. Gawat sekali Reza mendadak mengikutinya hingga seperti kesini. Padahal sudah mati-matian dia pergi tanpa diketahui barang seorang pun.

Tiba-tiba cowok itu mendorong tangan Reza yang menyodorkan beberapa pil yang masih terbungkus padanya.

"Gue ada bawa, kok," tolaknya. "Penyakit gue gak separah itu, Za."

"Sejak kapan gagal jantung bukan penyakit parah?" Reza bergumam sendiri. Bibirnya terlipat dengan wajah lucu.

Tidak mengindahkan gumaman Reza, cowok beriris kayu itu mengalihkan atensinya lagi kepada Atha. Namun, gadis itu tidak ada. Tidak ada seseorang yang duduk bersila seraya menyandarkan tubuhnya pada rak buku. Tanpa sadar, cowok itu mendesah lirih. Ia melenggang. Membuat Reza dan Wildan yang baru datang bingung kelimpungan.

"Lah, kok pergi? Gak baca buku?" tanya Wildan, mengekor Alvin di belakang.

"Mana ada gue baca buku," ketus Alvin. Kedua alis Wildan kontan mengerut, menyatu di tengah-tengah kening.

"Kalau gak baca buku, di tangan lo apaan Bambang? Itu kambing?" sewot Wildan lalu menyambar sesuatu di genggaman Alvin. "Ini apa namanya, hah? Kambing?"

Wildan menunjuk-nunjuk sebuah buku bersampul koran lama. Ia membuka buku tersebut, kemudian matanya melebar. Reza yang selalu kepo, ikut melihat isi buki tersebut. Wajahnya kontan sebelas dua belas dengan milik Wildan. Terkagum-kagum.

"Novel, ding," kompak mereka lagi sambil memandang geli Alvin.

Masih diantara jejeran buku yang menutupi tubuh ketiga cowok itu, dua diantaranya tengah meledek Alvin.

"Novel cinta-cintaan," ngakak Wildan. "Wah, asik juga isi novelnya, Za."

Reza mengangguk setuju. "Bener," jawabnya.  Matanya berbinar, seolah menemukan harta karun Spongebob yang didapat dari Flying Dutchman.

Sebelum kedua orang itu tenggelam dalam kisah yang diberikan dalam novel itu, Alvin menyambar benda iti terlebih dahulu. Ia menyelamatkan benda berbentuk persegi berserat kasar ke belakang tubuhnya.

"Lah, mau lihat endingnya."

"Bener. Pengen lihat akhir cerita."

Decakan Alvin lolos dari mulutnya. "Ini punya gue, gue yang baca duluan." Padahal cowok itu sendiri bingung kenapa bisa ada novel itu di tangannya. "Dan kalau baca buku itu, mulai dari awal. Jangan asal serobot lihat akhir ceritanya. Itu sama aja kayak lo lamar kerja pakai orang dalam. Tanpa proses penyisihan dan—"

Ups, I Became A Mean Girl [ SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang