Diana Sarastika atau yang biasa dipanggil Ana, wanita cantik yang tinggi semampai dengan rambut panjangnya. Wanita yang biasanya mempermainkan lelaki, kini menjadi bucin seorang Jeffery Aditya.
Jeffery Aditya, seorang lelaki dari sekian banyak lelaki yang beruntung memiliki Ana. Dan jangan lupakan wajahnya yang rupawan membuat sepasang kekasih ini sangat dibilang cocok. Mereka sama-sama memiliki wajah yang pantas bersanding.
Namun tidak semua orang menyukai hubungan mereka. seseorang pernah mendengar 'suatu hubungan harus dibumbui seperti masakan'.
Sudah enam bulan ini Ana dan Jef menjalani sebagai seorang kekasih. Dan tidak ada yang salah dengan hubungannya, atau mungkin saat ini. Belum tahu yang akan datang seperti apa.
Ana berpikir apa hubungannya dengan Jef akan berakhir dengan bahagia, karna Ana sekarang benar-benar mencintai Jef sampai gila rasanya. Mungkin terlalu muda untuk berpikir akhir yang bahagia. Apa lagi dia masih seorang siswi SMA kelas 2 dan Jef masih kelas 3. Dan lagi hubungannya masih enam bulan, seharusnya Ana tidak berfikir sejauh itu.
"Lo nggak bareng Jeffrey tadi?" Suara nyaring milik Nadia membuat Ana kembali sadar dari lamunannya.
"Nggak, lagian rumah gue sama Jef bukan satu arah yang ada gue telat nunggu dia."
"Dih masak gitu, gue dulu nih ya liat tiap hari Jef sama Laras berangkat bareng."
Laras, mantan dari Jef. Jujur saja Ana tidak suka jika ada yang membicarakan hubungan Laras dan Jef dihadapannya. Apalagi mereka berpacaran sudah dua tahun, ya walaupun sudah mantan tetap saja Ana tidak menyukainya.
"Dia nggak punya tenaga, jadi minta anter jemput. Dan jangan sama-samain sama gue."
Ana mendengus kesal, lalu menyumpalkan earphone ke kedua telinganya. Kemudian mendengar lagu-lagu balad dengan memandangi jendela yang mengarah kekebun belakang sekolahnya. Rintik hujan yang membasahi dedaunan dan aroma tanah kesukaannya membuatnya terasa tenang. Namun hatinya kembali gelisah saat mengecek pesan yang dia kirim semalam untuk Jef tidak kunjung dibalas. Padahal Ana tadi berpas-pasan dengan Jef dilapangan sekolah, dan Jef juga memegang ponselnya. Jef hanya melempar senyumnya kemudian berlalu dengan teman-temannya.
**
Kantin yang sangat ramai membuat Ana sangat malas jika kesana. Andai saja perutnya bisa menahan lapar mungkin dia tidak disini sekarang. Memesan mie sedap soto dengan dua buah cabai rawit sangat cocok dicuaca yang mendung seperti ini.
"Mak, biasa ya tiga!" Teriak Lala, salah satu teman Ana yang memanggil pejual kantin yang sudah biasa dipanggil dengan sebutan 'Mak'.
"Nggak usah triak, kuping gue budeg woy!" Sewot salah satu siswa lain yang ada disampingnya.
Suara Lala memang sekencang itu, Ana dan Nadia sudah terbiasa.
"Na pacar lo tuh!" Ana menoleh mencari Jef saat Nadia menyenggol tangannya yang sedang menyendok mie.
Ana melihat Jef sedang bercanda dengan teman-temannya, dan juga wanita yang sengaja mendekatkan diri ke Jef. Ah rasanya Ana ingin melemparkan mienya kepada Farah dan antek-anteknya.
Memang jika disekolah Ana dan Jef tidak terlalu mengumbar kedekatannya, tapi bukan berarti tidak ada yang tahu jika mereka berpacaran. Bahkan berita mereka berpacaran sudah menyebar. Tapi tetap saja Farah masih seperti cacing kepanasan saat bertemu dengan Jef.
Nafsu makannya menghilang, kini Ana hanya mengaduk-aduk mienya. Bahkan saat mata mereka bertemu Jef hanya tersenyum, seperti biasa.
**
Bel pulang berbunyi, para siswa berebut untuk siapa yang lebih dahulu keluar dari pintu. Jef sudah menunggu Ana dari sepuluh menit yang lalu.
"Gue lebih dulu!"
"Gue!"
"Minggir nggak lo!"
Tubuh Ana dan Jeno saling terhimpit di pintu karna pintu yang dibuka hanya satu, agar lebih mudah saat ketua kelas meutupnya nanti.
Sudah biasa jika kedua orang ini cekcok jadi malas untuk melerai dua musuh bebuyutan ini.
"Jen ngalah dia perempuan!" Suara Jef membuat Jeno mempersilahkan musuhnya itu keluar lebih dahulu. Jika Jef bukan kakaknya dia juga tidak mau.
"Tumben nunggu aku?" Tanya Ana saat mereka berjalan menuju parkir sekolah.
"Emang nggak boleh?"
"Nggak biasanya aja kamu kayak gini." Jujur ada perasaan senang yang menggelitik hatinya. Biasanya Ana harus memohon terlebih dahulu jika harus pulang dengan Jef.
Jangan lupakan disini Ana yang menjadi budak cinta seorang Jeffery.
"Mau ke mie ayam goreng pak Joko nggak?" Tawar Jef saat mengendarai mobilnya keluar dari pelataran sekolah.
"Beneran? Kamu mau?"
Ana benar-benar senang saat Jef mengajaknya, bukannya Ana tidak mampu beli. Hanya saja sudah sejak satu bulan yang lalu Ana mengajak Jef, namun Jef terus beralasan untuk menolak.
"Iya, makanya aku nawarin kamu. Mau nggak?"
"Mau!" Saking senangnya Ana bersenandung kecil sepanjang perjalanan.
**
Sesampainya dirumah Ana terus tersenyum karna sangat bahagia hari ini. Bahkan adiknya Celo memandang ngeri kakaknya yang seperti orang kesurupan sejak tadi.
"Buk, itu mbak Ana serem banget," Celo terus memperhatikan Ana yang sedang mengambil minum didapur dan bersenandung lagu korea yang tidak jelas ejaannya.
Ana menyanyikan lagu monster Seulgi Irene. Namun bukannya bernyanyi 'im a little monster' malah liriknya berubah 'you can call me monster'.
Celo yang emosi sendiri mendengar Ana bernyanyi, ia melempar sendok plastik yang tadinya untuk mengaduk tehnya dan mengenai kepala Ana.
"Ibuk iki lo buk, Celo nakal!"
"Teros tukaran teros!" Ibu sedikit berteriak didepan tv saat mendengar anaknya bertengkar.
Itu sudah menjadi pemandangan yang biasa dirumah ini, hanya kedua anaknya yang meramaikan rumah dengan cara bertengkar. Sang kepala keluarga sudah berpulang sejak empat tahun yang lalu. Anak pertama berkerja di Negri orang, dan menanggung keuangan keluarga.
"Rak usah tukaran teros, mbok yo adeke diajak jalan-jalan biar kelihatan akur,"
"Itu malah kesempatan buk, aku diporoti karo Celo malahan."
Celo berdecih mendengar ucapan Ana barusan, "uangku juga banyak, kemarin mas Chan ngirim aku uang wlee..." Celo menjulurkan lidahnya.
"Ibuk besok Celo orak usah dikasih sangu, mas Chandra ngasih uang ke Celo!" Teriak Ana yang mencoba mempengaruhi ibunya.
"Ih mbak gak boleh gitu curang!"
Berakhir dengan mereka kerjar-kejaran mengelilingi sofa didepan tv.
Tbc.