"Jenooooo!"
"Jaemiiin!"
"Jenoooo!"
"Jaeminnn!"
"Kids." Jaehyun memutar bola matanya. Kembarnya sepanjang jalan sibuk beradu suara siapa yang paling kencang. Bahkan 2 gelas yoghurt dan coklat tidak bisa mengatasinya. "Kita sudah sampai."
Baru saja Jaehyun membuka pintu, kembarnya sudah melompat dari mobil. Jaehyun terhuyung karena ditubruk. Beruntung ia tidak jatuh.
Sebelum Jaemin dan Jeno menghilang, Jaehyun buru-buru menggandeng tangan anaknya. Jaemin di sebelah kiri, Jeno di sebelah kanan. Mereka berjalan menuju kotak pasir.
"Papa, kenapa daun warnanya hijau?" tanya Jaemin.
"Karena daun punya klorofil." jawab Jaehyun.
"Itu apa?" tanya Jeno.
"Hm..." Jaehyun menggumam. Sejujurnya dia tidak tahu lagi. Jadi dia mengalihkan perhatian di kembar. "Waaah, ada kucing."
"Aaaaaah!" Jaemin berseru gemas. Ia melepas tangan Jaehyun untuk menyentuh kucing itu.
Jeno mendongak. Dia tidak akan melepaskan papanya di tempat umum kalau tidak diberi izin. Jaehyun menganggul tersenyum. "Iya, boleh."
"Jaemiiin!" gantian Jeno yang berlari. Dia menubruk Jaemin dari belakang. Untung tidak jatuh.
"Pa, kucingnya gendut." Jaemin menusuk pelan perut kucing itu dengan telunjuknya.
"Itu lagi hamil." jelas Jaehyun.
"Hamil itu apa?" tanya Jeno.
"Hmmm... ada bayi." jawab Jaehyun.
Seketika Jaemin cemberut. Jaemin memukul kepala kucing. Dia berseru. "Nakal!"
Jeno tersentak. Jaehyun buru-buru menahan tangan Jaemin. "Kenapa dipukul?"
"Kucing jahat sama adik bayi. Adik bayi gak boleh dimakan."
"Hah?" Jaehyun melongo.