"Aku turun di sini saja." Sehun berkata dingin pada sopir yang kini meliriknya lewat kaca spion.
"N-ne?"
Wajah paruh baya sang sopir berubah cemas. Ia terlihat berniat mengatakan sesuatu lagi, tetapi mengatupkan kembali mulutnya. Bagaimanapun juga, itu adalah keinginan anak majikannya.
Pak Jae Seok berusaha menimbang dalam hati dan akhirnya menjawab, "Baik, Tuan Muda."
Mobil hitam itu menepi. Jaraknya sekitar lima puluh meter dari tempat tujuan. Di sebelah kanan jalan, banyak anak berseragam sama dengan Sehun tengah menuju ke arah sekolah.
Sehun menyandarkan tubuh sejenak ke kursi mobil seperti sedang menunggu sesuatu. Pak Jae Seok menunggu dengan tenang di balik kemudi tanpa berniat menanyai Sehun apa pun.
"Pulang sekolah jangan jemput aku. Aku akan pulang sendiri."
Sembari mengatakannya, Sehun membuka pintu mobil dan segera keluar. Begitu menutup pintu, Sehun langsung berjalan dan membaur dengan anak-anak lainnya. Tas ransel hitam bertengger di punggung tegapnya dengan kukuh.
Mata Jae Seok mengekori kepergian Sehun. Gadis-gadis muda di sekeliling sang majikan terlihat langsung mengarahkan pandangan mata pada sosok tegap itu. Mereka terlihat saling tersenyum sambil berbisik satu sama lain. Beberapa bahkan terlihat salah tingkah.
Rupanya, majikan yang mewarisi ketampanan ayahnya itu sangat populer walaupun baru beberapa hari menjadi murid baru. Meskipun begitu, punggung dan kepala Sehun menghadap sepenuhnya ke depan. Orang lain akan langsung menyadari sifat dingin Sehun hanya dengan melihat gestur tubuhnya yang defensif itu.
Diam-diam, Jae Seok merasa khawatir. Sejak kejadian itu, Sehun terlihat jauh lebih dingin dan pendiam dari biasanya. Sehun jadi tidak banyak bicara dan jarang menunjukkan perasaannya, termasuk padanya. Padahal, Sehun biasa menceritakan banyak hal. Walaupun hanya sendikit, ia harap suatu saat Sehun akan kembali ke dirinya yang semula.
Dan bahagia.
Diiringi pemikiran itu, Jae Seok menjalankan kembali mobil. Sebelum benar-benar melaju pergi, ia sempat melirik Sehun lagi.
Sehun berjalan lurus tanpa sekalipun mengalihkan pandangan pada orang-orang asing di sekelilingnya. Di matanya, wajah orang-orang itu seperti ditempeli tanda X besar. Sehun tak menganggap mereka ada.
Hal yang ia tahu harus dilakukan adalah pergi ke sekolah walaupun mungkin hanya untuk mendapatkan nilai-nilai tak berharga yang dicoret di atas kertas. Titik. Tidak ada yang lain.
"Lihat, itu Sehun!"
"Oh Sehun? Oh Sehun yang itu?"
"Waaah, dia sangat tampan!"
"Dia yang banyak diperbincangkan itu? Apaan, biasa saja menurutku."
"Lihat bagaimana dia berjalan! Dia terlihat sangat keren!"
Sehun tidak menggubris keriuhan di sekelilingnya itu. Detik berikutnya, ia mengeluarkan sebuah earphone dari saku celana. Sehun memang sudah menyiapkan benda itu untuk melepaskan diri dari situasi seperti itu. Begitu tangannya menekan tombol play untuk lagu yang dipilihnya, nada lagu dari boyband yang sedang tren, "Blood, Sweat and Tears", langsung memenuhi telinga.
"Minggirrrrrr! Awasss! Minggir semuanya! Aaaaaaaaaa!" Seorang gadis meluncur dari belakang dan terus berteriak tak terkendali.
Semua anak yang berjalan di trotoar spontan menoleh ke arah sumber suara, terkejut, dan langsung menyingkir menyelamatkan diri. Sepeda yang dinaiki gadis itu meluncur tak terkendali di jalanan yang menurun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanila - SejeongxSehun [Ongoing]
FanfictionSejeong, Sehun, dan Chanyeol dipertemukan dalam sebuah insiden tak terduga di awal tahun ajaran baru. Namun, sebenarnya kehidupan telah mengikat mereka dengan sebuah benang merah tak kasat mata jauh sebelum itu. Vanila bukan hanya tentang rasa berd...