behind Darin's silence

202 41 3
                                    

017 —  behind Darin's silence — aku juga pernah punya luka, setiap manusia pasti pernah punya juga bukan?

Handphone Darin tak mau berhenti berdering, tanpa melihat nama pemanggil Darin langsung menolak panggilan yang menganggu itu, kemudian mengklik daya mati pada ponsel. Membiarkan orang itu sulit menghubungi, Darin membuang rasa hormat.

Suasana hati Darin lagi tidak kondusif, Darin merutuki siapa pun yang kini menghalangi jalan, tidak memperdulikan umpatan dan makian pejalan kaki serta pedagang asongan sepeda yang Darin tidak sengaja tabrak karena berjalan tergesa-gesa. Kakinya semakin dipercepat mendengar suara dari jauh berteriak memanggil, sampai-sampai Darin memilih jalan pintas gang agar cepat sampai ke kontrakan.

"Darin, berhenti!"

Terpaksa Darin berhenti pada himpitan gang kecil di mana kanan dan kiri dinding terlukis gravity acak. Darin menoleh ke belakang, lelaki di ujung sana masih terus mengikuti hingga semakin mendekat.

"Mau apa?" Tanya Darin sinis. Bukannya menjawab lelaki yang dihadapan Darin ingin menjangkau memegang lengannya. "Mau apa lagi cari aku!" Jerit Darin.

"Pulang!"

"Sampai kapan pun aku sudah ndak mau tinggal sama kalian."

"Terus mau sampai kapan kamu begini? Oke lah kalau kamu mau hidup sendiri, tapi senggaknya terima uang dari kakak, terima tawaran teman kakak untuk kerja di tempatnya, jangan nyusahin diri kamu sendiri, Rin. Sekali-kali juga nengok ayah kamu. Jangan kaya anak yang ngga punya siapa-siapa kamu selama di sini."

Darin semakin tajam menatap laki-laki berperawakan tinggi, rambutnya hitam mirip seperti kakak perempuannya, namun warna kulitnya mirip dengan Darin. Lelaki yang sudah menginjak kepala tiga wajahnya dipenuhi brewok walau tidak menampakan wajah blasteran.

Danish Manuel—putra dari pasangan Huanran Manuel dan mendiang Ginanita. Setelah kepergian istri pertama, Manuel menikahi perempuan berdarah Kanada bernama Emony. Kemudian Manuel dan Emony bersama Danish tinggal di tanah kelahiran wanita itu, Ottawa, hingga Danish memiliki dua adik.

"Dua tahun aku akhirnya bisa bebas dari kalian. Terus kenapa aku harus nengokin dia!" Darin tak dapat lagi menahan air matanya keluar. "Harusnya aku aja yang dibuang sama dia, bukannya kak Davin." Tangan Darin menunjuk dadanya sendiri. "Aku yang punya mimpi, aku yang selalu melanggar aturan dia, kenapa bukan aku yang dikirim ke Jakarta!"

Masa lalu Darin selama di Kanada, membuat Darin begitu membenci keluarganya.
.
.
.
Rumah berlantai dua yang tidak terlalu besar namun mempunyai halaman beserta garasi. Pemukiman kota kecil di Jerman, Niebüll, yang jauh dari kata bising atau polusi. Belum lagi durasi waktu siang akan panjang bila bukan musim dingin, sebaliknya mendekati bulan Desember waktu malam yang lebih panjang.

Namun tidak semua rumah damai, di antara puluhan bangunan di sana, ada satu tempat sering kali terjadi kebisingan suara.

"Kalau kamu terus-terus seperti ini. Saya ngga segan buang gitar kamu!" Manuel membentak putrinya yang baru saja pulang ketika matahari mau akan terbenam di pukul setengah sepuluh.

"What did I do wrong? I just got back from a friend's house, I'm tired from studying piano."

"That's your fault! I told you not to learn to play the piano or anything about music! You're better off at home with your sister and your brother!"

Manuel setiap ketika pulang bekerja mendapati anaknya tidak lengkap. Menuel belum dapat mempercayai orang luar sehingga tidak dapat menyewa helper untuk menjaga ketiga anaknya.

Ayah dari ketiga anak itu masih trauma dengan penyebab kematian Emony—ibu dari kedua putrinya. Tidak terbayang bahwa keluarga Manuel pernah tertulis dalam sebuah berita harian koran juga saluran televisi nasional, sebab kasus kematian Emony.

Cerita Satu Minggu JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang