7

22 1 0
                                    


BREAKFAST MATE
EPISODE 7

***

Aku butuh kamu seperti jantung butuh detak.

***

"Masuk," ajak Natya yang memasuki sebuah unit apartemen miliknya. Natya melepas sepatu hak tingginya lalu menuju dapur. "Mau minum apa?"

"Nggak usah," jawab Genta datar. "Kamu mandi dulu, aja." Baru Natya ingin minta izin untuk mandi sebentar, ternyata Genta peka dengan langsung mengizinkan Natya untuk mandi.

Ponsel yang ada di saku rok Natya bergetar, otomatis Natya mengambil ponselnya untuk sekedar membaca sebuah pesan yang dikirim entah siapa. Membaca nama pengirim yang ternyata Mama, Natya mau tidak mau membukanya.

MAMA
Nat, kamu memang baru pulang ngantor banget?
Di malam minggu kayak gini?

Tuh kan, ternyata cuma pesan yang isinya kekhawatiran Eleanor saja. Natya buru-buru membalas, kalau tidak dibalas, Mamanya bisa saja menyerang dengan banyak pesan.

NATYA
Banyak banget deadline aku, Ma.
Semua itu kerjaan yang memang harus aku yang kerjain.

Natya menaruh ponselnya diatas sofabed. Sebelum memasuki kamar mandi, Natya menoleh untuk mencari Genta yang ternyata ada di balkon. Hanya berdiri sembari menikmati pemandangan kota Jakarta saat malam hari. Karena tak ingin membuat Genta menunggu lama, Natya buru-buru masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

Tenang dan ramai yang bersamaan. Itu yang Genta rasakan saat ia tengah menikmati malam di sebuah balkon milik unit apartemen Natya—perempuan yang sedari di parkiran selalu menekuk wajahnya.

Tidak seperti Natya lima tahun yang lalu. Dahulu dia selalu tersenyum. Perlu ditekankan, dia selalu tersenyum.

Genta tahu, setiap orang mungkin berubah. Ia juga berubah, Natya pun berubah. Tapi perubahan Natya yang sekarang terlihat terlalu jauh dengannya saat itu. Satu hal yang tiba-tiba membuat Genta ingin datang kesini.

Sejauh mana Natya berubah.

Semuanya terkadang masih terlihat sama. Tapi, rasanya tetap berbeda. Mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, soal Genta yang meminta sebuah sate. Natya bahkan menyanggupinya sampai meminta seorang penjual sate untuk membuatkan sate di saat subuh.

Sudah tidak waras, bukan?

Tapi, apakah Natya tidak mood karena dirinya?

Pertanyaan itu sukses membuat Genta berpikir keras. Dan lagi, apakah perempuan itu masih menyukainya?

Dan, ya. Dua pertanyaan konyol itu bahkan berani-beraninya lewat di dalam pikirannya. Bahkan Genta sendiri tidak bisa mengontrolnya. Sudahlah, lebih baik Genta masuk ke dalam. Terlalu lama di luar tidak baik. Apalagi ini sudah lebih dari jam sembilan malam.

Genta memilih duduk dan menyalakan televisi. Mencari saluran televisi yang lumayan seru untuk di tonton. Tapi tidak ada satupun yang membuatnya tertarik untuk menonton. Semuanya terlalu membosankan bagi Genta.

Sebuah sinar terang dari ponsel Natya yang ada di sebelahnya menarik perhatian Genta. Sepertinya ada seseorang yang menelpon. Genta mengintip nama penelpon tersebut.

MAMA

Ternyata panggilan dari Eleanor. Genta hanya diam, tidak seharusnya ia mengangkat panggilan tersebut. Ingin mengganggu Natya yang tengah mandi rasanya juga kurang sopan. Genta tak peduli, ia akhirnya mengangkat panggilan tersebut. Takut-takut jika ada hal yang penting untuk Eleanor bicarakan.

"Halo, Nat? Kamu sudah sampai apartemen, kan?" Tante Eleanor bersuara. Ia terdengar menghawatirkan Natya yang kini tengah membersihkan diri. "Nat, kamu kok nggak jawab? Kamu nge-mall, ya?"

"Natya sudah di apart kok, Tante." Jawab Genta seadanya.

"Lho, ini temennya Natya?" entah Mama Natya mengenali suara Genta atau tidak. Tapi beliau terdengar terkejut dengan suara laki-laki yang baru saja ia dengar. "Ini Genta?"

"Iya, Tante. Genta lagi main di apartemen Natya," untuk beberapa detik, Genta tidak mendengar suara dari Tante Eleanor. "Ada yang mau dititipin ke Natya, Tante?"

"Bilang ke Natya, nanti voice call Tante, gitu"

"Iya, nanti Genta sampaikan, Tante."

"Yaudah, Tante tutup ya. Have fun, ya, Ta" sebelum Genta menutup panggilan telepon tersebut, Tante Eleanor ternyata sudah lebih dulu menutup panggilan ini. Panjang umur, Natya ikut-ikutan keluar dari kamarnya dengan rambut yang masih basah sehabis mandi. Perempuan itu mencuci rambutnya.

"Sorry kalo kelamaan," ucap perempuan itu saat keluar dari kamarnya, lalu menuju dapurnya entah untuk apa. "Kamu mau makan?"

"Nggak, baru habis makan," Genta bangkit dan mengambil duduk di sebuah kursi meja makan yang ada di dapur. Mengamati Natya yang tengah menuangkan sekotak susu ke sebuah gelas.

"Mau susu?" tawar Natya.

Kali ini Genta hanya menggeleng. Percuma juga Natya menawari makanan apapun yang ada di tempatnya. Tujuan pria itu cuma ingin membicarakan sesuatu yang tidak Natya ketahui.

Natya kemudian duduk di seberang Genta, ia dapat dengan jelas melihat laki-laki yang beberapa hari ini sukses memporak-porandakan hatinya. Natya sungguh sakit hati mendengar omongan pedas laki-laki yang merupakan mantan tunangannya ini.

"Jadi gimana?" Genta mengerutkan keningnya karena tidak mengerti dengan apa yang Natya katakan. "Yang mau kamu omongin,"

Natya meminum susu yang sempat ia tuangkan ke gelas, "Tolong, berhenti" ucapan Genta tentu saja membuat Natya menoleh. Menatap pria itu dengan intens.

"Apa yang kamu maksud dengan berhenti?" Natya menghela nafasnya, "kita bahkan nggak pernah memulai apapun, Ta"

"Semua yang kamu lakukan setiap pagi itu, semua orang akan bilang kalau itu memulai."

"Honestly, aku capek banget harus dengar semua kata-kata kamu, Ta. Bisa kita berhenti sekarang?"

"Kita nggak akan berhenti sebelum kamu menyerah untuk memulai, Nat."

"Emangnya salah banget, ya? Aku cuma antar sarapan, bahkan akhir-akhir ini aku nggak protes kalau kamu cuma ambil buburnya," Natya yang capek langsung bangkit emosinya. 

"Itu masalah buat aku,"

"Apa masalahnya, Genta?!"

Sepi menghampiri mereka. Sekarang hanya ada suara dari televisi yang masih menampilkan sebuah acara talkshow yang tidak keduanya perhatikan.

"Kamu." Napas Genta tertahan, agak ragu apakah ia harus melanjutkannya atau tidak. "Kamu masalahnya," yang Genta tahan-tahan akhirnya keluar begitu saja dari bibirnya. "Kamu selalu jadi penghalang di hidup aku, Nat"

Dari tempatnya, Genta dapat melihat wajah lelah Natya yang tetap saja cantik. Seharusnya, perempuan seperti Natya bisa mendapat pria yang baik. Dan bukan Genta tentunya.

Perlahan, Natya dapat mengontrol emosinya yang semula meledak. Walau kesulitan, ia berusaha tersenyum samar. "Aku nggak pernah menyangka akan dipertemukan laki-laki yang seperti kamu,"

"Aku juga nggak menyangka akan ketemu perempuan keras kepala kayak kamu,"

"Thanks buat semua omongan kamu," pertahanan Natya akhirnya runtuh. Perempuan yang biasanya tidak pernah menangis di depan Genta, kini memperlihatkan sisi lemahnya. Natya mengelap air matanya dengan telunjuknya. Ia jadi kesal karena air mata ini tiba-tiba mengalir deras tidak seperti biasanya. "Aku akan coba ngomong sama Mama, supaya nggak harus ke apart kamu lagi," Natya masih menangis, tidak mau berhenti.

"Bagus,"

***

Hello! Sengaja double update karena emang masih sisa beberapa part. But, aku ngerasa harus ngubah beberapa part dan jalan ceritanya. See you soon!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 05, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Breakfast MateWhere stories live. Discover now