"Gege." Panggil Shani.
"Kenapa?" Tanya Gracia.
"Kamu beneran sayang sama aku nggak sih?" Tanya Shani lirih.
"Enggak." Jawab Gracia cepat.
"Sudah kuduga." Ucap Shani sendu.
Gracia tertawa pelan.
"Gue nggak sayang sama lo, gue udah cinta sama lo. Kalau nggak cinta, ngapain gue bela-belain nggak tidur cuma buat nunggu lo. Padahal tadi malem gue insomnia, tapi paginya gue tetep nunggu lo. Terus gue rela nemenin lo, rela jadi tempat lo manja dan masih banyak lagi. Kalau gue nggak cinta, gue ogah lakuin semua hal itu." Jelas Gracia panjang dan lebar.
Shani membenarkan dalam hati. Ngapain juga Gracia kurang kerjaan nemenin Shani kalau dia nggak cinta?
"Aku cuma takut Ge, ketika aku sudah jatuh terlalu dalam pesonamu, tapi ternyata kamu nggak cinta sama aku." Lirih Shani.
"Nggak ada yang bisa memisahkan kita Shani, kecuali malaikat maut telah melaksanakan tugasnya untuk mencabut nyawaku." Ucap Gracia meredam semua ketakutan Shani.
"Maaf Ge, aku cuma takut kamu pergi." Shani terisak dalam pelukan Gracia.
"Jangan takut Shani, gue disini, sama lo." Gracia mengusap-usap kepala Shani dengan lembut.
Shani tertidur setelah menangis cukup lama. Gracia sedikit kasian karena Shani pasti lelah. Jadi Gracia memutuskan untuk memeluknya sampai Shani bangun nanti.
***
Shani terbangun di sore hari dengan mata yang sedikit sembab. Dia merasakan keningnya dicium beberapa kali oleh Gracia.
"Akhirnya bangun juga." Ucap Gracia.
"Gege." Rengek Shani.
"Kenapa sayang?" Tanya Gracia.
Pipi Shani merona mendengar panggilan Gracia. Dia tidak jadi berbicara, malah menyembunyikan wajahnya di leher Gracia.
"Kok malah malu-malu sih? Mau apa Shani?" Kekeh Gracia.
"Laper." Jawab Shani.
"Lepasin dulu pelukannya, mau masak buat kamu." Ucap Gracia.
"Nggak mau lepas." Rengek Shani.
"Katanya laper, mau makan apa enggak?" Gracia menghela nafas.
"Ambilin hp." Pinta Shani.
Gracia mengubah posisinya lalu meraih hp Shani yang ada di nakas. Setelah itu dia menyerahkan hp itu ke Shani.
Terlihat Shani menelepon Jinan untuk mengantarkan makanan ke rumah Gracia. Tidak lupa Shani shareloc ke Jinan.
"Nah udah, sekarang kamu diem. Nggak akan aku biarin kamu pergi." Shani memeluk Gracia posesif.
"Kebanyakan nangis jadi agak gila otaknya." Ledek Gracia.
"Gila gara-gara jatuh cinta sama kamu." Ucap Shani datar.
"Kalau ngegombal jangan datar gitu dong mukanya, jatuhnya lucu." Kekeh Gracia.
Tidak sampai 10 menit terdengar ketukan pintu. Shani terlihat heran dan bingung, bagaimana Jinan bisa secepat ini? Shani menahan Gracia yang ingin membukakan pintu.
"Aku aja." Ucap Shani.
Gracia mengangguk membiarkan Shani yang membukakan pintu. Gracia mengikuti Shani dari belakang. Shani membuka pintu dan langsung membulatkan matanya.
"Lo siapa?" Tanya Shani.
"Harusnya gue yang tanya, lo ngapain di rumah calon pacar gue?"
Shani sepertinya mengenali suara ini. Dia mengangkat tangannya dan menunjuk wajah gadis di depannya.
"Anin?!" Kaget Shani.
"Lo Shani? Ngapain lo di rumah calon pacar gue? Pergi lo!" Anin langsung nge gas.
"Gracia kan pacar gue? Emang salah gue main kesini?" Tanya Shani sinis.
Gracia sejak tadi hanya duduk sambil menikmati keributan di depannya. Daripada dia nanti ikut kena semprot, lebih baik Gracia menonton saja.
"Halu lo!!" Sentak Anin.
"Jangan bikin gue marah ya." Shani hampir saja ingin mengeluarkan apinya.
Melihat keadaan mulai panas, Gracia bangkit dan berdiri di antara Shani dan Anin. Dengan wajah malasnya, Gracia menatap keduanya secara bergantian.
"Silahkan kalian ribut, tapi jangan di rumah gue." Ucap Gracia dingin.
"Anin! Gue udah bilang sama lo, gue nggak suka sama lo, jadi berhenti ngejar-ngejar gue." Tegas Gracia.
"Satu lagi!! Gue udah punya pacar dan ini orang." Gracia menunjuk Shani. "Shani ini pacar gue."
Anin tertawa pelan, Gracia pasti mengada-ada.
"Jangan bohong Gre!" Anin emosi.
"Pergi dari rumah gue. Pergi baik-baik atau gue bakal usir paksa lo dari sini." Gracia berucap dengan nada yang sangat dingin.
"Gak akan Gre." Tegas Anin.
Gracia yang sudah muak dengan Anin langsung memukul wajahnya dan setelah itu menarik kerah belakang baju Anin. Gracia menyeret Anin dengan kasar supaya keluar dari area rumahnya.
Shani melongo dengan apa yang baru saja Gracia lakukan, Shani jadi takut. Setelah menyeret Anin keluar, Gracia kembali ke rumah. Dia menatap heran Shani yang masih berdiri mematung di depan pintu.
"Masuk sini." Gracia menarik tangan Shani untuk masuk ke dalam rumah.
Gracia mendudukkan Shani di sofa, setelah itu dia ikut duduk dan memainkan hpnya. Shani yang sudah selesai melamun tiba-tiba memeluk Gracia dari samping.
"Kamu kalau marah serem." Ucap Shani lirih.
"Ngaca mbak." Kekeh Gracia.
"Kamu serem, soalnya kamu jarang marah." Ucap Shani.
"Kenapa? Lo takut?" Tanya Gracia.
Shani mengangguk dalam pelukan Gracia.
"Kan marahnya nggak sama lo, nggak usah takut ya." Ucap Gracia.
Lagi-lagi Shani hanya mengangguk sebagai jawaban. Terdengar ketukan, Gracia beranjak untuk membukakan pintu.
"Hay Ge." Sapa Jinan.
"Hay juga Jinan." Sapa balik Gracia.
"Ini Ge, mau nganterin makanan." Ucap Jinan.
"Makasih ya Nan, mau mampir dulu?" Tanya Gracia.
"Makasih tawarannya Ge, tapi gue harus cepet balik." Jawab Jinan.
"Hati-hati kalau gitu." Ucap Gracia.
"Duluan ya Ge." Pamit Jinan.
Gracia membawa makanan dari Jinan ke dapur. Setelah itu menyiapkannya ke piring. Baru lah dia mengajak Shani untuk makan.
"Suapin." Pinta Shani.
"Punya pacar manja banget dah." Gerutu Gracia tapi tetap mengambil alih piring Shani.
"Aaaaa." Gracia mengarahkan suapan pertama.
Shani menerimanya dengan senang hati. Apapun yang terjadi Shani tidak akan melepaskan Gracia. Shani manja saja Gracia selalu protes tapi tetap memanjakannya. Shani tidak akan membiarkan Gracia direbut oleh siapapun, bahkan Anin sekalipun.
"Anin, Anin. Mulai sekarang kita Enemy."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARA MERAH DAN BIRU [END]
FantastikAku belum pernah merasa sehancur ini. Melihat dia yang meregang nyawa di depanku hanya untuk menyelamatkan aku yang bahkan belum bisa memberinya sebuah kebahagiaan. Aku mengecewakan dia, aku membuatnya marah, aku membuat dia putus asa, dan kini aku...