2

3 1 0
                                    

"heh! Beraninya main ginian sama bocah! Udah gede! Masih ngurusin semut kek gue, huuuu!"

Plakk

'Shhh'

"Bocah cilik berani campuri urusan saya! Tau apa saja kamu?!"

"Gue? gue g tau apa apa, dan gue bukan bocah"

"Minta diamplas mulutnya bos"

"Diam"

"Sekali lagi saya tanya, tau apa saja kamu?"
Nadanya terdengar tenang, tapi tersirat jelas sedang menahan amarah.

"Udah gue bilang berkali kali, Lo salah orang!"

"Jelas jelas penguntit itu kamu, bagaimana bisa kamu mengatakan bahwa itu bukan kamu"

"Oh tunggu, Lo orangnya?"

Plakk

"Berikan dia pelajaran sampai dia mengatakan siapa yang menyuruh nya, jangan biarkan kejadian dulu kembali terulang, mencari berandal ini tak mudah!"

lalu aku melihat dia melenggang pergi.
Entah kemana, yang pasti setelah langkahnya meninggalkan tempat ini, disitu dimulai lah berbagai siksaan dan pertanyaan yang jelas aku sendiri tak tahu menahu apa itu.

"Bedebah! Aku tidak tau!"

"Pembohong cilik!"

Bughhh
Plakkk
Sssstttt

"Anjing!"

"Beraninya sama cewe! Buka ikatan ini dan kita duel!"

Entah mengapa preman preman ini menurut, dan dengan tampang bengisnya mulai memasang kuda kuda.

Jujur aku menyesal mengatakannya, karna aku disini sendirian, perempuan pula, tubuh ku kurus, bela diri saja aku tak menguasainya, melihat tubuh kekar lawan, luluh lantah sudah harapanku.

"Kuy lah gelut, hehe, Liat sini, liat mata ini, lihat baik baik"

Ingin sekali aku tertawa melihat pria pria ini menurut, tak menyangka, preman preman bertubuh kekar ini ternyata bodoh, terlalu mudah untuk dibohongi.

Karna tak bisa mengandalkan kekuatan fisik, otak cetek apa adanya ku buat sedemikian rupa agar bisa punya siasat licik.

"kau tau? Siapa yang bisa jawab teka teki ini, maka akan aku bisikan siapa yang menyuruh ku, bagaimana?"

"Baiklah, apa?"

"Tunggu bentar, gue mikir dulu"

"Emm,, Apa persamaan tukang sate sama tukang soto?"

"Sama sama jualan"

"Dikit lagi"

Aku tersenyum kecil melihat tingkah pria pria didepan mata ini, haha sungguh konyol.

"Emm sama sama tukang"

"Bhahaha bukan juga"

"Abisin aja langsung"

"Iya bener, banyak bacot"

"Wehh jangan main kasar dong"

Aku melihat mereka memasang kuda kuda, sirine siaga menyala, buru buru ku bungkukan punggung, tepat 1 detik setelah berhasil tiarap, salah satu dari mereka mulai menyerang.

Dengan otak yang memikirkan cara keluar dari gudang ini, dan mata yang memandang was was setiap gerakan mereka.

Mengamati dan menganalisis dengan cepat, lewat mana yang lebih menguntungkan dan tetap memperhitungkan langkah selanjutnya.

Menghindar tanpa menyerang, beruntung sampai sini hanya satu pukulan yang berhasil mengenai ku.

Sial, apa salah ku sebenarnya, justru kejadian itu, sangat merugikan diri sendiri.
Batin ku mengumpat.

Dengan sengaja aku menggiring mereka supaya mendekati pintu, ketika jarak ku dengan pintu hanya beberapa meter lagi, mulutku dengan refleks mengucapkan.

"Cok! Berhenti dulu! istirahat! Cape!" Ucapku ngos ngosan,

"Oke, kita juga cape. boleh juga sampe sini masih bisa bertahan" saut salah satu dari mereka dengan nafas memburu.

Ku biarkan saja mereka mengoceh tak jelas, duduk selonjoran dengan senyum lima jari, mulai merencanakan siasat.

dalam imajinasi, aku menciptakan tempat yang persisi sama dengan tempat ini, dan preman preman ini ada juga didalam.

Mulai mengira ngira, antara langsung keluar tapi sangat beresiko karna tau itu terlalu ceroboh, mengalihkan perhatian tapi masih ada kemungkinan ditangkap dengan cepat, pergi secara diam diam, kemungkinan berhasil kecil,

karna mereka ada 1 2 3 4 5 6 eh anjir banyak amat, ujarku dengan menghitung satu satu preman preman ini.

Berfikir keras dan ingin memantapkan pilihan tapi masih tidak yakin, karna semua pilihan memiliki resiko masing masing.

Memperhitungkan kembali, dan memilih pilihan ke dua, ya aku tau sekali, kemungkinan besar akan tertangkap, tapi aku tau tempat persembunyian setelah berhasil keluar dari sini.

"aaaaa!!! KECOAK!!!" Teriakku berpura pura.

"Eh sapi sapi"

"Mana kecoak mana"

"Kecoak dungul bukan sapi"

"iii kecoak, kabur kabur"

"Itu dibelakang kepalanya si kaos ijo" teriakku lagi.

"aaaa"

Bughhh

"Weh sialan, ngapa pala gua dipukul, gua pake kaos item, noh kaos ijo"

"Lah iya ya"

Ditengah keributan, tak ada yang menyadari, aku sedang mengendap endap untuk keluar.

Hati ku bersorak gembira dan mempercepat langkah.

Setelah cukup jauh dari lokasi, berhenti dan tertawa terbahak-bahak mengingat hal barusan.
             *"*
Di tempat lain.

"Mana kecoak nya kampret!"

"ga ada, wah kita kena tipu"

"Sialan, cepat kejar"

"Anjir anjir ga gajian lagi bulan ini, sialan!"

            *"*
Dengan cepat aku menyudahi tawa ini, aku mendengar suara orang berlarian ke arah ku, ketika menengok kebelakang, terkejut karna preman preman sudah ada dibelakang mengejar dengan raut bengisnya.

"Ah sial!"

Aku mulai berlari berusaha sejauh mungkin dari mereka, langkah selanjutnya adalah bersembunyi, tapi rencana ini harus diputar balikan, waktu yang terus berjalan dan preman preman yang terus mengejar membuat ku kembali memutar otak.

Beberapa meter dari tempat ku saat ini ada gubug tua, aku melihat ada wanita paruh baya disana, ingin rasanya berlari dan bersembunyi disana, tapi waktu tak menyempatkan untuk sekedar berlari dan bersembunyi, karna preman preman itu sudah terlihat dari pertigaan gang, mau tak mau harus tetap berlari dan memutar otak kembali.

Sampailah menginjakkan kaki di gedung tua, dari penglihatanku aku melihat ini bekas rumah sakit, tau kalau waktu terus berjalan, mencoba masuk dengan mendobrak pintu yang ternyata tidak terkunci, jadilah terjungkal ke depan hingga bibir ini bercumbu dengan lantai.

Sialan, Berdebu sekali!. Batin ku berteriak kesal.

Mendengar langkah beramai ramai datang dari arah timur, tak sempat untuk berpikir, kaki ini langsung tancap gas mengikuti jalan yang tak tau mau kemana.

Tujuan ku sekarang cuma satu, bebas dari kejaran preman preman bejat itu, pergi sejauh mungkin dari jarak pandang mereka.

Merasa tak ada yang mengikuti, menengok kekanan dan kekiri memastikan tak ada orang dan setelah yakin, kududukan bokong yang sedari tadi pegal karna tak terbiasa berlari sepanjang dan selama ini.

Meluruskan kaki, dan memijatnya perlahan, hingga tak menyadari ada sosok lain dibelakang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang