Cewek-cewek di kelas iri padaku. Katanya, aku seharusnya bersyukur karena memiliki sepupu yang modelnya seperti Tristan. Namun... Ah, kalian bisa menilainya sendiri.
"Wow! Aran! Kau benar-benar memiliki kekuatan es!" Tristan berseru heboh.
Aku diam tak bergerak, lalu perlahan-lahan melepaskan tanganku dari pagar tanaman yang sudah terselimuti oleh bunga-bunga es berwarna putih itu.
"Ini luar biasa!" katanya. "Kau memiliki kekuatan api dan es!!"
"Lalu." Aku mulai bisa bersuara. "Sekarang bagaimana jika ada orang yang melihat ini? Bagaimana bisa bunga-bunga es di cuaca sepanas ini? Di tengah-tengah jalan seperti ini? Dan... lagi pula negara kita berada di garis khatulistiwa, tidak ada musim salju di sini!"
"Kita kabur." Tanpa menunggu respon dariku, dia lari tunggang langgang menuju rumahnya.
Bagaimana penilaian kalian tentangnya sekarang?
Ditinggal sendirian seperti ini membuatku mendadak menjadi bingung. Aku melihat ke sekeliling, tidak ada siapa pun di sekitar sini. Kemudian aku pun ikut berlari menuju rumah. Berharap tidak ada seorang pun yang menyadari ada bunga-bunga es yang menyelimuti pagar tanaman itu.
Ketika sampai di rumah, Bunda tidak ada. Aku mengirimkannya chat untuk bertanya. Katanya dia pergi ke rumah kakek Ali, ada urusan. Bunda pun sudah menyiapkan makan siang untukku: bakso. Katanya aku tinggal menghangatkannya saja di ke dalam microwave. Jadi aku melakukan hal itu.
Tidak ada yang terjadi di dalam rumah. Tanganku tak lagi membekukan sesuatu yang aku pegang. Ini cukup aneh sebenarnya. Aku jadi semakin tidak sabar ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada diriku.
Aku meletakkan mangkuk baso yang baru saja dihangatkan di dalam microwave dengan menggunakan sarung tangan dapur. Kemudian aku pergi ke kamar untuk berganti baju, sambil menunggu bakso agak lebih dingin. Manusia itu aneh, ya. Mereka menghangatkan makanan agar lebih enak ketika dimakan. Tapi setelah dihangatkan, mereka membiarkannya dulu agar lebih dingin. Aneh.
Setelah berganti pakaian, aku memakan bakso tersebut di meja makan. Dan suhunya pas: tidak terlalu panas, juga tidak bisa disebut dingin.
Setelah acara makan siang itu, aku menginginkan sesuatu yang dingin-dingin untuk diminum. Aku berjalan menuju dapur dan menghampiri lemari es, lalu membukanya dan mencari sesuatu yang bisa diminum. Mataku menemukan minuman kaleng bersoda. Kelihatannya enak. Aku pun mengambilnya. Kubuka tutup bagian atasnya dan mulai meminum. Namun ada yang aneh, minuman ini sama sekali tidak terasa dingin, tapi terasa....
Aku menjatuhkan minuman kaleng tersebut sampai isinya berceceran di atas lantai. Asap mengepul dari kaleng yang sekarang ringsek tersebut. Bukan asap dingin, melainkan asap panas. Air soda yang ada di dalam minuman kaleng itu terasa hangat. Padahal aku yakin sekali, bahwa aku baru saja mengeluarkannya dari dalam lemari es, dan bukan dari dalam microwave.
Tak sengaja mataku melihat ke arah telapak tangan kananku. Tangan yang baru saja memegang kaleng yang sekarang ringsek dan mengeluarkan asap hangat di atas lantai. Tangan kananku berwarna sangat merah, seperti kepiting rebus. Aku melihat sesuatu berwarna kuning terang bergerak-gerak di dalam telapak tanganku. Sebenarnya apa ini?
Aku mencoba menggerak-gerakkan tanganku. Aku pikir tanganku kepanasan atau semacamnya. Tapi aku sama sekali tidak merasakan apa-apa. Hanya tanganku yang biasa. Aku ingat apa yang pernah dikatakan oleh Anty: kepemilikan. Apa ini yang disebut kepemilikan? Tapi kenapa tangan Tristan tidak mengeluarkan api atau es sepertiku? Tangannya malah terselimuti oleh baja hitam berbentuk aneh. Dan Nova, dia malah berubah menjadi tikus. Ramdhani, Maman, dan Anty, bisa mendatangkan senjata entah dari mana datangnya. Putri? Bisa mengembalikan tempat yang tadinya hancur kembali seperti semula. Apa kepemilikan setiap orang itu berbeda-beda? Dan aku bertanya-tanya, kenapa kepemilikan itu bisa muncul tiba-tiba padaku, Tristan dan Nova?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aran Alali #1: Hujan Darah Iblis
Фэнтези[SELESAI] [FANTASI] [13+] "Aku pikir, hidupku normal seperti remaja empat belas tahun lainnya. Hanya memusingkan tentang pacaran, jerawat, bermain, dan sebagainya. Tapi, hidupku lebih daripada itu." Aran, seorang remaja yang kehidupnya seketika ber...