"Terima kasih, dok. Maaf ngerepotin subuh-subuh begini," kata Yeji dengan sopan ketika mengantar dokter yang tadi dipanggilnya. Dia mengantarkan dokter itu sampai ke pintu apart-nya.
"Iya sama-sama Mbak. Sudah menjadi tugas saya," kata dokter perempuan itu. "Tapi Mbak.."
Alis Yeji terangkat. "Ya?"
"Coba tanyain lagi deh sama kakaknya, apa iya dia jatuh dari motor, dan bukan karena dikeroyok? Itu kayak bekas luka dikeroyok dua apa tiga orang gitu."
Yeji kaget. Dua tiga orang? Padahal yang nonjok Donghan sampai babak belur gitu cuma satu orang. "Ya nanti lah dok saya tanyain lagi ke kakak saya. Sekarang lebih baik dia istirahat dulu kan?"
"Iya, bener Mbak. Duh maaf ya Mbak. Saya kok jadi kayak kepo banget sama urusan orang," dokter itu tertawa kaku.
Yeji tersenyum. "Gapapa dok. Saya malah takjub banget, dokter bisa ngira-ngira kakak saya lebamnya karena apa."
Dokter itu lalu tersenyum. "Soalnya saya sering ngeliat lebam yang begituan Mbak. Tuh kan saya mulai nyerocos lagi. Saya pamit ke klinik lagi ya Mbak. Dan jangan lupa obatnya ditebus. Karena yang saya bawa itu cuma untuk sekarang ini, sekali makan. Biar setelah itu Mas-nya bisa lanjut lagi makan obatnya."
Yeji mengangguk. "Iya dok."
"Saya permisi ya Mbak."
"Iya dok. Hati-hati."
Yeji pun menutup lagi pintu apart-nya. Dia kemudian meregangkan badannya dan menguap. Sudah lewat jam dua malam ketika dia melirik ke jam dinding. Untung aja gedung ini punya klinik sendiri dan selalu ada dokter yang berjaga disana. Jadi Yeji gak harus repot-repot bawa Donghan ke rumah sakit, atau menunggu dokter dari rumah sakit.
Sejak Yeji ada disini, Donghan memang jarang pulang ke rumah. Apalagi Mamanya udah gak ada, tambah gak niat Donghan pulang ke rumah. Yeji pun sama sekali gak keberatan Donghan tinggal disini bersamanya. Kan lumayan, sekalian ada yang jagain. Dan Donghan bukan orang lain, tapi sepupunya sendiri.
Yeji membuka pintu kamar Donghan dengan perlahan. Dia berjalan mendekati kasur dan meletakkan segelas air yang dia bawa ke atas nakas. Yeji lalu duduk di pinggir kasur dan mencoba membangunkan Donghan.
"Bang," panggilnya pelan. "Bangun bentar yuk? Minum obat dulu. Abis itu lo tidur aja lagi."
Mata Donghan terbuka perlahan. Sumpah rasanya kaku banget, terus perih dimana-mana. Donghan sesekali menahan nafas dan menelan ludah dengan susah payah setiap kali menahan sakit di beberapa bagian wajahnya.
"Ayok gue bantu," kata Yeji lalu mulai membantu Donghan bangun. Yeji dengan sigap meletakkan bantal ke kepala tempat tidur agar Donghan bisa bersandar dengan nyaman.
Yeji kemudian sibuk mengeluarkan obat yang diberikan dokter. "Ini obat yang dikasih dokternya. Nanti kalo udah terang baru deh gue tebus resep yang dikasih dokter. Sekarang gue malas keluar. Mana gelap, dingin.. nah ayo makan.." gerakan Yeji berhenti. Tangan kanannya menggantung di depan Donghan karena dia memang sedang memberikan dua butir obat pada Donghan. Gerakannya berhenti karena dia bingung melihat Donghan menangis.
"Loh bang, kenapa? Ada yang sakit?" Yeji benar-benar khawatir.
Donghan menggeleng pelan. "Gak kok. Gak ada," suara Donghan lemah banget.
"Pokoknya kalo lo sampe kenapa-kenapa, gue laporin Yuvin ke polisi."
Donghan tersenyum. "Ngapain... gak usah."
"Ya dia buat lo babak belur gini."
"Gue... gue pantas..."
"Malah jadi ngobrol kan. Ini minum dulu obatnya. Habis itu tidur lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
To Reach You
Fanfiction[‼️] Membaca = memberi vote. Terima kasih 😊 Main Cast - Kikan (imaginary female cast) Dijodohin sama Yohan padahal udah pacaran sama Donghan. Dia curhat sama Donghan tentang perjodohan itu but ended up hs with Donghan and she getting pregnant - Kim...