Aldebaran IV, putra mahkota Gondvana, biasa dipanggil Pangeran Aran karena namanya sama dengan ayahandanya. Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara; kakaknya Nilam telah meninggal sembilan tahun yang lalu saat Aran berumur tujuh belas tahun. Adiknya Alderamin yang kini baru berumur dua belas tahun tinggal bersama Ratu Meirsha di Birdaun. Keadaan fisik Alderamin tidak terlalu kuat, sifatnya pun tidak keras atau ambisius. Rival terbesarnya untuk takhta kerajaan adalah sepupunya yang seumuran, Seginus Celbalrai.
Ayah Seginus adalah kakak dari ayah Aran, raja sebelum ayah Aran. Ia terbunuh dalam perang yang lalu dengan Luraxia. Kematiannya menyebabkan ayah Aran naik menjadi raja, dan Aran menjadi putra mahkota. Sejak ia belum genap satu tahun, Seginus telah dibesarkan oleh anggota kerajaan di Kitala. Ia diperhatikan, terutama oleh jenderal-jenderal yang dulu mengabdi pada ayahnya. Setelah perang berakhir dan Nilam diserahkan, Aran juga pindah ke kota yang sama, dan mereka berdua tumbuh bersama. Namun kepribadian mereka sama sekali berbeda, dan semakin besar, tunas pertengkaran di antara mereka semakin bertumbuh.
Kitala sudah ditinggal beberapa minggu lamanya oleh Aran, dan hari ini ia kembali. Rakyat memperhatikan pasukan berkuda berbaris memasuki gerbang istana timur. Di tengah-tengah barisan itu, seorang yang bertubuh tegap dan berambut gelap itu terlihat mencolok. Kulitnya kecoklatan, terbakar matahari yang bersinar terik di atas Gondvana sepanjang tahun. Aran dengan mata zamrudnya mempunyai sesuatu dalam dirinya yang dapat menarik perhatian orang, menunjukkan kalau dirinya berbeda.
Desas-desus mengatakan, ia baru pulang dari Ibukota Birdaun untuk menemui sang raja. Pasukan armada laut yang berbasis di Kitala sedang ramai membicarakannya. Sudah sekitar dua atau tiga tahun Aran tidak mengunjungi Birdaun. Rakyat menebak, Aran sudah tidak sabar unjuk gigi pada kerajaan di utara.
Jenderal Rastaban yang menyambut Aran di gerbang istana adalah salah satu yang paling tidak sabar mendengar kabar sebenarnya. Dirinya adalah salah satu jenderal terpenting setelah Aran dalam pasukan berkuda Gondvana, dan peperangan jelas adalah hal besar untuk dirinya. Setelah Aran dan dirinya turun dari kuda, niat Rastaban untuk bertanya tiba-tiba terputus dengan kedatangan lain yang tiba-tiba.
Pasukan lain yang lebih kecil memasuki istana. Aran hanya melayangkan pandangan singkat sebelum terus berjalan masuk ke dalam istana. Rastaban, di sisi lain, berhenti dan memilih untuk menyambut terlebih dahulu.
"Selamat datang kembali, Pangeran Seginus," Jenderal Rastaban membungkuk seadanya ke arah sosok yang baru datang itu. Rastaban tersenyum, "Sudah sebulan sejak terakhir hamba bertemu."
Melompat turun dari kudanya, Seginus melepas jubah dan menyeka keringat dari keningnya. Rambutnya yang panjang sebahu masih terikat berantakan ke belakang. Garis-garis wajahnya mirip dengan Aran, yang sangat berbeda hanya aura yang diberikan olehnya. Ujung bibirnya yang tertekuk ke atas memberikan kesan bahwa ia terlalu tersenyum.
Seginus menatap Rastaban sekilas sebelum ikut berjalan masuk ke dalam istana. "Apa yang membuat Aran begitu ketus?"
"Belum ada yang tahu apa yang terjadi di Birdaun. Putra Mahkota baru saja pulang."
"Ah, ya, tentang itu. Memang hal yang jarang, Aran mengunjungi Baginda Raja."
"Tampaknya pertemuan mereka tidak berakhir sesuai keinginan Putra Mahkota. Desas desus mengatakan, Putra Mahkota merencanakan sesuatu berkaitan dengan perang...."
Kata-kata Rastaban terhenti ketika mereka sampai di ruang tengah. Aran sedang berdiri di depan meja panjang, membuka sarung pedang dari ikat pinggangnya.
"Jika yang sedang kalian bicarakan adalah mengenai diriku, apa tidak lebih baik membuat Pangeran Seginus bertanya langsung padaku, Rastaban?"
"Maafkan hamba, Pangeran."
"Lain kali, berpikirlah sebelum menyebarkan desas-desus tidak berdasar."
Rastaban membungkuk dan menyingkir ke pinggir ruangan. Seginus maju mendekati Aran dan duduk di kursi terdekat yang panjang dan rendah. Melepaskan sepatunya, kaki Seginus menyentuh lantai keramik di bawahnya yang sejuk, sebelum mengangkatnya ke atas bantal besar yang didudukinya. Kepalanya beristirahat di tangan kursi, matanya menatap Aran sambil tertawa.
"Kau bahkan lebih kaku dan pemarah dari biasanya, sepupu."
Aran tidak menjawab apa-apa. Ia mencabut pedang dari sarungnya dan mulai mengelapnya. Sementara prajurit-prajurit lainnya bersiap di ujung ruangan, Rastaban berkata pada Aran, "Kalau begitu, hamba akan ke pelabuhan, Pangeran."
"Baiklah," Aran membalas seraya menatap Rastaban. "Aku akan menyusulmu sebentar lagi."
Mata Seginus mengikuti Rastaban keluar dari ruangan itu, kemudian kembali pada Aran.
"Aran, kau tidak mempunyai apapun untuk dikatakan padaku? Padahal sudah satu bulan sejak aku pergi. Tidak rindu sama sekali padaku, hm?"
"Apa yang harus kukatakan pada pangeran sepertimu?" Mata Aran berkilat marah. "Tiga bulan yang lalu sebelum aku pergi tiba-tiba kau menghilang dari istana tanpa pemberitahuan apapun. Seginus, kau tahu aku yang bertanggung jawab atas dirimu! Ayahanda menginginkanmu untuk terlibat dalam pasukan, tetapi yang kaulakukan di Kitala hanya merayu wanita. Lalu ketika kau menghilang, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan pada tetua dan Ayahanda — melaporkanmu diculik atau mati?"
Seginus tertawa. "Aran, kau tidak perlu mengurus orang dewasa sepertiku seperti kau mengurus adikmu Alderamin."
"Tetapi jelas, kau jauh dari dewasa."
"Aku berada di Algorab bukan tanpa alasan. Dengan mencari informasi tentang Luraxia di sana, aku bisa dibilang sedang membantumu."
Aran berkata dengan nada yang meninggi. "Membantuku, dengan secara berkala mengunjungi rumah-rumah prostitusi Algorab? Dan jangan kaukira aku tidak tahu tentang penginapan Sadakhbia milikmu itu. Jangan bilang semua intan warisan ayahmu digunakan untuk membeli tanah-tanah kotor Algorab dari para bangsawan utara!"
"Ah, ternyata kau juga tahu tentang Sadakhbia," Seginus berkata tenang. "Tanpa kausadari, Algorab sangat bernilai, sepupu. Aku beruntung Rauffe cukup murah hati untuk membiarkanku merajalela di sana. Tapi bisa kupastikan aku berada di sana bukan untuk sia-sia."
Aran tidak menjawab lagi, mengambil sarung pedangnya dan berjalan ke arah bagian lain istana. Seginus kemudian memejamkan matanya, masih dengan senyum di bibirnya. Setelah perjalanan panjang yang baru dilaluinya untuk kembali, ia merasa perlu tidur sejenak, dihibur para dayang yang sigap mengipasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lapis Lazuli (COMPLETE STORY)
FantasyCOMPLETE STORY Silakan menikmati cerita ini dari awal hingga tamat! Arleth Blancia, seorang putri dari Luraxia, hanya ingin hari-hari yang damai bersama kakaknya. Aldebaran, seorang putra mahkota dari Gondvana, ingin membuktikan dirinya layak dengan...