Kastil Prescia berada di puncak gunung, sementara penduduk kota Prescia menyebar di sekelilingnya hingga ke kakinya. Biasanya Hugues bisa melihat seluruh kota dari jendela di hadapannya, namun tidak untuk hari ini. Bahkan sinar matahari sore pun tidak bisa menembus kabut tebal yang menyelimuti. Hugues hanya bisa memperhatikan para prajurit berlalu-lalang di batas luar kastil, mengenakan mantel yang lebih tebal dari biasanya.
Semua kabut itu tidak menghibur suasana hati Hugues. Hingga hari ini Rauffe masih belum bisa mendapatkan Lethia. Dengan waswas Hugues menunggu setiap hari, jangan-jangan Aldebaran mengutus ajudannya untuk menagih apa yang belum Hugues beri.
Hugues kembali ke tempat duduknya, menyeruput anggur kesukaan Rauffe yang telah tertuang dalam dua gelas antik. Ia mempertahankan wibawanya ketika Rauffe memasuki ruangan dan ikut duduk bersamanya. Melirik wajah Rauffe yang puas itu menyeruput teh, rasa penasaran Hugues sudah tidak terbendung lagi.
"Balvier akan datang," Suara Hugues terdengar rendah. "Aku tahu dirinya akan membawa hampir seluruh pasukan perang, lengkap dengan persenjataannya kemari, karena adiknya hilang."
"Tidak apa-apa. Dia memang biasanya pintar," Rauffe menggigit camilan pendamping tehnya. "Tetapi ketika marah, ia bodoh. Lagipula, aku akan memastikan kalaupun ia benar-benar menyusul ke Prescia, adiknya sudah tidak ada di sini."
Hugues mengelus janggutnya. "Dan untuk itu kau perlu membawa Lethia secepatnya kemari, dan mengirimnya dengan semua intan susulan itu. Kukira aku bisa mengandalkanmu. Ternyata kau sekedar membuatku tenang, tidak lebih."
"Ah," Rauffe tersenyum, tersanjung. "Aku membuatmu tenang? Berkata seperti itu dapat merendahkan wibawamu, Hugues."
Hugues berdiri dari kursinya, merapikan jubahnya yang tebal. "Aku akan memanggil pasukan dan pulang ke Gentieu sekarang. Dari sana, aku akan mencari cara untuk mendapatkan Lethia. Berada di sini juga pemborosan waktu."
"Kau benar-benar mengira aku tidak melakukan apa-apa? Selama ini, apa kau kira aku hanya bersantai dan meminum teh sepanjang hari?"
"Bukankah memang itu yang kaulakukan?"
Rauffe tertawa terbahak. "Kau benar."
Melihat wajah Rauffe yang sedang tertawa, Hugues benar-benar naik darah. Di saat seperti ini, dia masih bisa tertawa? Mungkin hanya dia yang tidak mempunyai istri dan anak yang harus dilindungi, tetapi apa itu membuatnya tidak takut pada amukan Gondvana?
"Sudah lama sejak aku melihat napsu membunuh sebesar itu dari dirimu, Kakak," kata Rauffe masih tertawa. "Hugues, besok Lethia dan intan susulan akan dikirim pada Gondvana. Bukankah aku begitu baik?"
Hugues terpaku di tempat, matanya menatap mata Rauffe. Mata biru itu selalu seakan menyimpan arti lain. Seketika Hugues mengerti semuanya, ia bergegas berjalan ke arah pintu keluar dan membukanya. Dari atas tangga putar yang panjang di hadapannya, ia melongok ke bawah.
"Giulles, kau terlalu lama," Rauffe menegur, suaranya menyusul kemuculannya di belakang Hugues.
Sejak Ayahandanya meninggal, Lethia dipindahkan ke kastil Balvier di Assori. Sejak itu, Hugues tidak pernah melihat Lethia lagi. Sekarang adik tirinya itu muncul di hadapannya bersama Jenderal Giulles, jenderal yang ia tahu adalah kepercayaan Balvier. Hugues menggertakkan giginya. Sekarang ia mengerti mengapa Rauffe begitu percaya diri ia bisa menculik Lethia dengan mudah: ia telah memiliki Giulles di dalam Assori sejak dulu.
Dengan gaun yang kotor, kedua lengan Lethia diikat erat oleh prajurit Rauffe. Ia dijaga ketat dan ditahan tombak-tombak. Menunduk lunglai, Lethia seperti sudah tidak mempunyai kekuatan.
Giulles yang berdiri di depan Lethia, menunduk ke arah Rauffe. "Jenderal Aguinare benar-benar mempersulit perjalanan hamba. Beberapa prajurit Assori berhasil melarikan diri dan mengejar Pangeran Balvier untuk melapor. Mungkin sekarang Pangeran Balvier sedang menyusul kemari."

KAMU SEDANG MEMBACA
Lapis Lazuli (COMPLETE STORY)
FantasiCOMPLETE STORY Silakan menikmati cerita ini dari awal hingga tamat! Arleth Blancia, seorang putri dari Luraxia, hanya ingin hari-hari yang damai bersama kakaknya. Aldebaran, seorang putra mahkota dari Gondvana, ingin membuktikan dirinya layak dengan...