Tiga Puluh Tujuh

444 39 2
                                    

Gusna's POV

Tiga hari berlalu, aku tidak masuk sekolah. Kesehatanku memburuk, dan mentalku sangat kacau. Aku tidak sanggup jika harus bertemu orang-orang, terutama mereka yang malah akan membuatku merasa semakin sakit.

Siang berganti malam, pagi berganti petang, kemarin berganti esok. Waktu berlalu begitu lambat sekaligus cepat, tergantung sedang apa, dan berada di posisi apa dirimu. Einsten bilang bahwa waktu itu relativitas, jika dirimu sedang berbincang dengan wanita cantik, seharipun terasa seperti sejam. Tetapi jika dirimu tengah berada di situasi yang menakutkan dan sulit, semenit terasa seperti seharian.

Begitupun dengan diriku, waktu bahagiaku bersamanya yang terbilang lama untuk hitungan matematika, terasa seperti slide yang digerakkan cepat dalam apikasi presentasi. Sedangkan sekarang, ketika aku merasa terluka, renggang dan jauh darinya, waktu yang terbilang pendek dalam hitungan matematika, terasa seperti waktu yang panjang, mencekik, dan menghabiskan umur dengan sia-sia.

Ku seruput lagi teh hangat yang aku buat, sederhana, hanya satu kantong teh, dua sendok gula, dan segelas tinggi air panas. Mereka Bersatu, saling berikatan, memberi warna, kehangatan, dan rasa manis. Aku yakin siapapun yang menikmatinya akan merasa sedikit lebih baik. Sesungguhnya sesederhana itulah Tuhan memberikan kenikmatan bagi makhluknya.

Kuperhatikan satu persatu manusia yang lalulalang di jalan dari loteng rumahku, kutatap ekspresinya satu persatu. Rasaku beratanya-tanya, apa mereka tengah merasakan apa yang aku rasakan? Apakah mereka memilki rasa yang bahagia? Apa mereka baik-baik saja? Apa mereka tidak merasakan sakit yang mengguncang di hati dan di kepala seperti apa yang aku rasakan?

Semua pertanyaan itu terus berputar-putar dalam kepalaku, hati kecilku seakan telah mengalih fungsi mulutku, sekarang ialah yang sering banyak berucap. Sedangkan mulutku, seakan sudah kehilangan energi untuk menjalankan tugasnya.

Semenjak kejadian itu aku tidak mengaktifkan ponselku, aku matikan, bahkan aku lepas batrainya dan dibiarkan berserakan begitu saja di atas mejaku. Aku sangat takut, aku begitu ketakutan, aku tidak sangup melihat orang-orang yang aku sayangi dan paling aku sayangi menjadi orang-orang yang paling menyakiti dalam kehidupanku. Ternyata menjadi manusia yang tidak tahu apa-apa sedikit jauh lebih menenangkan.

Hujan yang turun di tengah kemarau. Ini adalah anugerah, Tuhan sang maha mengetahui, dia yang paling mengetahui apa yang aku butuhkan, aku butuh hiburan dari tarian hujan dan instrument angin. Mereka adalah pertujukan alam yang paling sempurna.

Pikiranku larut lagi, wajah Kantia tidak hilang dari benakku, jikapun aku ingin menghindar dengan cara terlelap tidur dan masuk ke dalam dunia mimpi. Aku salah. Mimpi ternyata jauh lebih kejam, di sana dia jauh lebih bebas mengekspreikan dirinya membuatku jauh lebbih tersiksa. Dan ketika aku berhasil memaksa diriku untuk bangun, aku disambut oleh peluh di sekujur tubuh, dan jiwa yang terasa sangat Lelah. Maka dari itu aku lebih memilih untuk memperependek jam tidurku. Karena Tidur tidak lagi membuatku bahagia.

Dua jam sehari untuk terlelap mungkin cukup, walau itu malah membuatku terlihat seperti mayat hidup yang sesungguhnya, itu tidaklah masalah. Nicolas Tesla hanya tertidur dua jam sehari, dia tidak memiliki kekasih bahkan seorang anak, namun ia bisa hidup dengan cukup panjang dengan banyak penemuan mengagumkan yang dipuji oleh banyak kalangan masyarat. Dia hanya memiliki satu tujuan, ingin memberi listrik gratis untuk seluruh warga desanya.

Mengingat itu diriku langsung terperajat, otakku tiba-tiba memiliki sebuah ide "hidup sendiri dan menjadi orang baik, sepertinya itu cukup" bibirku seketika bergumam.

"jika suatu hari aku ingin punya anak, aku bisa mengadopsi dari panti asuhan, atau bahkan jadi relawan di sana. Mengapa harus melahirkan manusia jika banyak manusia yang dilahirkan namun terlantar, aku bisa menjadi jembatan dan rumah untuk tempat pulang mereka" untuk pertama kalinya bibirku tersungging dan mengucap beberapa kata lagi. Entah mengapa hatiku sedikit terobati.

The Time [GirlxGirl] (Editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang