» Prolog «

57 20 18
                                    

☆ Happy reading ☆
_____

» Prolog «

ENTAH sudah berapa lama aku mematutkan diri di depan cermin sambil terus membenahi dasi yang terasa mencekik ini. Agak aneh buatku ketika harus mengenakan kemeja putih lengkap dengan jas tuxedo hitam dan celana kain senada.

Kegiatanku baru berhenti ketika seseorang menggedor pintu kamarku dengan tidak sabar.

"Woi, Ka, ayo keluar! Jangan lama-lama!" Suara Dana makin sumbang saat dia berseru begitu. Aku mendengus dan segera membukakan pintu untuknya.

"Puas?" tanyaku malas.

Dana terdiam. Matanya menatapku bolak-balik dari atas hingga bawah, kemudian manggut-manggut dengan seringaian puas. "Oke! Lo cukup cakep hari ini untuk menyambut kesedihan."

Aku menoyor bahunya "Sialan!"

Dia cekikikan tanpa beban. "Udahlah. Yok kita berangkat. Dia pasti nyariin lo." Aku mengangguk. Tanpa memberi aba-aba lanjutan, Dana mendahuluiku. Setelah menutup pintu kamar, aku mengekornya menuju lokasi pernikahan yang berlokasi di taman dekat perumahan.

Dana sudah menghilang di dalam kerumunan saat aku tiba. Di depan ambang lengkung yang penuh bunga mawar putih, tidak hanya penerima tamu yang menyambutku, rupanya si pengantin wanita juga menghampiriku sambil berlari kecil.

Jujur, melihatnya tampil menawan dalam balutan gaun pernikahan berwarna putih-perak itu membuatku terpesona. Rambut panjangnya terlihat disanggul. Dan make-up natural serta tiara di kepalanya membuat aura kecantikan Queena bertambah ribuan kali lipat dimataku.

"Ayas udah nikah!" pekiknya dengan senyuman lebar setelah dia berdiri tepat dihadapanku sambil menunjukkan cincin indah di jari manisnya.

'Gak ada peluk lagi...'

Aku tersenyum kaku dan mengangguk pelan. Dana benar. Queena menungguku. Bukan untuk melihatnya mengucapkan sumpah bersama pria lain, melainkan menceritakan segala hal mengenai pernikahannya saat ini.

Haha... lagipula ada atau tidaknya aku di dalam lautan manusia yang menyaksikan mereka, Queena tetap akan mengucapkan sumpah untuk menjadi istri seseorang. Aku saja yang bodoh, masih berani berharap meski jelas-jelas sama sekali tak memiliki kesempatan.

Dasar si tukang cari penyakit.

Dalam diam, selagi berjalan di sebelahnya dan mendengarkan ocehan Queena tentang rencana-rencana yang suaminya berikan, aku juga menyadari bahwa perih di hatiku tidak dapat disembunyikan. Untuk kesekian kalinya, aku berusaha menerbitkan senyum sebahagia yang Queena tampilkan.

Dan untuk kesekian kalinya pula, aku patah hati tanpa dia ketahui.

'Dia... benar-benar udah jadi milik orang lain, ya?'

Hazelia's note:
Hellow, hellow!
Hazel is comeback, yow!
Oke, kayanya gue mulai keselek huruf w〒_〒

Jadi, ini adalah cerita kesekian gue yang udah ada idenya dari gue SMP tapi belom kerilis sampe gue bangkotan. Dan ini adalah cerita pertama dari broken heart series-beneran gak bikin kalian banjir air mata, kok.

Udahlah, daripada kebanyakan cincong, mending lo vote chapter ini, komen sekalian kalo jari lo masih berfungsi sebagaimana mestinya. Dan gue yang selalu ngelunjak ini juga mau dong kalo di follow (○゚ε゚○)

• earth's moon •

Beautiful Scars (BHS #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang