Pelangi

134 8 0
                                    

Lengkungan indah separuh melingkari bumi seperti setengah lingkaran berbaris rapi warna-warni memikat hati untuk menarik pandangan melihatnya lama, mencari dimana berpangkal dan dimana pula ia berujung.

Sere ini begitu memukau dengan kehadirannya setelah aku kesal sebelumnya basah kuyup karna kehujanan. Benar kata orang, jika hujan turun maka pelangi akan datang setelahnya.

Aku berada dibawah awan dengan lekukan pelangi yang perlahan memudar. Aku ingin sekali membawa pelangi itu pulang agar saat aku dalam keadaan tidak baik-baik saja maka aku akan melihat pelangi itu namun sayangnya walaupun bisa, rumahku tak akan mampu menampungnya.

Aku pulang dengan wajah penuh semangat dan tubuh setengah basah, sudah seperti jemuran berjalan, setiap langkahku akan ada tetesan-tetesan air hujan yang diserap oleh pakaianku.

"Ai ... Cepat ganti bajumu!" Memberiku handuk kecil."Kau baik-baik saja?"Tanyanya padaku.

Aku tidak menjawab pertanyaan darinya, aku hanya memberi senyuman hangat.

Membuka pintu dengan cepat agar tidak semakin banyak jejak yang kubuat dilantai, menurunnya dengan perlahan lalu berlari menuju kamar mandi.

Aku melihat wajahku di cermin lalu aku tersenyum seperti indahnya pelangi yang kulihat sore ini.

"Pelangi ini lebih indah, terdapat banyak perpaduan warna didalamnya." Seruku pada diriku yang sedang tersenyum didalam kaca. "Kau baik-baik saja." Seolah berbicara dengan orang lain.

*Flash back*

"Kita putus!" Serunya tiba-tiba

"Baiklah," jawabku singkat

Aku tau, semua ini akan terjadi. Banyak hal yang akan terjadi dan sudah aku prediksi sebelumnya contohnya ini. Aku yakin sekali ia akan memutuskan hubungan ini. Dan akan turun hujan hari ini.

Aku berlalu pergi ditengah hujan yang sedang menyerangku seperti peluru meriam, menghantam ku tanpa kata ampun. Aku basah dan aku menangis didalamnya. Tak seorangpun yang tau aku sedang menangis Bahkan dia.

"Kau tak ingin tanyakan alasannya ?"
Entah sejak kapan ia dibelakang ku, aku sudah meninggalkannya sangat jauh.

Aku membalikan tubuh dengan wajah yang yang basah ditimpa hujan.

"Nggak tuh ... Dan nggk mau tau." jawabku menatapnya sangat tajam dengan wajah mengatakan aku baik baik saja.

Aku kembali melangkah meninggalkannya dengan kebingungan. Aku nggak butuh alasan, jika kau ingin pergi pergilah, aku tidak pernah memintamu untuk datang begitu juga untuk pergi.

Hujan semakin lebat, ia seperti tau aku sedang menangis hebat. Aku hanya terlihat kuat aslinya aku tak hayal hanya manusia biasa. Pacaran tiga tahun dengan proses pertemuan yang panjang berakhir dengan kata baiklah.

"Aku tidak sedang baik-baik saja" seruku pelan pada langit, hanya aku dan dia yang dapat mendengarnya. Aku terduduk dijalankan kereta yang sepi, menengadahkan wajahku menghadap langit mengadu masalahku dan perlahan membuka mata.

"Indahnya." Aku tersenyum.

***

Aku mengambil semua barang pemberiannya menyusunnya rapi didalam sebuah kotak, aku bahkan sempat memberikannya sebuah surat bertuliskan.

"Aku baik baik saja, maka bahagialah"

Aku menulisnya dengan kertas berwarna pink dan menebalkan tulisan yang menggambarkan kebalikan hatiku.

Setelah itu aku kembali dilema, aku kembali menyusun anggapan dan perkiraan kenapa dia memutuskan hubungan ini? Aku masih belum menerimanya namun kenapa aku tidak mendengarkan yang ingin ia katakan.

***

Aku terbangun di malam hari, ternyata aku tertidur saat menyusun kemungkinan ia melepaskan ku. Jam menunjukan 09.10 malam. Tak disangka aku melewatkan tiga solat sekaligus, hanya karna perpisahan ini.
Aku membenci diriku sendiri yang masih saja dihantui akan ribuan pertanyaan yang sama lalu memojokan aku yang bersalah.

Aku membuka pintu untuk menuju dapur, aku lapar karna saat pergi dari siang bersama dia aku tidak memakan sesuatu apapun hingga saat ini.

"Aku bodoh, kenapa aku nggak ngajak dia makan dulu baru putus." Ketusku dengan pelan mengusap mata yang masih belum sepenuhnya terbuka kepalaku masih pusing.

"Sayang kamu udah bangun, sini nak?"

Ayah memanggilku membuat mataku sepenuhnya terbuka aku melihat keramaian diruang tamu dan disana aku melihat ada dia. Apa aku sudah gila, baru aja tadi putusnya kenapa aku udah mulai membayangkan dia.

Aku mengusap-usap mataku memastikan itu hanya hayalan. Tidak, itu benar benar dia. Mau ngapain dia ? Aku terkejut dan lagi dia bersama dengan keluarganya.

" Mereka telah datang dari magrib tadi, tapi kamu masih tertidur." Jelas ayah padaku.

" Mereka ingin melamar mu, bagaimana menurutmu?" Tambah ibu padaku memperjelas tujuan mereka datang.

BbbAku malu, sangat malu. Mataku sembab, seperti panda padahal aku baru bangun. Baju tidur ini memutus permanen urat maluku.

"Iya, aku mau bilang ini. Tapi kamu pergi," serunya yang sangat membuat wajahku sepenuhnya memerah.

Kenapa aku tidak mendengarkan alasannya ingin Putus. Kalau saja aku dengarkan aku akan sangat bahagia saat itu. Tapi saat ini aku mau bahagia bagaimana? Malu ku menutupi kebahagiaan. Dia melamarmu, harusnya aku bahagia.

Aku berlari menuju kamar dan menutupnya keras namun entah kenapa aku kembali keluar.

"Aku mau." Dengan tersipu malu lalu kembali berlari kedalam kamar bersembunyi dari kebodohan yang membuat aku semakin terlihat aneh.

Semua keluarga terdengar terkejut dan tertawa geli dengan tingkah ku yang aneh.

Lain kali aku akan mendengarkannya dahulu. Ini seharusnya lebih indah dari pelangi yang kulihat tadi. Padanganku tertuju pada kotak hitam yang aku sisihkan didekat jendela lalu tersenyum tersipu malu. Betapa bodohnya aku.

~the end~

#hwcmenulis
#hwcbeacht03
#kamarkelinci

Cerita ini hanya fiktif belaka apabila ada kesamaan tempat maupun tokoh serta dialog mohon untuk dimaklumi. Kesalhan kata adalah typo yang mendarah daging.







Antalogi cerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang