Author pov
Sehari setelah terjadinya perkelahian antara Sabian dan Galang, Luna terlihat murung, dia menghindari semua orang bahkan Wisnu pun tidak berani menghampirinya. Sabian hanya menceritakan alasan mengapa ia bertengkar dengan Galang pada Jessica. Jessica menyuruhnya untuk meminta maaf tetapi Sabian belum berani melakukannya. Luna menjadi Luna seperti dulu. Luna yang dingin. Luna yang suka menyendiri. Luna yang tak tersentuh siapapun.
Galang yang hanya diam sebenarnya selalu memperhatikan Luna yang ada dibelakangnya tapi Luna tidak menyadarinya sama sekali. Luna hanya memfokuskan dirinya pada buku pelajaran. Luna sendiri pun tidak mengerti mengapa dia menjadi seperti ini. Dia hanya ingin sendiri.
"Luna?"
"I-iya, Bu?" Jawab Luna tersadar dari lamunannya.
"Apa kamu tidak mendengar apa yang ibu sampaikan?"
"Hmm? Maaf, Bu..."
"Kamu pindah duduk sama Sabian."
"WHAT?!" Teriak Luna yang langsung diberikan pelototan dari Bu Sari. "Eee maaf, Bu." Lanjutnya.
"Cepat beres-beres barang kamu."
"Baik, Bu."
Setelah berada di samping Luna. Luna melihat beberapa temannya juga sudah berada di tempat duduk berbeda. Tapi mengapa dirinya harus dengan Sabian batinnya. Luna merasa Sabian memerhatikannya tapi Luna tetap tidak peduli dengan itu.
"Luna, kamu harus mengajari Sabian materi hari ini sampai dia mengerti. Minggu depan akan ibu cek hasilnya."
Untuk kedua kalinya Luna terkejut. Apa-apan ini! Batinnya.
Luna sedang tidak ingin mencari keributan dan hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelah Bu Sari kembali menjelaskan materi kembali Luna beralih kearah Sabian.
"Mana yang lo gak ngerti?" Tanyanya menatap Sabian dengan datar.
Sabian membalik-balikan buku dan menjawab. "Semua, Lun."
Dan ini ketiga kalinya Luna terkejut.
Setelah menjelaskan beberapa hal kepada Sabian bel istirahat berbunyi.
"Udah ya, Lun. Udah istirahat."
Luna hanya menangguk setuju. Lagi pula dia tidak peduli apa Sabian akan mengerti atau tidak. Sabian sudah beberapa kali meminta maaf sejak tadi dan Luna pun memaafkannya tapi entah mengapa dia masih belum mau berbicara. Luna pun tidak mengerti.
Saat Luna sedang membereskan buku-bukunya, Galang duduk di kursi depannya dan Wisnu dikursi sampingnya, tentu saja masih ada Sabian di sampingnya.
"Maaf, Lun." Ucap Galang.
Entah mengapa ucapan Galang membuat hatinya sedikit luluh.
"Gue juga dari tadi minta maaf, lo bilang maafin tapi tetep diem aja." Sahut Sabian.
Apa yang mau coba lo buktiin sih, Lun? Mereka udah baik banget mau jadiin lo temennya dan lo malah bikin mereka ngemis minta pengampunan lo sekarang? Gatau diri. Batinnya.
Tanpa disadari air mata Luna menetes membuat Galang, Sabian dan Wisnu khawatir.
"Lun?"
"Lo gapapa kan?"
"Lo kenapa, Lun?"
Luna menghapus air matanya dan memandang satu persatu teman-temannya itu lalu kembali menunduk. "Gu-gue gabisa liat kalian berantem satu sama lain, gue takut." Jawabnya tersenyum getir.
Kata-kata Luna membuat Galang dan Sabian tertampar. Mereka baru menyadari ada Luna yang sangat peduli walaupun jarang diperlihatkan. Mereka merasa telah menyiksa Luna karena harus merasakan kesedihan akibat perkelahian mereka kemarin.
"Maaf, Lun. Kita gak akan ngelakuin itu lagi." Ucap Sabian.
"Gue juga minta maaf, Lun. Harusnya gue yang misahin mereka bukan lo. Tapi ya gimana? Seru, Lun."
Luna tertawa kecil mendengar jawaban Wisnu sedangkan Galang dan Sabian memukul lengan Wisnu dengan pelan.
"Maaf juga hari ini gue diemin kalian. Gue juga gak tau kenapa gue begini."
"Gapapa, Lun. Yang penting sekarang lo udah maafin kita."
"Maaf-maaf mulu udah kayak lebaran, ayok ah kita ke kantin. Keburu masuk."
Lagi. Luna tertawa kecil dengan celetukan Wisnu. Luna merasakan kelegaan dalam hatinya sekarang. Dan selama mereka menuju kantin Sabian selalu menanyakan luka yang ada di dahi Luna.
"Kepala lo bener gapapa? Nanti oleng gak?"
"Apasih lo, Bi." Wisnu beralih ke Luna "Aneh ye dia pertanyaanya."
"Gue nanya Luna bukan lo."
"Sttt, maaf ya mas, mba Luna nya buru-buru kalo mau minta foto nanti aja." Sahut Wisnu merangkul Luna.
Luna hanya tertawa melihat Wisnu dan Sabian kembali berulah.