S A T U

21.4K 1.2K 132
                                    

Aora masuk ke pintu gerbang SMA LAB dengan wajah yang terus tersenyum.

Tidak heran, senyumnya serta gelak tawanya yang manis membuat kaum adam akan dibuat terpesona olehnya.

"Eiii nanti pulang bareng gue ya."

"Ngemall yuk ntar."

"Nanti pulang jalan ke taman yok."

"Makan bareng yok."

Semua godaan para lelaki itu sudah Aora telan setiap hari.

Aora bukan tipe perempuan yang cuek dan pura-pura tidak mempedulikan jika digoda seperti itu. Justru Aora akan menanggapi apa yang mereka bicarakan, baik menanggapi dengan senang hati mau pun dengan amarah.

"Cuit cuittt," salah satu laki-laki yang bersiul menyoraki Aora.

"Ih apaan sih gasukaaa," ucap Aora sambil menghentak-hentakkan kakinya ke tanah.

"Yaampun Raaa! Makin imut deh kalo kayak gini," goda lelaki di sebelahnya.

"Uwaaa jauh-jauh!! Aora gak mauuu," Aora menangis ketakutan. Lalu berlari ke arah kelasnya sambil mengusap air mata yang terus mengalir di pipinya.

---

"Loh Raaa? Lo kenapa?" tanya Vania, sahabat Aora.

"Vania tau? Tadi ada cowo-cowo godain Aora, Aora geli, gasuka!!" ucap Aora dengan sesenggukan.

"Oh my god!! Lo nangis gara-gara gitu doang?" Vania terkekeh.

"Ih kok Vania bilang gitu doang? Geli tau, Aora sampe merinding," ucap Aora ekspresif.

"Ihh polos banget sih sahabat gue nih. Dah ah jangan pake nangis-nangis segala, ntar kantung mata lo gede loh."

"Huft," Aora menyeka air mata nya dengan muka yang kusam.

"Stop! Stop! Jangan berisik!" Pak Hasyim, kepala sekolah sekaligus wali kelas Aora memasuki kelas sebelas XII IPA 1.

Tanpa perlu peringatan ulang, murid-murid yang tergolong pandai-pandai itu langsung diam seribu bahasa, dan segera menatap Pak Hasyim dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Jadi disini Pak Hasyim mau ngenalin murid baru. Bapak harap kalian bisa membantu dia untuk mengejar pelajaran yang tertinggal ya. Silahkan masuk," Pak Hasyim mempersilahkan murid baru itu untuk masuk ke dalam kelas.

Wow...

Para ciwi-ciwi genit membuka mulutnya lebar-lebar. Mereka semua tidak ada niatan untuk mengalihkan pandangannya sedikit pun.

Bagaimana tidak. Alis yang sangat tebal, gigi yang tertata sangat rapi, dan mempunyai lesung pipi di sebelah kanan akan membuat siapapun meleleh.

*Termasuk kalian yang lagi baca ini wkwk

"Silahkan perkenalkan diri kamu."

"Nama saya Revan," singkat Revan dengan tatapan dingin.

"Kamu bisa duduk, terserah mau duduk dimana aja, asal jangan di kelas lain hehehe," Pak Hasyim tertawa terbahak-bahak dengan lawakannya sendiri.

Krik.. Krik..

Garing. Hanya ada satu kata itu di pikiran Revan dan murid-murid lainnya.

"Ok gak ada yang ketawa bapak pergi," ucap Pak Hasyim, lalu keluar tanpa mengucapkan salam penutup.

Setelah melihat Pak Hasyim sudah tidak menunjukkan batang hidungnya, Revan mulai menyusuri kelas yang terlihat rapi itu.

Revan melewati beberapa perempuan. Cantik sih. Tapi terlihat jelas bahwa mereka tipe perempuan yang sangat centil.

Saat Revan lewat, para ciwi-ciwi itu seakan tebar pesona. Bahkan ada juga yang tanpa ragu langsung memegang tangan Revan.

Revan mengerutkan dahinya, tanpa pikir panjang, lelaki itu langsung menepiskan tangannya kasar-kasar.

"Berani nyentuh gue lagi? Abis lo di tangan gue!" bentak Revan pada perempuan tadi.

Spontan Ara ketakutan. Para lelaki yang tadinya asik mengobrol langsung menatap Revan.

"Wee selow ngab," ketua kelas mereka memberi peringatan.

Revan pergi begitu saja. Tanpa ingin mengulur waktu lebih lama lagi, Revan segera mencari bangku yang kosong.

Kini posisi Revan ada di sebelah Aora. Revan menatap bangku sebelah perempuan itu dengan kesal.

"Shit! Kata tuh bapak terserah duduk dimana aja, lah ini kursi yang kosong cuma satu. Bego," batin Revan frustasi.

Tidak ada pilihan lain. Mau tidak mau Revan harus duduk di samping Aora.

"Hai, nama Aora Aora," Aora memperkenalkan diri kepada Revan.

"Hah? Maksud lo apa? Gue gak ngerti."

"Ya nama Aora Aora."

"Anjir. Kaga paham."

"Jadi Aora kalo ngomong 'aku' tuh pake nama, gak bisa kalo gak pake nama, rasanya aneh," jelas Aora panjang kali lebar.

"Ribet amat."

"Ih murid baru kok jutek siih. Seharusnya penghuni lama dong yang jutek," kata Aora tidak mau kalah.

"Bacot."

"Vaniaaa, tukeran tempat dudukkk ih. Aora gak mau sama orang kayak ginii," ucap Aora layaknya anak kecil yang sedang merengek ke ibunya.

"Monmaap nih Ra. Gue sih sebenernya mau-mau aja. Tapi kan bangku lo di belakang, kalo gue pindah ke tempat lo, gue gak keliatan kalo liat papan tulis. Tau sendiri kan gue belum beli kacamata," kata Vania seraya membalikkan badannya.

"Vaniaa kok gituuu."

"Berisik. Jangan manja," Revan berbicara tanpa menatap Aora.

"Huft!" kini Aora hanya bisa diam. Dia merasa bahwa teman sebangkunya benar-benar tidak asik.

---

Kini sudah memasuki jam istirahat. Tapi ada beberapa murid yang masih di dalam kelas, termasuk Aora.

Mereka semua sedang mengerjakan soal Matematika yang harus diselesaikan pada hari itu juga.

"Sial!" untuk pertama kali dalam hidupnya Aora mengumpat.

Jika bukan karena soal Matematika yang sulit, Aora tidak akan mengucapkan kata yang baginya kasar itu.

"Eh Revan!" teriak Aora saat melihat Revan melintas.

"Apaan?"

"Sini!" nada Aora excited.

"Apaan sih duh."

"Ini bantuin Aora ngerjain Matematika."

"Ogah banget gue. Lo pikir gampang? Tadi gue udah ngerjain tuh soal setengah mati, dan lo seenaknya nyontek?" tolak Revan mentah-mentah.

"Gak nyontek Revan. Aora cuma mau Revan bantuin Aora."

"Sama aja bego," Revan keluar dari kelas.

Kasar. Hanya satu kata itu yang ada di pikiran Aora.

Baby Girl (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang