"Saya terima nikah dan kawinnya Kaila binti Hermawan dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
Suara lantang itu masih terngiang ditelinga Kaila. Menggema mengisi seluruh ruangan di Masjid besar itu. Kini sudah 2 hari berlalu sejak akad nikah itu dilaksanakan.
"Kaila," panggil suara bariton
"Iya, mas Dewa!"
Laki-laki yang dipanggil Dewa itu terlihat dingin saat wanita yang ia panggil tepat berada dihadapannya.
"Ada apa, mas!"
"Hari ini saya akan pergi meninjau proyek yang berada di Semarang selama seminggu. Tolong titip Keira." Ucap Dewa pada Kaila
Dengan senyum tulus Kaila mengangguk, "iya mas. Aku akan menjaga Keira, kamu hati-hati disana!"
"Hmm, saya pergi! Sayang, papa pergi dulu yah!" Pamit Dewa pada Keira seraya mencium keningnya.
Sepeninggal Dewa, Kaila termenung, ini baru dua hari pernikahan tapi dia sudah ditinggalkan suaminya.
"Sayang, kamu jangan rewel yah nak, papah sedang dinas ke luar kota. Anak mama harus nurut."
...
1 tahun kemudian...
Usia pernikahan Kaila dan Dewa sudah hampir satu tahun, dan Keira pun sudah mengalami perkembangan selayaknya anak batita lainnya.
Selama menikah, Dewa masih selalu bersikap dingin pada Kaila namun berbeda pada saat menggendong Keira.
Kaila kadang merasa iri dengan sikap Dewa terhadap Keira. Namun, Kaila selalu menepis semua perasaan itu dengan lapang dada. Terkadang ia sendiri juga merasa lelah dengan kehidupan yang dijalaninya.
Ini bukan salah Dewa, harusnya ia menolak saat kakaknya Kamila memintanya menikah dengan Dewa.
Kaila menghindari percakapan ayah dan anak itu, ia berjalan ke balkon dan memeluk dirinya sendiri.
"Ini salahku, harusnya aku menolak menikah dengan suami kakakku!" Tanpa Kaila sadari, air matanya turun membasahi pipinya. "Mba Kamila, kenapa mba harus melakukan ini semua, mba!" Kaila menangis meratapi semua kekesalan dan kesalahannya.
"Kaila."
Mendengar suara Dewa, Kaila langsung menghapus air matanya dan berbalik.
"Mas Dewa!" Ucapnya berusaha tersenyum
"Kamu menangis!" Tuduh Dewa
"Aku, aku tidak menangis mungkin karena udaranya yang dingin makanya mataku seperti ini. Oh iya, dimana Keira?"
"Dia sudah tidur!"
"Oh, kalau begitu, aku akan melihat dan menemaninya!" Kaila segera melarikan dirinya ke kamar Keira namun langkahnya terhenti ketika tangan kirinya tertahan oleh genggaman Dewa.
"Mas..ss Dewa!" Panggil Kaila lirih berbalik
Dewa menatap Kaila sendu. Dewa langsung menarik tangan Kaila dan memeluknya.
"Mas!" Rintih Kaila dalam pelukan Dewa
Dewa mengetatkan pelukannya, menumpahkan segala perasaan yang bercampur aduk. Perasaan bersalah pada wanita yang ada dalam pelukannya.
"Aku minta maaf!" Ucap Dewa lirih, "seharusnya aku tidak melakukan hal yang membuatmu terluka seperti ini."
"Apa maksud kamu, mas Dewa!"
"Kita perlu bicara!" Ucapnya tegas
Kaila tidak mengerti dengan tingkah suaminya ini, ia berusaha berontak untuk melepaskan pelukannya.