17. Rintik Waktu^

57 33 1
                                    



Selamat pagi, semuanya. 

Jarang-jarang kan Peta Kata bisa update pagi. Iya, aku ingin mengawali pagimu dengan tulisanku. Berharap itu  bisa menghibur, menemanimu dan memberi sedikit energi baru kepadamu. Oya, hari ini bertepatan dengan pemilihan serentak kepala daerah. Kalian yang memunyai hak memilih segera pergi ke TPS dan gunakan hak suara kalian. Karena suara kalian menentukan masa depan pemerintah daerah kalian selama lima tahun. Jangan sampai golput ya. 

Jangan lupa vote dan coment banyak-banyak karena itu adalah hal kecil yang sangat besar bagiku sebagai bentuk apresiasi kalian buat Peta Kata. Coment-coment kalian merupakan energi besar untukku menyelesaikan Peta Kata sampai bertemu dengan kata TAMAT.

Selamat menikmati

^_^


 






Ujung penaku tumpah meruah dengan rindu yang beriuh.

Lidahku kaku dan keluh

Kata-kata seketika luruh

Hingga struktur kalimat yang telah tersusun runtuh

Kau hadir seperti ombak yang tak pernah surut

Menggulung dan menghempas dengan seluruh

Sejauh apa pun aku berlayar

Tetap saja rindu tak terbayar

Engkau tertinggal tapi tak tanggal dari ingatan

Akh, rasanya kuingin berlari memelukmu

Menghentikan semua jalur yang kutempuh

Tapi kusadari ini adalah rangkaian jalur menujumu

Akh, puisi Gibran memang selalu ampuh menenggelamkanku dalam setiap diksinya. Dia membuatku terhanyut dan terenyuh dalam larik yang dirangkainya.

"Hei, tuan penyair berhenti menyihirku seperti itu." Astaga bisa-bisanya aku masih dapat tersipu malu padahal Gibran tidak melihatku. Mungkin ronah merah sudah tertera di wajahku. "Memangnya aku tidak rindu, aku juga. Sampai-sampai orang-orang mengatakan aku ini zombie."

Dua manusia yang memutuskan berjarak dengan waktu dan ruang benar-benar membuat masing-masing pihak tidak dapat saling mengetahui apa yang sebenarnya yang dialami. Kecurigaan dan prasangka adalah rasa yang bisa mengikis kepercayaan itu hingga menipis. Sayangnya, aku sempat berpikir buruk kalau Gibran memang sengaja menghindariku dengan kepergiaannya.

Menunggungnya hanya bermuara pada lelah yang sempat membuatku mengaku kalah dan menyerah. Rasanya hanya aku yang memperjuangkan hubungan ini, dia tidak. Hanya aku yang menginginkan dia, dia tidak menginginkan diriku. Akhirnya aku berhenti mengharapkan kepulangan dan kabar darinya, karena harapan itu sesuatu hal yang tidak bisa kita prediksikan. Jadi, aku mempersiapkan diriku atas ketidakpulangannya. Pada hal yang paling menyakitkan.

Aku mengalihkan semua pikiranku ke tujuan lain, menjadi dokter. Memfokuskan diri seutuhnya untuk segera menyelesaikan kuliah. Aku sama sekali tidak mengikuti UKM apa pun di kampus. Memilih menyendiri di tengah keramaian. Mengacuhkan semua pendapat orang lain tentang bagaimana aku menjalankan hidupku. Bila kita hidup hanya untuk memikirkan perkataan orang lain. Untuk apa? Percayalah karena itu tidak pernah ada ujungnya, tidak pernah ada habisnya bila terus mengikuti perkataan orang lain. Buat apa hidup untuk membuat orang lain senang, sedangkan orang lain tidak tahu bagaimana sebenarnya kita menjalani kehidupan ini.

Peta Kata [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang