"Yo"
Rio yang sedang bersama teman-temannya yang lagi-lagi tak Ify kenal itu menoleh mendengar panggilan Ify. Tapi bukannya menyahut atau menghampiri gadisnya, laki-laki itu malah mengacuhkannya dan kembali mengobrol dengan teman-temannya.
Ify yang memanggilnya dari depan pintu kelasnya jadi geram. Kenapa laki-lakinya ini jadi menyebalkan sekali sih?
Dengan rasa kesal yang begitu tinggi, Ify berjalan mendekati Rio dan menarik laki-laki itu agar mengikutinya. Menjauhi teman-teman barunya itu.
"Apaan sih Fy?" Tanya Rio ketus sembari melepaskan tangannya yang di genggam Ify.
"Kamu tuh yang apaan. Apa maksudnya ngirim sms tadi?" Ify balik bertanya dengan suara tinggi. Beruntung koridor kelas sedang sepi, jadi mereka tak perlu jadi pusat perhatian.
"Bener kan sms aku? Kamu seneng-seneng sama cowok lain, kamu selingkuh, dan kamu ngakunya sakit?"
Ify memijat kepalanya yang makin terasa sakit, ia benar-benar tak mengerti dengan maksud Rio.
"Yo, aku tuh sakit. Dan itu ga bohong, sekarang coba bilang sama aku, kata siapa aku selingkuh dari kamu?" Tanya Ify pelan, ia tak mau ribut dengan Rio. Ia hanya ingin segera menyelesaikan kesalahpahaman ini.
"Temen aku liat kamu kemaren, di mall, sama cowok pegangan tangan. Lucu yah kamu, udah ada saksinya masih aja bohong" masih dengan nada dinginnya Rio membalas.
"Siapa sih temen kamunya? Dia kenal gitu sama aku? Seenaknya main tuduh. Kamu juga kenapa main percaya aja?" Lagi, emosi Ify meningkat mendengar nada dinginnya Rio.
"Udahlah Fy, aku males ngomong sama kamu. Mentang-mentang aku polos kamu bisa seenaknya bohongin aku kaya gini. Aku kecewa sama kamu Fy" seru Rio sembari berlalu begitu saja dari hadapan Ify. Memilih kembali pada teman-temannya dibanding menyelesaikan urusannya dengan Ify.
Ify menatap Rio kesal. Laki-laki itu malah asyik bercanda dengan teman-temannya, sedangkan ia disini kesal setengah mati dengan kesalahpahaman yang terjadi diantara mereka.
"Aku kecewa sama kamu Fy" masih terngiang jelas ucapan Rio tadi. Kecewa? Bahkan harusnya disini dia yang kecewa. Kenapa laki-laki itu lebih memilih percaya temannya dibanding pacarnya sendiri?
Air mata di pelupuk mata Ify mulai menggenang. Secepat kilat ia hapus kasar matanya dan kembali ke dalam kelas. Sakit kepalanya makin menjadi, dan sekarang bukan cuma kepalanya yang terasa sakit. Hatinya juga. Ia kecewa pada Rio.
Ify menelungkupkan wajahnya di meja. Menangis tanpa suara disana. Membiarkan air matanya tumpah agar rasa kecewa yang dirasakannya sedikit menghilang. Untung saja Rena sedang tidak ada dikelas, kalau tidak, temannya itu pasti akan bawel sekali melihatnya menangis seperti ini.
"Fy, pak Adi katanya ga masuk" seruan Rena membuat Ify secepat kilat kembali menghapus air matanya.
"Astaga Ify, lo kenapa? Sakit? Bentar-bentar, gue panggilin Rio buat ambilin obat buat lo yah, muka lo pucet banget" belum sempat Ify melarang, Rena sudah lebih dulu lari keluar kelas. Lihat kan? Teman sebangkunya ini bawel sekali. Dan tadi ia bilang panggil Rio? Ah dia saja tak yakin Rio mau repot-repot mengambilkan obat untuknya.
"Yo, itu liat si Ify sakit sana lo ambilin obat" suara Rena terdengar sampai ke meja Ify, membuat gadis itu ikut mendongakkan kepalanya.
Di samping pintu kelasnya tampak Rena sedang menarik-narik tangan Rio. Rio sendiri tampak ogah-ogahan mengikuti Rena. Ditatapnya gadisnya itu dengan tatapan malas.
"Sakit apa sih Ren? Orang jelas-jelas Ify sehat gitu. Udah ah gue lagi ngobrol sama anak-anak"
Ify mencelos mendengar nada dingin Rio yang lagi-lagi terdengar. Kepala dan hatinya semakin sakit melihat Rio yang pergi begitu saja tanpa memperdulikannya.
"Itu si Rio kenapa sih Fy? Lo lagi berantem sama dia?"
Ify menggeleng pelan, ia juga tak mengerti dengan apa yang sedang terjadi pada Rio.