Enam; Isabel

17 5 3
                                    

Kedua remaja itu menghentikan langkah kaki mereka bersamaan. Napas mereka sedikit terengah-engah. Abel bahkan sudah membungkuk saking lelahnya.

"Sumpah ngakak banget tau nggak!" seru Abel sambil tertawa lepas. Ia memegangi dadanya berusaha mengatur napas sehabis lari-larian dengan Genta dari kantin yang super ramai.

"Kalo kita nggak lari, bakal langsung kehabisan tuh," sambung Genta.

"Iya. Thanks to you, Kak," Abel berlega hati karena mereka tidak kehabisan bakpao cokelat langganan anak-anak yang biasanya cepat habis.

Mereka duduk di salah satu bangku taman yang lebar dan mulai menyantap bakpao bersama. Genta lalu menyadari posisi Abel yang kerepotan membawa paper bag berisi lima bakpao. Ia terkekeh,

"Lo doyan bakpao apa gimana?" katanya. Abel yang sadar bahwa diperhatikan hanya tersenyum malu.

"Mayan. Hihi..." balasnya. Karena takut kehabisan, tadi Abel sempat membeli lima buah dan diletakkan dalam paper bag. Genta menggeleng-gelengkan kepalanya terhibur.

Sayangnya, tujuannya kemari bukan untuk sepenuhnya mengobrol dengan Abel. Dia harus sesegera mungkin menuntaskan misinya untuk membunuh gadis itu.

Meskipun ia telah membungkusi tongkatnya dalam saku celana dengan kain berlapis-lapis, tak bisa Genta pungkiri bahwa rasa panas itu masih bisa menusuknya.

"Eh, by the way kita nggak beli minum. Haha... Aku beli dulu ya-"

"Minum? Nggak apa-apa gue aja yang beli sini," potong Genta menawarkan diri. Cowok itu baru saja menemukan sebuah rencana.

Abel lalu mengangguk mempersilahkan. Genta bangkit berdiri dan melangkah menuju vending machine.

Cukup jauh ia melangkah, Genta menghentikan langkahnya. Ia memunculkan sebuah pisau bermata dua dengan tongkat sihirnya ke tangan.

Pisau itu bukan pisau sembarang. Dia akan menusuk siapa pun dan apa pun yang terkena mata pisaunya.

Genta pun mengubah pakaiannya menjadi seragam asrama Clemmster.

Pria itu berteleportasi ke balik pohon yang jaraknya beberapa langkah di belakang Abel. Dilihatnya gadis itu yang tengah makan dengan santainya.

Poor Abel. You'll never get your drink. Forever. pikir Genta.

Ia melayangkan pisaunya di udara, dan melemparnya tepat ke punggung Abel secepat kilat. Genta mengernyitkan dahinya ketika melihat Abel yang tak bergerak untuk sesaat. Ia rasa dia berhasil.

"Usaha yang bagus," Abel tiba-tiba berkata. Dan disusul pisau itu, yang rupanya hanya berhenti di udara, jatuh ke tanah.

Genta membelalakan matanya begitu Abel berbalik dengan tampilan yang berubah 180˚ dari yang ia lihat tadi. Wajahnya mengingatkan Genta akan seseorang.

Satu dari dua saingannya sebagai penyihir tercerdas dan terdisiplin di angkatan. Isabel.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Genta terkejut bukan main. Sedangkan Isabel tertawa terbahak-bahak. Ia ikut mengubah seragamnya menjadi milik Clemmster. Gadis itu merapikan seragamnya,

"Astaga. Aku tidak tahan berlama-lama dengan seragam jelek itu," umpatnya jijik.

Tak lama, Ditya dan Bisma pun ikut muncul di hadapan mereka, sudah dengan seragam Clemmster pula. Mereka berdua sama kagetnya begitu melihat Abel yang rupanya selama ini Isabel menyamar dalam diri Abel

"Gila lo, Bel," ucap Bisma masih tak percaya. Isabel memandanginya rendah. ia sendiri menyesal telah pura-pura menjadi teman Bisma selama ini. Baginya, Bisma tidak satu level dengannya.

"Apa yang kulakukan? Tentu saja menjalankan misi. Dan misi terakhirku adalah membunuh pembunuhku, yaitu kamu, Gentala! " balas Isabel penuh ambisi.

Sebelum kalah cepat, Isabel segera melayangkan pisau bermata dua itu berbalik arah menuju Genta. Tikamannya tepat sasaran, menusuk jantung Genta ketika pria itu bahkan belum bisa mencerna apa yang sebenarnya terjadi.

Genta jatuh tergeletak, berhasil terbunuh oleh Isabel.

Kedua temannya berusaha menghampiri tubuh Genta. Mereka memegangi pundak pria itu sebelum tubuhnya melebur menjadi abu.

Di sela-sela itu, Dewa ikut memunculkan batang hidungnya di tengah-tengah mereka. Wajahnya memandangi kedua penyihir yang tengah bersimpuh itu datar. Sama sekali tak terlihat wajah iba.

Ditya dan Bisma melirik Isabel dan Dewa. Baru mereka sadari bahwa saat itu Dewa menyuruh mereka untuk tidak terhasut oleh manusia, rupanya agar mereka tidak menyadari penyamaran Isabel.

Tentu saja. Kakak beradik haus kekuasaan itu akan selalu melakukan segala cara demi mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Beyond (+ Acrimonious) | SHORT STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang