Pagi yang cerah secerah senyum milik gadis tomboy cantik. Entah apa yang membuat dirinya bahagia. Hingga keluarganya saja terheran-heran. Tidak biasanya dia sarapan, tiba-tiba pagi ini sudah duduk manis di meja makan.
"Tumben sarapan", heran Ayahnya. Sambil menatap anak gadisnya yang sedang mengolesi selai pada roti.
"Adek juga butuh asupan ayah, hehe", jelasnya dengan cengengesan.
Abangnya memicingkan mata curiga. Tidak mungkin jika tidak ada sesuatu kalau sudah mengeluarkan senyuman seperti itu. Tiba-tiba saja Angela menghadap sang Abang yang ada di kursi sampingnya.
"Paan liat²!", judes sang Abang sambil melirik tajam adiknya.
"Dih liat doang kagak boleh, dasar monyet satwa", cibir Angela mengejek.
Karena kursi mereka yang bersampingan. Abangnya melotot saat mendengar apa yang dibicarakan Angela barusan.
"Ngomong apa barusan?!!?", tanya abangnya dengan melototi Angela.
"Ngomong paan sih, orang gue diem kok", jawabnya santai sambil melirik sekilas ke arah sang Abang.
"Boong banget, orang gue denger kok", sahut Abang.
"Emang gue ngomong apa?", tanya Angela dengan raut sok polos.
'hihi gue kerjain Lo'_batinnya.
"Lo bilang gue mirip monyet satwa", desis sang Abang kesal.
Angela mengangguk-anggukan kepala dan menjawab, "Alhamdulillah akhirnya Lo sadar juga".
"Eh, enak aja Lo ngatain gue kayak gitu. Orang gue gantengnya kek Zain Malik gini tauk", ujar abangnya dengan bangga.
"Nyinyinyi", cibir Angela.
"Kemarin temen gue ngomong gitu, eh besoknya mati Lo hii takut", tambahnya dengan tersenyum manis.
Sebelum abangnya mengamuk. Angela sudah pamitan dan berlari dengan membawa tas dan rotinya yang tadi belum sempat dimakannya.
"Adek berangkat. Assalamualaikum bunda ayah. Dadah Abang jelek muahh", ejek Angela saat sudah di depan ruang tamu.
Orang tuanya tersenyum dan geleng-geleng kepala heran melihat keusilan anak gadisnya. Sedangkan abangnya mengelus dada.
'untung adek. Huft sabar'_batinnya
°°°
Di lain tempat, sore hari.
Keluarga WILLIAM tidak seperti dulu lagi. Rumah megah nan mewah itu yang dulu ramai kebahagiaan, kini tampak sunyi semakin sunyi saat anak gadis keluarga WILLIAM meninggalkan rumah itu.
Penyesalan memang ada di akhir. Namun penyesalan itu lah yang membuat kita sadar. Bahwa kehilangan orang yang pernah berbahagia bersama, telah pergi dengan menggoreskan luka yang menganga.
Itulah yang dirasakan keluarga WILLIAM. Ingin memperbaiki tapi tidak ada lagi harapan yang pasti. Anak gadisnya telah menghilang, menghilang seperti yang dulu mereka harapkan.
"Hiks ka hiks kak hiks, gue harus cari kemana hiks lagi. ARGHH", seorang laki-laki terduduk menangis tersedu-sedu di sudut kamar.
"KENAPA LO PERGI KAK, KENAPA LO NINGGALAN GUE hiks. BUAT APA GUE HIDUP KAK KALO KALIAN BERDUA UDAH NINGGALIN GUE. GUE SENDIRIAN dalam keramaian. Gue sendiri saat terluka. Kenapa..... kenapa takdir mengambil kaliannnn hiks hiks... Hiks... GUE BENCI TAKDIR INI", Teriaknya mengeluarkan keluh kesah yang selama ini di pendam bertahun-tahun lamanya.
Semua barang-barang sudah pecah dan berserakan. Kamar yang tadi rapi kini sudah tak berbentuk lagi. Tiba-tiba angin kencang berhembus gorden jendela kamarnya.
Di luar jendela kamar. Berdiri sosok laki-laki yang menatap sendu ke arahnya. Laki-laki itu juga merasakan kesedihan mendalam.
'tok tok tok'
"Aris bukak pintunya nak"
'tok tok tok'
"Aris, Mama tau kamu sedih. Mama sama papa juga menyesal nak. Tapi tolong bukak pintunya udah 2 hari kamu ga keluar kamar. Mama gamau kehilangan kamu juga ris. Makan ya. Dikit juga gapapa yang penting perutnya ke isi."
'tok tok tok'
"Ris hiks maafin mama nak hiks. Mama tau hiks mama salah. Mama hiks udah buat hiks Nara pergi dari rumah. Mama minta maaf. Kalau hiks kamu mau hiks benci mama. Mama hiks gapapa hiks hiks"
Mamanya menangis tersedu-sedu di depan pintu kamar anak bungsunya. Masih tidak ada jawaban dari dalam membuatnya menyerah. Akhirnya mamanya berjalan menuruni tangga menuju kamarnya.
Disana mamanya terduduk di depan pintu kamar yang sudah dikuncinya. Mamanya menangis tersedu-sedu. Hatinya juga sakit akan semua yang dulu dilakukannya. Ingin mengulang masa lalu tapi itu tidak mungkin. Dan ini lah yang dirasakannya. Menyesal itulah yang terjadi.
Di taman belakang rumah itu dulu ramai akan candaan. Setiap sore mereka akan berkumpul di taman belakang. Untuk bercerita keseharian mereka. Kebahagian bertebaran. Namun, kini tinggal kesunyian. Tak ada lagi senyum yang terhias.
Keluarga itu sudah hancur bersamaan dengan kepergian anak mereka. Hancur bersama dengan tragedi di masa lalu.
Seorang lelaki paruh baya duduk di bangku taman itu. Pandangannya kosong. Lelaki itu sangat membenci dirinya sendiri. Yang gagal membahagiakan keluarganya.
"Papa", teriak gadis kecil berumur 5 tahun memanggil sang papa.
"Kenapa sayang", jawab lembut sang papa.
"Itu Abang lafa ganggu ala main pa", adu gadis kecil tadi dengan suara cadelnya.
"Rafa gaboleh gangguin adeknya dong", seru lembut mamanya.
"Ih adek tukang ngadu, kan Abang tadi gangguin Ara supaya Abang di ajak main juga", ujar anak laki-laki berumur 7 tahun.
"Gabole, ala pelit sekalang", ejek sang adik sambil menjulurkan lidahnya.
Kepingan ingatan masa kecil anaknya masih teringat jelas. Semakin membuatnya bersalah dengan ucapannya dulu.
Sudah 1 tahun ini mencari, namun tetap tidak ada hasil. Setiap hari sepulang sekolah anak bungsunya menutup diri di kamar, istrinya selalu menangis di kamarnya, dan dirinya sepulang kerja akan duduk termenung di taman belakang rumah.
°°°
_Happy reading_
KAMU SEDANG MEMBACA
Been Exchanged || ✓✓ (HIATUS)
Mystery / Thriller"Sejauh apapun aku pergi dan menghilang. Kelak mereka pasti akan selalu menemukanku." -A- Ketiga rahasia yang meminta jawaban. Atas kebenaran yang sengaja di sembunyikan. Sangat menyakitkan hingga memilih tidak peduli. Dengan apa yang harus di perta...