18 | Hesitate

39 22 3
                                    

PLAYLIST:
Friend to Lover by Standing Egg

"Perlu kau tahu jika pagiku menjelma menjadi sejuk penuh rasa manis saat kau duduk disampingku, menemaniku menyambut hari. Dan soreku menjadi memori indah karena aku menutup kisahku bersamamu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Telapak tangan Qila berkeringat. Sejak tadi gadis itu meremas-remas tisu dengan harapan gugupnya reda dan telapak tangannya kering. Bahkan setelah Evan membawakannya sebotol isotonic, gadis itu tetap duduk dalam gugup dan kaki gemetar.

"Tenang, Qila. Jangan gugup dan cemas," ucap Evan sembari menatap Qila lekat.

Qila mendongak, menatap kedua netra milik Evan, mencari sesuatu yang mungkin bisa meredakan gugupnya.

"Ada aku disini." Kalimat itu keluar dari mulut Evan, begitu halus dan penuh penekanan seolah ingin Qila tahu bahwa semua akan baik-baik saja.

"Lalu bagaimana jika ...." Kalimatnya terhenti. Yang lebih membuatnya gugup bukan hanya tampil di depan banyak orang tapi respon dari teman-teman sekelas mereka. Apa jadinya nanti jika Evan benar-benar didiskualifikasi. Qila pasti akan menyalahkan dirinya sendiri.

"Tidak ada yang perlu kau khawatirkan." Sekali lagi, Evan mencoba meyakinkan. "Ada banyak manusia yang tidak menyukai kita. Selagi kita tidak salah dan mengganggu mereka, hidup kita adalah milik kita. Jangan terlalu memikirkan tentang pendapat mereka. Biarkan saja."

Rasa gugupnya mulai mereda. Qila tidak lagi meremas tisu dengan gerakan gusar, hanya menggenggamnya.

"Mereka hanya penonton sedangkan kau adalah pemerannya. Jadi komentar mereka tidak pantas untuk kau jadikan acuan, oke?"

Qila mengangguk mantab. "Oke!"

"Itu baru Aquila Adara." Evan mengusap puncak kepalanya dengan gemas sebelum beranjak dan mengambil gitarnya.

Suasana belakang panggung sedikit riuh memang. Tersisa enam siswa perwakilan kelas yang hanya akan dipilih tiga teratas dan satu yang akan tampil pada Malam Puncak. Beberapa dikenali oleh Qila, hanya tahu nama mereka namun tidak pernah saling berbincang.

"Evander C. Vollans," panggil panitia yang mengapit kertas di ketiaknya dan memegang mic. "Dua menit lagi."

Intruksi itu diterima Evan dengan sangat jelas. Dia mengangguk pada Qila, mengisyaratkan gadis itu untuk berjalan mendekat kearah pintu masuk panggung.

Qila dan Evan bisa mendengar komentar terakhir untuk kontestan yang berdiri disana. Kemudian kontestan itu turun, memberi senyuman sekilas pada keduanya. Pembawa acara mengambil alih panggung, berucap sepatah dua patah kata yang membuat Qila semakin gugup saja.

"Baik. Kontestan berikutnya dari Beta Class!" teriak pembawa acara.

Evan mengenggam tangan Qila kuat-kuat, berharap dapat menyalurkan ketenangan. "Semua baik-baik saja!"

SPERANZA  ✓ [Revised]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang