"Ada banyak jawaban tersembunyi di dunia ini yang saat kita tahu, kita justru menampik jawaban itu. Kita memilih menutup mata dan telinga untuk tidak percaya hanya karena jawaban itu tak sesuai dengan keinginan kita."
"Master!"
"Ya?"
Evan kehilangan suaranya. Dia hanya ingin Master tidak mengikuti Qila dan Raga tapi dia juga tidak tahu apa yang harus dia katakan setelah Master berbalik.
Master masih diam, menunggu dan mengamati Evan lama.
"Mmm ... Saya Evander C. Vollans," ucap Evan terbata-bata. "Eh ... emm ... terima kasih. Terima kasih untuk kesempatannya."
Evan menunduk, memainkan jarinya sedangkan kepalanya sibuk memilih kalimat. Tiba-tiba di tersentak dan mendongak. Master menepuk bahunya pelan, sedikit meremasnya dan tersenyum.
"Kau harus menggunakan kesempatan itu. Jangan sia-siakan bakatmu," ucap Master dengan suara berat.
Rasanya bukan hanya bahunya yang diremas, hatinya juga. Napasnya memburu seolah dia baru saja dikejar sesuatu dan dia harus segera menghindar secepatnya. Evan menarik sudut bibirnya simetris, senyum yang diplester dengan jelas.
Laki-laki itu mengangguk patah-patah. "Tentu saja. Terimakasih, Master. Kalau begitu saya permisi."
Master mengangguk. Sebentar lagi Malam Puncak akan berlangsung. Dia membiarkan Evan berbalik dan meninggalkannya. Dia sempat terkejut saat seseorang memanggil nama familier, mungkin Master hanya salah dengar. Dia tidak perlu merisaukan itu, rencananya sebentar lagi akan terlaksana.
Qila terus mengikuti bayangan Raga yang masuk ke dalam gedung perpustakaan. Tidak ada siswa yang kesini, semuanya berkumpul di pusat acara. Perpustakaan ini redup, hanya ada pencahayaan di setiap sudut dari lampu dinding. Tapi setidaknya, Qila masih mampu melihat sekitar.
"Raga! Tunggu!"
Raga setengah berlari dan hilang dalam lift. Qila sempat mengumpat karena pintu lift lebih dulu menutup sebelum gadis itu berhasil menahannya.
Qila bergerak-gerak gelisah sembari menatap layar penunjuk di atas pintu lift, berharap pintunya lekas turun. Begitu denting lift terdengar, Qila menekan tombol 'Open Door' dengan tidak sabaran. Dia segera melesat masuk dan kembali menekan tombol dengan terburu-buru. Seharusnya dia punya sayap saja atau dia bisa menembus ruang waktu seperti hantu agar semuanya berjalan cepat.
Gadis itu segera mengedarkan pandangannya, menelisik setiap sudut perpustakaan lantai dua sambil terus memaksa kakinya setengah berlari. Qila memeriksa setiap celah antar rak dengan mata menyipit akibat kurangnya pencahayaan.
Begitu dia sampai pada bagian kosong di tengah, gadis itu menghela napas lega.
Raga sedang berjalan menaiki anak tangga menuju lantai tiga. Laki-laki itu tidak menoleh sedikit pun, bahkan tidak mengindahkan panggilan Qila sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
SPERANZA ✓ [Revised]
Teen Fiction[SCHOOL LIFE - MYSTERY] Berawal dari keinginan Aquila Adara yang bersikeras untuk ikut dalam School Festival membuatnya harus bertemu dengan Raga Zeus. Cowok paling misterius di sekolah. Selain itu dia juga bertemu teman baru yang dalam senyap sedan...