First Meeting

302 33 5
                                    

Tokyo, 6 December 2013

"Karen, nanti Papa ga bisa jemput kamu... Ga apa-apa, kan?" tanya Taeyong pada anaknya yang baru  menginjak usia 8 tahun. Dia rapikan poni anaknya yang sudah memanjang dan tidak lupa memakaikan syal berwarna putih agar anaknya tidak kedinginan.

Gadis kecil yang dipanggil Karen itu merengut sedih dan merajuk, "Kenapa??? Kan Papa janji jemput aku... Aku kan hari ini ulang tahun..." Karen menatap sepatu pemberian Papanya itu tahun lalu dengan perasaan sedih.

Mendengar putrinya berkata seperti itu membuat hati Taeyong sakit. Sudah beberapa kali dia melanggar janji akan menghabiskan waktu untuk anak semata wayangnya itu. Namun, kondisi Taeyong yang juga harus bekerja demi membiayai kuliah adiknya dan juga anaknya yang masih sekolah.

"Papa minta maaf ya, sayang... Papa akan meminta Uncle Mark menjemputmu nanti. Kalian bisa bersenang-senang dulu. Kalau pekerjaan Papa selesai, Papa akan menyusul kalian."

Karen mengangguk. Walaupun Papanya sering berkata akan menghabiskan acara ulang tahunnya bersama paman dan dirinya, pada akhirnya Papanya akan pulang malam dan hanya memberikannya cheese cake strawberry sebagai tanda permintaan maaf.

"Makasih sayang sudah mau mengerti..." Taeyong mengecup kening gadisnya. Dia tidak tega melihat wajah kecewa anaknya. Setelah itu, Karen pun masuk ke kawasan sekolahnya dan Taeyong pergi menuju tempat kerjanya.

-L&N-

Karen hanya mencoret asal buku gambarnya saat jam pelajaran menggambar tiba. Dia masih sedih karena seharusnya hari ulang tahunnya menjadi hari terindah baginya.

"Karen, are you okay?" tanya Jaemin, wali kelasnya, yang sadar akan tingkah salah satu siswinya. Sudah sedari pagi Jaemin memperhatikan Karen. Ditambah jumlah siswa yang hanya 15 orang di kelas ini membuatnya mudah memantau kondisi tiap siswa. Hanya saja, Karen memang salah satu anak yang pemalu jadi dia harus pintar melihat kondisi untuk bertanya langsung pada gadis itu.

Karen hanya mengangguk tanpa bersuara. Dia berusaha tangisnya yang akan keluar sewaktu-waktu. Sang guru yang memahami kondisi gadis kecil itu hanya tersenyum. Jaemin melirik kearah jam. 5 menit lagi menunjukan pukul 3 sore, waktu untuk semua siswa sekolah internasional ini untuk pulang.

"Hai! Minna! Let's call it the day... Don't forget to tidy up your own stuff." seru Jaemin pada semua murid. Semua siswa segera merapikan barang bawaan mereka. Setelah itu, mereka memberi salam pada Jaemin selayaknya sekolah-sekolah negri di Jepang.

Para siswa bergembira saat keluar dari kelas mereka. Namun, tidak bagi Karen yang masih tertunduk lesu.

"Karen..." panggil Jaemin sebelum siswinya itu keluar kelas. Karen membalikan badannya tanpa menatap wali kelasnya itu.

Jaemin mengusap sayang kepala anak didiknya. "Karen, waeyo?" tanyanya dalam bahasa Korea. Jaemin dan Karen sama-sama keturunan asli dari Negri Gingseng itu. Jadi, mungkin akan lebih mudah bagi Karen untuk berbicara padanya dengan menggunakan bahasa ibunya.

Karen menatap gurunya dan tiba-tiba menangis sambil memeluknya. Jaemin menepuk pelan punggung kecil siswinya itu. "Karen bisa cerita pada Sensei kalau Karen mau," tawar Jaemin dengan nada lembutnya.

"Hari ini Karen ulang tahun..." Jaemin mengangguk tanda dia mengetahuinya. Tadi pagi teman sekelasnya Karen memberikan Kado pada gadis itu.

Roman Picisan MarkMin Jaeyong (New version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang