20 |P| Belajar Islam

191 23 0
                                    

Happy Reading 💚

Angga memandangi Rania yang sudah memejamkan matanya, dia yakin Rania tak benar-benar tidur, dia pasti masih terbebani dengan kejadian tadi.

Perlahan Angga mulai mendekat dengan membawa sepiring nasi dan lauk.

"Rania," panggilnya lembut.

Rania langsung membukakan matanya, membuat Angga yakin karena dugaannya benar kalau Rania belum tidur.

"Ini. Makan!" ucap Angga sembari menyodorkan makanan itu ke hadapannya.

Rania memandangi makanan yang di buat Angga, ada sebersit rasa senang atas perhatian kecil itu. Dan yang lebih di herankan, Angga dengan waktu yang singkat dapat memasak lauk berupa ayam goreng, dan tumis kangkung.

Tapi, nafsu makannya sekarang sudah hilang, bahkan kerongkongannya pun terasa sangat sulit menerima makanan itu, bahkan menelan ludahpun rasanya pahit.

Rania menggeleng lemah. "Aku gak lapar!"

"Makan!"

"Aku gak lapar."

"Makan gak!"

Lagi-lagi Rania menggeleng dengan tatapan memohonnya.

"Aku tau, kamu tadi lapar makanya ke sana. Jadi, gak usah banyak alasan. Makan!" perintah Angga kembali, masih dengan tangan menyodorkan piring itu.

Rania meneguk ludahnya kasar. "Itu tadi, dan sekarang beda, aku udah gak selera, perut aku juga masih kenyang." jelasnya.

"Kenyang makan perkataan orang-orang tadi!" ucap Angga dengan sorot mata datar.

Namun, Rania yang mendengar itu terdiam dengan seribu pemikiran. Jelas, pasti ada kesedihan di balik itu semua, perkataan Angga sudah menimbulkan sedikit luka.

"Iya, mungkin karena itu!" jawab Rania dengan senyum kecut.

Angga menoleh ke Rania dan menghembuskan nafas kasarnya. "Gak usah dipikirin, perkataan orang seperti itu layaknya sampah, buang aja ke tempatnya. Intinya sekarang kamu harus makan!" perintahnya lagi.

Rania tak menjawab perkataan Angga, ia masih memandangi piring itu dengan tatapan kosong. " Gak semudah itu melupakan apa yang jelas terdengar di hadapan aku kak. Kenapa kamu seakan-akan gak mengerti, tentang kesedihan aku ini?" batinnya.

Angga yang sudah mulai kesal, meletakkan piring itu begitu saja di samping Rania.

"Emangnya dengan lo gak makan seperti itu, keadaan bisa berubah. Setidaknya lo hargai, gue udah masak buat lo!" jelas Angga terdengar sedikit dingin.

"Hargai buat kakak?" tanya Rania datar.

Angga sedikit gelagapan, bingung harus menjawab apa. "Bukan! Buat Mama dan Papa lo, mereka tadi nelpon. Dan gue gak mau, kalau mereka tau lo gaya gini, pasti mereka nyalahin gue nantinya." teranganya.

"Ooo," ucap Rania dengan senyum kecut. Dia pikir tadi Angga tulus memberikan perhatian padanya. Ternyata, karena tidak mau di salahkan orang tuanya karena tidak becus menjaga.

Sedangkan Angga mencoba menenangkan dirinya. Dia tau, tak seharusnya dia berbohong seperti itu, tapi dengan cara itu pasti Rania mau makan.

"Oiya, kakak bisa panggil Papi untuk Papa, Mami atau mimoms untuk Mama. Karena itu panggilan aku untuk mereka." jelas Rania, dan Angga hanya mengangguk.

Mungkin itu terdengar sedikit sepele, hanya perbedaan sedikit dalam hal panggilan. Tapi, bagi Rania itu adalah panggilan kesayangannya, panggilan atas dasar kemanjaannya.

KETIKA TAKDIR MENOLAK PERGI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang