Malam Merah Muda

200 44 14
                                    

Jam di dinding merekam setiap gerakan yang Saehee lakukan. Mulai dari memasak ramen instan, berbaring si sofa lusuhnya dan bermain bersama Kimchi yang sepertinya acuh tak acuh meladeni sang majikan. Jam itu bergerak maju, terus menerus berlari melewati menit per menit yang Saehee habiskan dalam waktu luangnya yang cukup membosankan.

Pria bermarga Jeon itu kembali menghilang. Ia tak menampakkan batang hidungnya berhari-hari, nyaris seminggu. Jangan tanya bagaimana perasaan Saehee. Yang jelas ia sedang tak baik-baik saja. Setiap kali ia membantah perasaannya, penyesalan itu semakin datang kian mendekat tanpa izin. Sayangnya, harga diri dan keegosian lebih mendominasi dibandingkan dengan hati kecil yang terus berteriak menyebut rasa sakit.
Aku tak mencintainya. Dia hanya mempermainkanku.

Itu adalah dua hal yang terlintas di kepala Saehee setiap kali otaknya mengulang rekaman kejadian malam itu. Dua kalimat yang dijadikan alasan untuk berpura-pura tegar, seolah semuanya baik-baik saja. Seperti tanah yang menyerap genangan air setelah hujan, kehidupan Saehee kembali seperti sediakala, ‘normal’ dalam artian kamus Kang Saehee.

Ponsel Saehee yang tergeletak disampingnya bergetar. Saehee melirik sebentar kearah layar, lalu meletakkan novel yang tengah ia baca ke pangkuannya. Segera ia mengangkat panggilan itu dengan senyum tipis.

“Halo.”

“Saehee-ya, apa kau sibuk?”

“Tidak. Kenapa?”

“Ayo makan bersama. Aku menemukan restoran enak di sekitar kantor tempat kerjaku. Bagaimana?”

Saehee termenung sejenak. Raganya benar-benar menolak untuk pergi. Tubuhnya seakan sudah melekat diruangan tak terlalu besar ini. Terlalu nyaman untuk meninggalkan sofa empuk yang mulai menipis ini.

“Baiklah. Aku akan bersiap-siap sebentar.”
Sayang sekali. Otaknya yang tengah berkecamuk membuatnya kehilangan kontrol atas dirinya sendiri. Bibirnya dengan segera mengiyakan ajakan Park Jimin, sangat bertentangan dengan tubuhnya yang sepenuhnya di rasuki jin pemalas entah dari mana.

Entahlah, mungkin otaknya butuh sejenak menghilangkan beban yang tak seharusnya Saehee rutuki.

*

Saehee dan Jimin memacu adrenalin di beberapa wahana yang ada di taman bermain itu. Selesai dari restoran, Jimin langsung mengajak Saehee untuk menjajal beberapa permainan seru yang sering dicoba oleh remaja dan orang-orang seusia mereka. Taman bermain itu sangat luas. Teriakan dan lengkingan bisa didengar diberbagai sudut ruangan. Mungkin salah satu teriakan yang paling membahana adalah milik Saehee. Dengan wajah super antusias dan nada suara yang kian meninggi ia menikmati wahana roller coaster yang kian melesat itu. Park Jimin yang berada disampingnya sesekali memejamkan matanya, menahan pekikan yang kian menjadi-jadi di kerongkongannya.

“Wah, Daebak! Wahana tadi benar-benar luar biasa,” ucap Saehee satu detik setelah turun dari wahana itu. Wajahnya terlihat sangat antusias. Matanya menelisik ke berbagai sudut, mencoba menemukan wahana baru yang akan ia coba bersama Jimin.

Jimin berjalan lunglai di belakang Saehee. Wajahnya memucat. Ia tak mengira bahwa gadis itu akan sesenang ini. Ekspektasinya benar-benar meleset, hilang dibawa terbang oleh angin dari roller coaster yang baru saja selesai mereka naiki. Ia kira Saehee akan takut dengan wahana menguji nyali seperti tadi. Namun sepertinya wahana menyeramkan seperti roaller coaster itu bukan tandingan bagi nyali Saehee yang sudah setebal tembok baja. Bukannya berteriak ketakutan, gadis itu malah berteriak kegirangan seolah endorfinnya tengah meledak hebat.

“Kau … tidak takut?” tanya Jimin dengan lemas. Ia sepertinya tidak punya energi lagi untuk sekedar bertanya mengenai perasaan Saehee dan mengapa Saehee tidak takut.

Jangan Baper! Kita Cuma MANTAN |Jeon Jungkook| [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang