The show must go on.
Kalimat itu yang selalu menyadarkanku jika apapun yang terjadi, penampilan harus tetap berjalan.
Tidak peduli jika gerakanku masih belum sempurnya,
tidak peduli dengan hubunganku dan Jimin yang sangat keruh,
tidak peduli dengan kemistri palsu antara aku dan Jimin yang dijejalkan kepada penonton,
tidak peduli dengan aku yang menjerit penuh pilu karena kepedihan di dada makin menjadi.
Yang mereka inginkan hanyalah suguhan penampilan yang memukau, bukan drama yang ada di balik penampilan itu. Mereka mana mau tahu jika dua penari utama ini sebetulnya memiliki hubungan yang dingin. Si Pria yang selalu melengos pergi ketika tak sengaja saling bertatap dan si Wanita yang terpaku di tempatnya menyesali segala rentetan perbuatan kejam yang dulu dilakukannya.
Sampai di hari penampilan, Jimin masih sedingin es. Padahal raga kami sudah sedekat urat nadi kami masing-masing. Tapi nyatanya itu tidak merubah apapun.
Aku menyerah.
Aku menyerah untuk merubah Jimin seperti dulu. Memang tidak ada yang bisa kuperbuat lagi selain melepasnya. Lalu aku juga menyerah dengan Yeonhee Ballet. Aku sangat tahu Jimin akan murka jika mengetahui hal itu. Jimin bertahan hanya untuk membuatku 'kembali' dengan ambisi besarku untuk masuk Yeonhee Ballet. Tapi aku justru memilih menutup mata atas usahanya mempertahankanku.
Aku hanya menginginkanmu, Jimin. Mengapa kamu berubah seperti pasangan tariku yang lalu?
Aku menarik napasku dalam-dalam. Tepat dihadapanku terbentang panggung dengan alas papan kayu. Tirai merah besar membatasi penglihatanku untuk bisa melihat deretan kursi teater yang terisi dengan penonton.
Tanganku berkeringat basah dan diam-diam kuusap pada dress selutut yang kukenakan. Sepuluh menit lagi kami akan tampil. Aku tidak bisa berharap banyak dengan gerakanku sendiri. Aku hanya mengandalkan pendalaman karakter Juliet pada diriku. Akan kumainkan ekspresiku sebaik mungkin untuk mengisahkan kisah tragis ini.
Orang-orang di sekelilingku tampak sibuk mondar-mandir. Tim perias sibuk melakukan pengecekan terakhir pada kostum tiap penari. Tim panggung memastikan semua penari sudah ada di tempatnya. Tapi di tengah kesibukan itu tak juga aku bertemu dengan Jimin. Kami memang sempat bertemu dan membahas gerakan kami sebentar sebelum dia menghilang entah kemana.
"Penari! Bersiap!" seru seorang pria dengan perangkat pendengar dan mic di kepalanya. Matanya memperhatikan sesaat kerumunan penari yang sudah berdiri di belakang panggung. Pria itu memberikan anggukan agar semua penari masuk kecuali aku yang muncul di pertengahan nanti.
Para penari sudah berada di posisinya, tepat di tengah panggung. Gaun dan jas kuno namun mewah dikenakan mereka. Seketika panggung itu berada di ruang waktu yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adagio | seulmin✔️
FanfictionKang Seulgi, balerina yang berambisi besar untuk menyaingi kehebatan mendiang neneknya, dipasangkan dengan si pria berambut gulali yang super cerewet dan diam-diam mengaguminya. Sialnya lagi mereka harus memerankan kisah paling tidak masuk akal bagi...