Satu

9 1 0
                                    

Maret 2019, adalah ketika Yosi mengendarai sepeda motor maticnya ke Desa Hargomulyo lagi setelah Syawal 2018, jarak kunjungannya yang paling cepat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Dalam kecepatan 40 KM per jam, Yosi berdoa dalam hati agar diselamatkan dari pengendara yang ngebut dan ngawur. Sejak jalan Desa Hargomulyo dicor dan diaspal lima tahun lalu dan menjadi jalan pintas antar kota paling favorit, tingkat pengendara ngebut semakin bertambah, dan plang peringatan warna kuning yang bertuliskan 'Hati-Hati! Sering Terjadi Kecelakaan' yang berdiri agak miring, 20 meter sebelum sebuah tikungan cukup menjelaskan apa harga dari aksi kebut-kebutan di jalan pintas antar kota.

Dina tidak suka suara sound system yang sampai membuat sekelilingnya, termasuk jendela rumah si tuan rumah yang berjarak sepuluh meter dari sound system bergetar 'drrt drrt drrt' karena itu sangat mengganggu, tapi mau bagaimana lagi, itu lah tujuan menyewa sound system dalam acara pernikahan, yaitu sebagai tanda bahwa ada pesta hajatan yang berlangsung, memungkinkan bagi tamu jauh untuk mengetahui tempat acara berlangsung meski harus masuk beberapa gang dan di pinggir sawah, tidak ada yang salah dengan itu, yang buruk hanya tukang sound systemnya. Dina yakin bahwa Yosi tidak akan lupa jalan ke rumah Tata, bodohnya Dina selalu lupa bahwa Yosi memang cukup lambat dalam mengendarai motor dan punya hobi terlambat. Kemarin mereka berdua janjian untuk datang jam 7 pagi, berjanji untuk menemani Tata berdandan untuk akad nikahnya. Untungnya, Tata tak benar-benar butuh ditemani Dina dan Yosi karena ternyata, teman-teman Tata dari masa kuliah juga datang. Empat perempuan yang tidak Dina kenal itu cukup ramai. Sialnya, Dina merasa seperti orang asing dan sangat butuh Yosi yang kurang ajar itu.

"Assalamualaikum!" Yosi muncul dari pintu depan dengan senyuman tak berdosanya, senyuman seperti dia belum pernah bertemu Dina selama lima tahun.

"Lama banget, Ya Allah!" omel Dina.

"Pelan-pelan aku tuh, takut banget mau ngebut dikit aja"

"Ayo ketemu Tata"

Seperti halnya Dina yang merasa menjadi orang asing yang salah masuk dalam sebuah kelompok sosial tertentu, begitu masuk kamar Tata, Yosi seperti memasuki ruang kelas kelompok sosial asing yang sangat nyaring bunyinya karena teman-teman Tata memang cukup berisik saat membuat instagram story yang butuh take berkali-kali karena cukup sulit memenuhi standar yang baik untuk empat orang. Entah mana dari Yosi atau Dina yang berpikir bahwa mereka berdua memiliki pikiran yang sama atas apa yang mereka lihat. Padahal, baik Dina atau Yosi juga tidak tahu apa yang sedang mereka pikirkan.

Untung Ibu dan teman-temannya menggandengnya dengan kuat karena Tata seperti berjalan di awang-awang ketika dia berjalan dari kamar menuju halaman depan rumahnya yang sudah disulap menjadi panggung dengan nuansa serba putih, kayu dan dedaunan yang terlihat sangat lembut untuk dekorasi singgasana tempat dia dan calon suaminya, 'suaminya' dalam waktu kurang dari sepuluh menit lagi, duduk menjadi pajangan nanti siang. Kebahagiaan level menikahi lelaki yang dia cintai dan yang mencintainya setulus hati. Puncak dari perjuangan mempertahankan cinta setelah mendapat cibiran dari beberapa sanak saudara karena Tata memilih calon suaminya ini dan memutus hubungan dengan calon tentara dari keluarga kaya. Tapi, perihal hati, siapa yang tahu? Calon tentara yang tampan dan sudah kaya sejak lahir tidak bisa berhenti untuk membicarakan tentang dirinya sendiri, sedang dalam suatu hubungan Tata ingin mereka membicarakan mereka, bukan hanya si Tentara atau si Tata sendiri. Tata sadar dia tidak akan tahan, bahkan hanya membayangkan hidup dengan si Tentara pun tak tahan lama-lama. Maka, Amir, guru olah raga di sebuah MTs swasta yang sangat pengertian dan pendengar yang baik atas keluhan kehidupan yan keluar dari mulut Tata setiap galau adalah pilihan yang tepat. Mungkin tidak bagi sanak familinya yang gila harta dan jabatan, tapi bagi orangtua dan teman-temannya yang menasbihkan diri sebagai Tim Pak Guru dari pada Tim si Calon Tentara.

Amir sudah duduk di meja akad yang sudah didekor senada dengan panggung di belakangnya agar tetap estetik ketika direkam dari berbagai angle. Melihat Tata berjalan dari dalam rumah, mengenakan kebaya putih membuat kebutuhan oksigen Amir lima puluh persen lebih banyak dari biasanya. Dan ketika Tata sudah duduk di sampingnya, hatinya seperti mau meledakkan bunga-bunga, begitu Bapak Tata duduk di depannya tangannya mulai berkeringat.

Yosi tidak bermaksud memiliki perasaan 'aku kehilangan sahabatku', tapi melihat Dina yang sudah gembeng sejak dalam masa kandungan meneteskan air mata haru saat para saksi nikah mengucapkan kata "SAH!" dengan semangat itu sangat lebay, tapi nyatanya memang ada yang aneh ketika dia melihat Tata duduk dan menjadi istri seseorang tepat di depan matanya sendiri.

**

Hanum merasa dia datang terlalu cepat saat dia baru mendengar adzan dhuhur berkumandang. Belum ada tanda-tanda kedatangan tamu undangan meskipun suasana tempat resepsi sudah cukup ramai dengan orang-orang yang berseliweran dan anak-anak yang berebut untuk mendapat mainan dari penjual mainan yang mejeng di sekitaran tempat resepsi.

"Hanum!" bahkan setelah bertahun-tahun mengenal Yosi, Hanum masih belum punya persiapan untuk mengantisipasi suara Yosi yang terdengar seperti teriakan ketika si pemilik suara selalu bilang dia memanggil orang dari kejauhan seperti pada umumnya orang memanggil dari kejauhan. Dan Hanum masih selalu kaget dengan itu.

"Kamu sudah di sini?" tanya Hanum yang lemah lembut seperti tuan putri solo meskipun dia setengah Batak. Ibu Hanum perlu menulis buku panduan Mendidik Anak Agar Menjadi Kalem Terlepas Apa Asal Sukunya karena keberhasilannya menjadikan Hanum sedemikian rupa.

"Iya, sama Dina. Kamu sholat nggak? Ayo masuk dulu, salim sama Bapak Ibunya Tata sekalian"

Hanum cukup heran ketika dia masuk ke kamar Tata untuk menyapa calon pengantin ternyata sudah ada empat perempuan yang mengerumuni sahabatnya, berfoto, merekam. Hanum tahu benar keluarga Tata karena setiap lebaran selalu ada acara kumpul-kumpul di rumah Tata dan para perempuan ini cukup asing di foto keluarga Tata.

"Mereka siapa sih?" tanya Hanum, pelan-pelan pada Dina dan Yosi. Memang, Hanum ini adalah anak pendiam, tapi kalau sudah ingin tahu, Hanum bisa jadi manusia paling tidak tahu tempat.

Dina hampir bad mood ketika Luluk dan Puput belum juga datang sedangkan resepsi akan segera dimulai. Dina menjaga dengan ketat dua kursi plastik kosong di barisan terdepan, bersama dengan Yosi dan Hanum.

"Itu loh mereka" mata Yosi yang super awas akan segala hal melihat Puput yang berjalan masuk, bersalaman dengan penerima tamu, kemudian menerima kotak snack dari peladen, diikuti Luluk yang menggendong anak lelakinya dan di belakangnya suaminya mengekor.

"Teriakin, Yo!" ucap Dina.

"Matamu!" respon Yosi yang lupa menaruh otaknya entah di mana sehingga dia juga lupa bahwa dia sedang berada dalam acara resepsi pernikahan di sebuah desa kecil di Sragen yang dipenuhi dengan orang-orang beradab. Hanum yang sudah pasti kaget hanya mampu mengelus dada sambil berdo'a agar suara sound system benar-benar keras agar tidak tamu lain yang mendengar suara Yosi.

"Lambemu!" balas Dina dengan suara lebih pelan membuatnya dan Yosi tertawa. Hanum sendiri juga ikut tertawa dengan pisuhan ringan kedua sahabatnya yang terakhir dia dengar di bulan Syawal tahun lalu.

Puput dan Luluk segera menghampiri sahabat-sahabatnya di kursi barisan terdepan ketika melihat lambaian tangan Dina. Disambut dengan kehebohan yang yang mengganggu karena suara Yosi yang cukup keras dan tak terkontrol. Alan, anak berusia dua tahun kurang itu sangat menggemaskan dengan wajahnya yang cukup sumeh untuk ukuran anak seusianya yang biasanya gampang sekali menangis di tengah acara pernikahan atau acara ketika orangtua kumpul-kumpul dan quality time bersama teman-teman.

"Bojomu endi?" tanya Yosi, kepo di mana letaknya suami Luluk yang sangat pendiam itu.

"Ta suruh duduk sama bapak-bapak aja lah. Mosok mau ikut kita?" ucap Luluk sambil masih melepaskan gendongannya untuk membenarkan posisi anaknya di pangkuannya.

Hanum dan Dina yang berisik sekali, mengajak berbicara Alan yang ditanggapi dengan girang oleh anak kecil itu, sampai-sampai tidak sadar kalau acara sudah siap dimulai "Heh! Uwis! Uwis ojo umek! Ngantene wes arep tampil kae, lo" ucap Puput. Baik Dina, Hanum, dan Luluk tidak tahu harus tertawa atau menahan tawa mendengar kosakata

"Tampil, Put? Tampil?" akhirnya Yosi membuka suara dengan penuh emosi, "Kok iso manten tampil kui ko endi?". Pada akhirnya tawa Hanum, Dina dan Luluk pecah juga, niat untuk hening sejenak karena acara akan segera dimulai pun gagal.

What next? Who Next?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang