» Chapter 1 «

58 19 13
                                    

☆ Happy reading ☆
_____

» Chapter 1 | Pulang «

Saat aku memutuskan untuk menuangkan kisahku dalam buku diary jelek ini, aku merasa sudah cukup dewasa untuk mengerti bahwa tidak semua cerita cinta akan berujung bahagia, termasuk milikku.

Karena kupikir aku terlalu pendiam, sehingga semuanya terlambat.

Queena menikah dan aku hanya bisa menyaksikannya dari arah kursi tamu undangan. Sudah bisa dipastikan bahwa setelah ini tidak ada cerita dengan akhir yang indah antara aku dan dia.

Meski begitu, aku masih berharap bahwa suatu saat nanti Queena tahu akan eksistensi dari perasaanku yang mungkin beresiko pada hubungan pertemanan kami.

Jadi, sebelum semuanya terbongkar, dari lembar pertama ini, aku benar-benar memohon maaf pada Queena. Karena aku yakin, mulai lembar-lembar berikutnya, dia akan kesal padaku.

᠃ ⚘᠂ ⚘ beautiful scars ⚘᠂ ⚘᠃

MALAM itu adalah hari pertama aku iseng-iseng menerima tawaran bermain basket bersama Dana dan Kendra, dua penghuni meja belakang tempat dudukku. Di lapangan dekat komplek perumahan dimana aku tinggal, kami bertiga menunjukkan kebolehan masing-masing, hingga alarm yang kupasang sebagai pengingat untuk pulang berbunyi. Mengingat aku meninggalkan Mama sendirian di rumah sementara Papa sedang lembur, aku jadi tidak ingin pulang terlalu larut.

Usai mengoper bola basket ke arah Kendra yang langsung ditangkapnya dengan baik, aku berlari kecil menuju bangku panjang di salah satu sisi lapangan. Lantas mematikan alarm dan memasukkan barang-barang yang kubawa ke dalam ransel.

"Sekarang jam berapa, sih? Udah beberes aja lo," celetuk Kendra dari tengah lapangan. Rupanya kegiatanku tidak luput dari perhatiannya meski dia sedang sibuk menjaga pertahanan agar bola basketnya tidak diambil alih oleh Dana.

"Masih jam 9. Tapi, nyokap gue sendirian," jawabku sekenanya.

Tiba-tiba Kendra menghentikan permainan secara sepihak dan mendekap si bola. Dia mengerjap padaku, kebingungan muncul di mata coklatnya, sampai-sampai dia tidak menyadari bahwa Dana tengah menghujaninya dengan umpatan.

"Lah? Apa hubungannya?"

Dana yang kesal langsung merebut bola basket dari dekapan Kendra. "Shaka mau nemenin nyokapnya lah! Gitu aja nggak ngerti," ujarnya sebelum mendribble bola keliling lapangan seorang diri.

"Ya karena itu gue nanya," sahut Kendra tak ingin kalah.

"Mikir sendiri napa!" Dana melotot.

"Suka-suka gue lah! Lagian kenapa lo yang sewot dah? Shaka aja diem-diem bae."

"Suka-suka gue, ceunah," cibir Dana seraya menunjukkan ekspresi mengejek paling menyebalkan yang pernah kulihat darinya. Aku mendengkus geli-senang disuguhi keributan di depan mata. Sedangkan Kendra mengacungkan jari tengah pada pemuda yang bakal menjadi teman sebangkunya selama setahun kedepan.

Tak berselang lama-antara tidak jera diberi cercaan oleh Dana atau memang dia benar-benar tidak memikirkannya-Kendra kembali bertanya, "By the way, lo nggak pake jasa ART, Ka? Hitung-hitung dia bisa nemenin nyokap lo, semisal lo atau bokap lo lagi nggak di rumah. Kita kan anak-anak orang kaya. Pasti bisa bayar ART, dong."

Beautiful Scars (BHS #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang