BUNUH DIRI

125 4 2
                                    


Sepulang kerja seperti biasa Diki selalu menuju rooftop apartemen dia tinggal. Matahari mulai redup, sang bulan mulai muncul. Langit sedang indah sore itu, tidak seperti biasanya yang selalu mendung dan gelap.


Diki sangat suka sekali menatap langit senja, ditemani dengan sebungkus rokok sambil merenungkan kejadian - kejadian yang sudah banyak menimpa dirinua. Entah itu kejadian baik ataupun buruk. Diki percaya, jika suatu hal terjadi karena alasan.


Diki teringat dengan kejadian waktu sma. Dia pernah kehilangan salah satu sahabatnya. Saat itu, dia tidak paham kenapa dia bisa kehilangan sahabatnya. Rasanya tidak menyenangkan ketika ditinggal sahabat yang sangat dia sayangi, apalahi tanpa ada kata pergi karena dia bunuh diri.


Saat sma, Diki dan sahabatnya Fiki menjadi primadona sekolah. Selain tampan, mereka berdua juga sangat jago berkelahi, bahkan disukai oleh banyak wanita sehingga membuat pria iri melihatnya.


Diki dan Fiki juga sangat disukai oleh para guru karena mereka berdua pintar, si rangking satu dan rangking dua. Rivalitas yang sangat ketat. Mereka memiliki perbedaan, Diki dari keluarga kaya dan Fiki dari keluarga yang miskin. Namun mereka memiliki satu kesamaan yaitu kesepian.


Orang tua Diki sering kerja di luar negri dan meninggalkan anaknya sendiri. Sedangkan orang tua Fiki sering berada di rumah dan bertengkar. Hal tersebut yang membuat Fiki sering menghabiskan waktu di rumah Diki untuk mengurangi rasa penat.


"Dik, aku di depan rumah. Buru bukain pagernya, digembok nih" sambil mematikan telepon nya, Fiki mulai turun dari sepeda motor butut peninggalan kakeknya. Mereka berdua menghabiskan waktunya untuk bermain playstation hingga malam.


"Fik, nginep sini lah. Gosah balik. Di rumah lu juga pada berantem kan?"


"Harusnya sudah tenang sih Dik"


"Lu yakin Fik, nyokap bokap lu udah tenang? Ntar lu baru sampe rumah berantem lagi hahaha"


"Dih, ngeselin lu Dik. Bukanya ngedoain biar gua bisa tidur nyenyak malem ini, malah ngedoain mak sama babeh gua berantem."


"Hehehe, namanya juga kesepian Fik. Atau nyokap bokap lu suruh berantem disini ae ya? Biar makin rame nih rumah gua"


"Dika Dikaa, udah tau babeh gua dipecat dari kantor bokap lu. Malah lu ajak kesini, yang ada lu nya ntar yang bahayaa" jelas Fiki mengingatkan, sambil meminum es jeruk yang dia beli di pinggir jalan.


*Dhaaaaagggggg*
*suara pintu kebanting*


Seseorang berjalan dengan cepat, menuju pinggir rooftop. Membuat Diki yang sedang melamun menjadi mengalihkan pandangan dan perhatian nya kepada wanita yang menggenakan cardigan warna putih.


"Guaaa capee sama semuanya, capeeee!!!"
"Engga ada yang bisa ngertiin guaa, cowok guaaa, nyokap guaa, semuanyaa ngeseliin!!!""Pengeen matii guaaaa!!!"


Teriakan wanita asing itu, membuat Diki yang sedang menikmati waktu senja menjadi merasa terganggu.


"Yakin mbak mau bunuh diri?" Diki sengaja menganggapi obrolan wanita itu, karena kesal dengan kebisingan yang wanita itu buat.


Wanita ituu kaget dan baru menyadari jika ada seorang pria asing yang mendengar apa yang dia bicarakan."Apa, jangan - jangan dia ingin menghentikanku bunuh diri yaa?" tanya wanita itu kepada dirinya sendiri di dalam batin.


"Yakin mas!! Kenapa emang? Gausah sok ikut campur bisa? Jangan tahan gua untuk bunuh diri dah lu" jawab wanita itu sewot dan kesal.


"Yeee, siapa yang mau nahan, bunuh diri yah bunuh diri aja sana cepet. Ganggu waktu senja aja dah" Diki jadi ikutan sewot.


"Mas, ini ada orang mau bunuh diri bukanya disuruh berhenti atau ditahan, malah disuruh cepetan"


"Gua ga pedili sama orang kaya lu, yang menjadikan bunuh diri sebagai solusi dari masalah yang lu punya. Cara instan? Hahaha, sampah!!!"


"Lu tau apa soal hidup gua? Pake judge diri gua sampah, bukanya di tahan, malah dicap sampah. Dibiarin juga"


"Gua tau soal hidup lu, kan barusan lu yang cerita sendiri. Kenapa malah bunuh diri, ketika masih ada orang yang perhatian sama lu"


"Perhatian sama guaa? Siapaa yang masih perhatiaan samaa guaa?"
"Gua mau bunuh diri karena cape, engga ada yang perhatiin, gaada yang ngerti!!"
"Dan lu bilang kalo masih ada yang perhatian sama guaa??"
"SIAPAAAA HAHHH???? SIAPAAAA????"Jawab wanita tersebut dengan murkaa


"Gua, Gua masih bisa kasih lu perhatian kalo lu mau."
"Lu ke rooftop tiba- tiba marah, kesel, teriak, tanpa sadar kalo daritadi ketika lu marah tadi disini ada orang yang perhatiin lu , yaitu guaa"


"Hahaha, apaan. Gausah sok baiik luuu"


"Dih, yaudah." jawab Diki dengan nada kesal. Mood Diki jadi buruk dan dia mulai berjalan ke arah pintu turun rooftop, dan tidak peduli dengan aoa yang terjadi kepada wanita itu.


"Tungguin, jangaan pergii!!! Gua gamauu matiii!!! huaaaaaa!!!!" wanita itu menangis sambil berteriak sekuat mungkin.Diki tidak menghiraukan wanita itu dan tetao berjalan menuju pintu turun. Wanita tersebut lalu mengejar Diki sambil menangis.


"Tunggu duluu napaaa"kata wanita itu, sambil menepuk pundak Diki.


"Yaudah, kalo lu gamau mati, dan mau cerita sama gua. Ayo kita turun dari sini, trus ke cafe bawah. Gua yang bayar santai"


"Beneer yaaaa??" tanya wanita itu dengan nada senang.


"iyaaa iyaaa, buruuu ahhhh"Akhirnya wanita tersebut tidak jadi bunuh diri, dan mengikuti Diki untuk pergi ke cafe apartement nya untuk bercerita semua masalah hidupnya.



Kadang kita merasa, kalo tidak ada yang peduli dengan kita.
Padahal ada, dari jauh dia mengamati kita dengan diam.
Hanya saja kita dibutakan dan tidak menyadari jika ada orang yang perhatian dengan kita.
Jadi sadarilah kalo kamu tidak sendiri dan masih ada orang yang peduli


~END~

BUNUH DIRIWhere stories live. Discover now