Laurena's POV
Cornation International High School, dari Gardania Foundation. Sekolah yang paling terkenal, bukan karena keeliteannya, tapi juga karena kualitas sekolahnya. Karena itu, ayah memutuskan untuk memasukkanku ke sekolah ini. Bukan hanya ada SMA saja, tapi bahkan ada SMP di sini, dan mereka juga menyediakan asrama khusus untuk anak yang mau. Aku pernah melihat asramanya, dan aku benar-benar merasa takjub ketika melihatnya.
“Lauren, semuanya udah disiapin, kan? Nggak ada yang ketinggalan?”
“Nggak kok, Pah. Udah berangkat gih, nanti telat.” Ayah hanya terkekeh kecil sebelum menganggukkan kepalanya.
“Semangat!” Ayah pun melajukan mobilnya dengan cukup kencang dan menghilang dari pandanganku.
Ranselku kukenakan dengan benar sebelum menatap sekolah yang ada di hadapanku. Gedung yang besar ini tidak pernah gagal membuatku kehilangan kata-kata. Aku bisa saja tersesat karena ini, tapi aku memiliki keyakinan kalau anak-anak di sini akan membantuku juga, hopefully. Pekarangan sekolah penuh dengan lautan manusia, dengan jas biru yang menjadi ciri khas sekolah ini.
Dengan perasaan takut namun juga semangat, aku memasuki lapangan yang sungguh luas. Yang lebih menakjubkannya lagi, sekolah ini memiliki lapangan indoor, sehingga tidak akan ada lagi anak yang bisa berpura-pura pingsan karena kepanasan. Aku sendiri akan merasa lebih tenang jika berada di lapangan indoor karena aku yang memiliki fisik yang sedikit lemah.
“Untuk anak baru bisa ke arah kiri, dan baris dengan rapi!” Satu hal yang menguntungkan lagi, sekolah internasional membebaskanku dari MOS.
“Hai!” sapaku kepada gadis di sampingku. “Nama gue Laurena Llyod, lu bisa ….”
“Gak peduli.” Jawaban singkat itu terasa seperti ingin mencemoohku. Aku memperhatikannya dari atas hingga bawah, menyadari sebuah kalung yang dia kenakan.
“Rude,” bisikku. Anak itu hanya memutar bola matanya sebelum menghadap ke depan.
“Biarin aja. Kenalin, gua Rachelle Demian, nggak ada nama panggilan.”
“Gue Laurena Llyod, bisa dipanggil Lauren, Rena ato Nana.” Aku menjabat tangan anak itu. Anehnya, dia memiliki sebuah senyuman yang terkesan misterius, sebisa mungkin aku mengabaikan pandangan itu.
Rachelle kembali fokus ke depan sebelum berbicara lagi,” Yang tadi namanya Raquel Daniel Owen. Dia loncat setaon karena pinter banget. Tapi dia juga dijulukin ice queen.”
“Hm … nggak heran.” Pandanganku melayang ke arah anak yang bernama Raquel itu, tidak mengherankan jika dia disebut sebagai ice queen.
Percakapan kami terhenti ketika kepala sekolah dan kepala yayasan berjalan ke podium dan melakukan pembukaan. Pada awalnya, aku merasa tertarik dengan kata-kata sambutan itu, tetapi semakin lama, aku tidak bisa fokus dengan keadaan yang ada. Ucapan kepala sekolah hanya terdengar samar-samar di telingaku dan anak-anak lain juga terlihat sudah bosan. Setelah pembukaan itu berakhir, upacara secara resmi dilaksanakan.
Untungnya upacara dilaksanakan dengan sangat cepat. Itu pun masih harus disusul dengan pembinaan dan juga pembagian kelas. Semua anak baru berkumpul pada satu tempat. Keramaian itu membuatku merasa sesak, semua ingin lebih dulu masuk ke kelas mereka masing-masing. Memang melelahkan, tapi jika bisa perlahan, mengapa tidak? Jika seperti ini, seseorang bisa saja terluka!
“Laurena … Laurena …,” bisikku mencari namaku di papan yang dipajang. “Dapat!” Aku segera mengambil tasku yang dikumpulkan dan pergi ke kelas dengan senyum yang besar.
“Oh, Laurena?” Suara itu menarik pehatianku. “Lu kelas sepuluh A juga?”
“Iya.” Rachelle merangkul leherku dan menarikku ke kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scars To Your Beautiful {END}
Teen FictionEveryone has a story that they never tell others, even the closest person Tidak semua orang akan bertahan hidup dengan penuh tekanan, tidak terkecuali mereka. Tuntutan yang dimiliki oleh setiap manusia akan mengubah sikap setiap orang. Keinginan unt...