Nama festival itu adalah ECLIPSE. Diadakan setahun sekali, pada malam tahun baru. Salah satu sponsor terbesarnya adalah Ismaya Hotel and Resorts. Lokasinya pun masih berada dalam kompleks hotel tempat Lionel dan kawan-kawan berpesta kemarin. Seharusnya, pengunjung festival ini setidaknya berusia delapan belas tahun. Namun, sesuai dengan janji Wendy, tiket untuk rombongan Lionel bisa mereka dapatkan dengan mudah.
"Masih jam segini, njir. Acaranya mulai jam tujuh," keluh Agra sambil melihat informasi mengenai festival ECLIPSE di ponselnya. Dimbo baru saja memosisikan mobil mereka di tempat parkir. Matahari masih berada di angkasa, walaupun semburat oranye sudah mulai menyapa malu-malu.
Lionel merebut ponsel Agra, mencoba mencari hal apapun yang bisa mereka lakukan sambil menunggu matahari terbenam. "Keliling dulu aja kita. Nih, ada kios-kios makanan, ada nail art, face painting, lo mau nggak, Gra? Muka lo diwarnain ijo gitu, biar kayak hulk." Ibu jari Lionel yang tadinya sibuk menggulirkan layar ponsel, tiba-tiba berhenti. "Graffiti show ..." Lionel bergumam. Ia menyerahkan ponsel Agra kembali ke pemiliknya. Matanya melayang ke gedung hotel yang masih terlihat lewat jendela mobil. Debar jantung Lionel menukik tiba-tiba. Otaknya menarik sebuah kesimpulan tidak menyenangkan dari keberadaan graffiti show dan sesosok wanita yang sempat dilihatnya sekilas di koridor Ismaya Hotel kemarin.
"Woy, lo turun nggak?" seru Dimbo menggugah Lionel dari lamunannya.
"Iye, sabar!"
Setelah Lionel menutup pintu mobil dan mulai berjalan, sebuah tangan menyusup di sela-sela lengan dan pinggangnya.
"Rame. Gue takut gue ilang," ucap Cindy sambil memamerkan gigi putihnya yang berjajar rapi. Lionel hanya mengangkat alis sambil tersenyum kecil.
-
Dengan sekilas melihat daftar di ponsel Agra, sebenarnya Lionel telah menghafal persis letak graffiti show digelar. Lionel melirik Cindy di sebelahnya. Gadis itu sibuk dengan ponsel, hingga tidak menyadari lengan mereka tidak lagi tertaut. Lionel buru-buru melangkah untuk membaur dengan keramaian. Ia tidak tahu apakah ini tindakan bunuh diri atau bukan, tetapi rasa penasaran yang membuncah mengalahkan segalanya.
Lionel menyelinap di antara tubuh-tubuh manusia supaya dapat menyaksikan graffiti show yang sedang berlangsung dengan leluasa.
Seperti terhipnotis, Lionel tidak berkedip menatap punggung wanita yang sedang sibuk menunjukkan keahliannya mengubah dinding yang tadinya putih polos menjadi penuh warna. Rambut panjang yang terkepang itu terayun mendayu-dayu mengikuti gerakan pemiliknya.
Mendadak, suara-suara dari masa lalu berdengung di telinga Lionel.
"Seni itu ekspresi, Lionel."
"I think you are better at comic art than me."
"Tapi, kalau kamu mau seriusin bikin komik ... it won't be easy. Ada seni bercerita yang harus kamu kuasai juga. Apa? Oh, kamu udah punya ide mau cerita apa? Ya udah sini coba kasih tahu."
"You stay with that black and white art of yours, I'll stay with my own colorful world."
"Nggak tahu mau lanjut nulis apa? Hm, Lionel mau tahu nggak, kakak ngapain aja kalau lagi buntu ide?"
"Jangan kasih tahu siapa-siapa, ya. Ini rahasia di antara kita."
"Kenapa jangan dikasih tahu siapa-siapa? Yaa karena, nggak seru dong, kalau semua orang di dunia tahu cara ampuh dapat inspirasi."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Mismatch So Perfect [COMPLETED]
Teen FictionAdara dan Lionel ibarat kutub utara dan selatan. Mereka begitu berbeda, selayaknya dua keping puzzle yang tidak akan pernah cocok menyatu. Seharusnya, Lionel tetap menjadi lelaki tampan dan populer dengan dunia tak terjamah oleh Adara. Semestinya, A...