"Eh, ada ibu negara. Sini miss gabung." sapa Farrel ketika melihat sosok Amara yang sedang memarkirkan motornya.
Amara tiba di angkringan yang biasa ia datangi bersama Somi dan kawan-kawan. Hanya angkringan biasa yang menyajikan aneka kopi dan nasi kucing.
Terlihat sederhana memang, tapi angkringan ini lah yang menjadi saksi persahabatan Amara dengan para mahasiswanya. Mulai dari Sena yang dikerjain suruh makan arang dari kopi joss, adu argumen Farrel dan Chitra yang berakhir mereka kecebur ke got, sampai kejadian dimana Amara menonton pergelutan anak STM yang memperebutkan dirinya.
"Tumben kesini sore-sore, miss." tanya Sena yang duduk sambil membawa sepiring pisang goreng. "Niat mau ngerjain dokumen-dokumen, tapi diganggu sama mahasiswa gaje." ucapnya sambil mencomot pisang goreng yang tadi dibawa Sena.
"Shen dateng lagi miss? " Amara menggelengkan kepalanya pelan. "Kayaknya dia udah dilarang masuk sama satpam FMIPA." ceplos nya, membuat semua orang tertawa.
Sudah bukan menjadi rahasia lagi jika Amara sering menjadi magnet para mahasiswa, apalagi anak fakultas teknik. Salah satunya adalah Shaosheng.
Siapa yang tidak tahu Shaosheng? Makhluk FT program pertukaran pelajar Indonesia-China yang sering 'berkeliaran' di FMIPA.
Lelaki yang akrab dipanggil Shen itu merupakan putra tunggal dari Mr. Confucius. Lelaki yang selalu digadang-gadang menjadi penerus Confucius Departement Store --the largest departement store that is part of the top ten stores with the highest selling in the world.
Mahasiswa berdarah China itu tidak pernah absen perihal mengejar Amara, sejak ia tiba di Indonesia tiga bulan yang lalu. Amara sendiri sudah menolak Shen berulang kali, tetapi lelaki itu pantang menyerah.
Hingga namanya sudah lumayan terkenal dikalangan anak MIPA. Jika ditanya siapa anak teknik yang duduk sendirian di kantin FMIPA, pasti semua kompak menjawab Shen. Lelaki tersebut tidak bisa dikatakan jelek meski memiliki kulit cukup gelap untuk ukuran orang berdarah China. Sikapnya yang ramah juga membuat dirinya mempunyai penggemar.
Mayoritas anak MIPA mendukung perjuangan Shen. Seorang Amara memang patut diperjuangkan --menurut mereka.
Seorang dosen muda cantik nan cerdas dengan seorang lelaki tampan yang cukup banyak menorehkan prestasi tentu merupakan kombinasi yang luar biasa.
Namun, entah mengapa, Amara tidak pernah melirik Shen sama sekali. Perempuan itu memang menanggapi Shen kadang-kadang, tapi terlihat jelas jika Amara bersikap cuek kepada Shen.
"Dia terobsesi, bukan cinta."
Jelas Amara singkat jika ditanya alasannya bersikap cuek kepada Shen.
"Anyway miss." panggil Farrel ketika Amara bergabung dengannya. "lye?" jawab Amara tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.
"Miss kenal Kak Nanda?" Pertanyaan Farrel sukses membuat Amara menjadi atensi gengnya. Amara menaruh ponselnya dan menumpukan kepalanya di atas meja, "Lo kenal mereka?"
"Wah... Miss Amara seperti meragukan kekuatan gosip seorang Farrel Adhika..." ujar Harris seraya menggelengkan kepalanya. "Jadi Kang Gosip kok bangga." sindir Amara, membuat seluruh penghuni meja tertawa kencang. Farrel hanya menghela napas panjang, beginilah nasib anak nistable.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wiyata
Fiksi Remaja"Money can't buy happiness." Bagi Amaranth Nailazaara Wiyata, kalimat tersebut sangat tidak klop untuknya. Terlahir sebagai perempuan cendekia trah Wiyata membuat Amara bisa memenuhi segala kesenangannya, dengan atau tanpa selembar uang sedikit pun...