Part O

801 39 16
                                    

Aku mengerjapkan mata saat mendengar bunyi alarm HP yang tergeletak di atas meja. Aku meringis ketika merasakan area belakangku yang sedikit perih. Di sampingku, Adit masih tertidur di balik selimut. Aku yakin lelaki itu juga sedang tidak memakai baju sama sepertiku.

Aku tersenyum mengingat apa yang kami lakukan semalam, dimana aku menyerahkan semuanya. Aku menjadi milik Adit seutuhnya.

"Morning, Kak!" ucapku ketika melihat Adit mulai membuka mata. Aku memiringkan tubuhku agar bisa menghadap lelaki itu.

Adit mengucek matanya kemudian tersenyum. "Morning juga, Rif," ucapnya serak. "Jam berapa sekarang?"

"Setengah enam."

"Kamu sekolah kan?"

"Kayaknya enggak dulu deh, Kak," jawabku. "Masih agak perih."

"Serius?" Adit tampak panik. Dia langsung menghadapku "Maafin aku, yah."

Aku menggeleng lantas tersenyum. "Aku nggapapa, Kak."

"Beneran?"

Aku mengangguk mantap. "Justru aku seneng banget. Kak Adit hebat."

Adit tertawa. "Kamu juga hebat, Rif. Aku jadi makin sayang." Lelaki itu mendekatkan wajahnya ke wajahku.

Cup

Adit mencium keningku. Aku merasa ada sesuatu yang menggelitik perutku, namun sensasinya begitu menyenangkan. Aku belum pernah merasa sebahagia ini sebelumnya.

Adit menurunkan ciumannya menuju bibirku. Tangannya ia gunakan untuk menahan pipiku. Aku menyesap bibir bawahnya, merasakan morning kiss ini. Adit ikut menyesap bibir atasku. Aku mengekspresikan semua perasaanku kepala lelaki itu melalui ciuman kami, tanpa nafsu. Beberapa saat kemudian, ciuman itu terlepas.

Aku menatap wajah Adit. Mengagumi ciptaan Tuhan yang satu ini yang telah merenggut keperjakaanku.

"Kok senyum gitu?" tanya Adit.

Aku menggeleng. "Aku cuma lagi keinget sama apa yang kita lakuin semalam."

"Kenapa? Mau lagi?" tanya Adit dengan tatapan menggoda.

Aku menggeleng cepat. "No! Aku belum siap sama punya Kak Adit yang gede banget itu. Ini aja masih agak perih."

"Tapi enak kan?"

Tiba-tiba pipiku memanas. Akui akui Adit sangat hebat di atas ranjang. Lelaki itu begitu perkasa.

"Ciee, yang pipinya merah." Adit mencolek pipiku. Aku menipisnya.

"Apaan sih, Kak!"

Adit tersenyum. "Makasih, Rif. Kamu ngejaga itu buat aku."

Aku menatap lelaki itu. Tanpa mengatakan apa-apa, aku langsung menghambur ke pelukan Adit. Tubuh telanjang kami bersentuhan. Aku membenamkan wajahku ke dada bidang Adit, menikmati aromanya dan merasakan ketenangan di sana.

"Aku sayang Kak Adit."

"Aku juga sayang kamu, Rif." Adit mengelus rambutku. Aku memejamkan mata merasakan momen ini. Momen yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Padahal dulu aku sempat menganggap Adit adalah sebuah kemustahilan, tapi sekarang aku bahkan sudah merasakan penyatuan dengannya.

Aku masih membenamkan wajahku ke dada bidang Adit. Bisa ku rasakan milik Adit sudah berdiri, begitupun milikku. Dua benda itu bergesekan.

"Ini sprei sama selimut siapa Kak?" tanyaku sambil merasakan geli-geli nikmat di bawah sana.

"Punya aku. Semalem ambil di bengkel."

"Bengkel lo jualan selimut juga?" tanyaku yang langsung mendapat nyoynoran di kepala.

"Ngawur kamu," jawab Adit. "Aku kan sering nginep di bengkel, nah aku bawa selimut sama sprei dari rumah buat tidur di sana."

Aku nyengir. "Terus pelicinnya?"

"Beli."

"Niat banget." Aku terkekeh.

"Demi kamu. Apapun aku lakukan."

"Heleh, lebay."

Adit tertawa. "Kamu gemesin banget sih, Rif." Lelaki itu menyubit pipiku

"Aku tahu," ucapku sambil mencoba mengatur nafas. Di bawah sana gesekan Adit semakin menggila.

"Main lagi yuk."

Aku diam sambil menatap Adit. Masih teringat dengan jelas seperti apa permainan kami tadi malam. Hingga akhirnya aku menyadari satu fakta yang terlewat. Sontak aku langsung mengambil posisi duduk.

"Kakak biasanya tidur di bengkel?"

Adit agak terkejut mendapatiku tiba-tiba bertingkah aneh -mungkin. "Iya.

"Kenapa kita nggak lakuin ini di sana aja? Jadi kan kita nggak perlu ribet-ribet beresin kamar ini dan kakak nggak perlu bolak-balik buat ambil seprei ama selimut!"

Adit tampak tercenung beberapa saat. "Iya juga, yah?"

"Kakak kalau lagi nafsu jadi pinter banget yah?"

Lelaki itu hanya nyengir. "Kita main lagi aja, yuk. Ada burung yang kangen sarangnya, nih, Rif."

"Au ah, Kak. Aku mau tidur lagi aja!"

"Kok gitu?"

"Aku capek Kaaaak." Aku menatap Adit lekat.

"Hmm, Iya deh. Tapi kan kamu sekolah."

"Aku mau tidur aja lah Kak. Males banget sekolah."

Adit mengangguk. "Yaudah, sini tidurnya sambil pelukan."

Tanpa babibu lagi, aku langsung masuk ke dalam dekapan lelaki yang sudah membuatku terjatuh ke dalam pesonanya. Jatuh sedalam-dalamnya.

"Aku sayang, Kak Adit."

"Aku juga sayang Rifki."


#####

🍆 fire ship🍌

LingkupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang