"Selamat pagi!" sapa seorang wanita muda nan cantik dari depan kelas.
Semua mata para lelaki dalam kelas terpana melihat paras ayunya.
"Hai, ada orang?" tanyanya dengan senyum yang melihatkan gigi kelincinya. Putih bersih berpadu dengan warna merah dari lipmatenya sangat cocok sekali. Menambah powerful dan colorful pada wajahnya.
Selang 2 detik, semuanya sudah kasak-kusuk tak keruan.
"Selamat pagi!" ulangnya.
"Pagi!" jawab serentak semua murid setelah keterkejutannya di awal. Guru muda nan cantik—Bu Ines—tersenyum lega karena sapaannya sudah terjawab oleh anak didiknya.
"Oke, sebelum mulai ke pembahasan inti kita. Alangkah baiknya, ibu memperkenalkan diri, ya. Kan kata pepatah, 'Tak kenal maka ...," ujarnya dengan anggun serta penuh wibawa.
"Tak sayang!" celutuk salah satu murid lelaki dari paling belakang.
Bu ines hanya tertawa kecil, "Salah. Tak kenal maka kenalan. Nama ibu, Ibu Ines, di sini ibu mengampu mata pelajaran yang semua orang menganggapnya sulit dan bikin ngantuk. Umur? Kalian bisa tebak lah, ya. Kalo rumah ada di Jakarta juga. Oke, cukup sekian, perkenalan singkat dari ibu. Ada yang mau ditanyakan?"
Semua murid terbengong karena banyak sekali menurutnya mata pelajaran yang dianggapnya sulit dan bikin ngantuk. Sampai akhirnya mereka hanya pasrah, toh, ada penyegarnya. Tak masalah mau ngantuk atau mau sulit, yang penting yang ngajar Bu ines udah top. Bodoamat tentang pelajarannya yang penting siapa yang ngajar, kan, lumayan bisa cuci mata. Itulah pemikiran dari setiap murid lelaki pada umumnya.
"Kalo tidak ada yang ditanyakan. Kita masuk ke pembahasan inti kita, yaa. Sambil kita berkenalan. Kalian siapkan buku dan alat tulisnya. Kita masuk pada bab pertama yaitu tentang Besaran dan satuan," ujarnya dengan gamblang.
Semua murid dalam kelas langsung saja mencatat kata 'Besadan dan Satuan' di tengah-tengah buku mereka sebagai judul materi bab pertama.
"Kalian tau? Apa itu besaran?"
"...."
"Hmm. Jadi, besaran itu adalah ...." Bu ines menyampaikan materinya dengan singkat namun dapat membuat mereka semua memahaminya. Semua murid juga mencatatnya di buku masing-masing sesuai dengan setiap kata yang keluar dari suara Bu ines yang menenangkan.
****
Bel istirahat berbunyi. Mereka semua menghela nafas panjang, sebab pelajaran fisika telah berakhir. Merapikan alat tulisnya dan kekuar dari kelas untuk memanjakan perutnya.
"Ke kantin, Ki?" tanya Luna sambil merapikan peralatan tulisnya.
"Hayuuu. Cepetan, kuy!"
Luna segera bangkit dari duduknya dan keluar kelas bersama Kiki untuk mengisi perutnya.
Mana uang gue gak cukup. Tapi gue belum sarapan. Beli roti aja, deh.
Raut wajahnya yang terlipat dan pandangannya yang kosong membuat Luna yang sedari tadi memperhatikannya merasa bingung.
Kenapa muka Kiki begitu? Apa dia punya masalah?
"Ki, Lo kenapa?" tanya Luna dengan menyenggol lengan Kiki yang berada disebelah kanannya.
"Eh, apanya yang kenapa?" ujar Kiki dengan bingung."Lo. Kenapa tadi wajah Lo kayak gimana gitu. Ada sesuatu yang Lo sembunyikan dari gue, ya?" tuding Luna.
Mendengar perkataan Luna, Kiki segera tersenyum untuk meyakinkannya bahwa semuanya baik-baik saja.
Etdah! Ini bocah ngapa bisa tau, ya? Kiki dengan mengangkat tangan kanannya dan menempelkannya di kening. Kepalanya pun menggeleng sekejap.
"Serius, Lo?" tanya Luna sekali lagi untuk memastikan apa yang sedang terjadi beneran baik-baik saja atau cuma sekedar alasan dari Kiki.
"Iya, Luna Aurora!" jawab Kiki dengan menyebutkan nama lengkap Luna dengan senyum manis yang terpatri.
Kok gue gak yakin, ya? Apa Kiki gak mau cerita sama gue gara-gara kita baru kenal, ya? Luna mengasumsikan sesuatu yang tak disukai oleh dirinya sendiri.
Sisa perjalanan menuju kantin mereka habiskan dengan berjalan sambil diam tak sepatah kata pun keluar dari mulut mereka berdua. Kiki dengan pemikirannya sendiri dan Luna juga dengan asumsinya sendiri. Mereka berdua sama-sama sibuk dengan pikirannya masing-masing.
****
Sesampainya di kantin, Luna kembali bertanya tentang makanan yang akan Kiki pesan.
"Makan apa, Ki?" tanya Luna sambil melihat menu dan daftar harganya yang terpasang di etalase.
Buset! Mahal amat, dah. Ini, sih, fix beli roti aja.
"Lo mau apa, Ki? Biar sekalian gue pesenin," tanya Luna sekali lagi.
"Gue roti aja, deh, Lun," putus Kiki setelah melihat daftar harga yang tertera.
"Sama apa?"
"Air mineral dua."
"Oke. Lo tunggu di meja situ, tuh, gih sana," kata Luna sambil menunjuk meja yang masih kosong yang berjarak tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Gak, ah. Gue mau temenin, Lo. Lagian gue belum bayar."
Kiki segera mengambil roti yang ada di depannya dan berjalan ke samping untuk mengambil air mineral ukuran sedang di dalam lemari pendingin. Dia kembali lagi ke samping Luna dengan tangannya yang sudah ada makanan dan minumannya.
"Bu, ini berapa?" tanya Kiki dengan suara yang sedikit keras agar ibu kantin bisa memperhatikannya.
"Tujuh ribu, Nak." Ibu kantin tersebut menyebutkan total harga dari makanan dan minuman yang di bawa oleh Kiki.
Kiki meletakkan roti beserta air mineralnya di depannya dan tangannya segera mencari uang dalam sakunya. Sementara Kiki sedang mencari uangnya, Luna memesan bakso dan air mineral satu botol kepada ibu kantin.
"Ini, Bu, uangnya." Kiki meletakkan uang pecahan dua ribuan sebanyak tiga lembar dan seribuan koin di tangan ibu kantin.
Uang gue yang terakhir. Dadah! Kiki dengan pasrah melihat yang terakhir yang ada di sakunya harus melayang pergi ke pelukan ibu kantin.
Ibu kantin segera menyiapkan makanan yang di pesan Luna dan meletakkannya di nampan. Luna segera mengambil nampan tersebut yang berisi satu porsi bakso dengan satu botol air mineral berukuran sedang.
"Berapa, Bu?"
"Sembilan ribu, Nak."
Tangan Luna langsung mencari uang pecahan sepuluh ribuan di saku bajunya dan memberikannya kepada ibu kantin.
"Kembaliannya buat ibu, aja."
"Alhamdulillah, terima kasih banyak, Nak."
Luna segera mengangkat nampannya dan berjalan menuju meja yang sebelumnya ditunjuknya. Bersama Kiki, mereka berdua menghabiskan makanannya dalam hening.
Kiki memakan rotinya perlahan sambil memperhatikan Luna yang sedang makan bakso dengan lahapnya.
Holkay yang satu ini beda banget sama holkay-holkay yang biasanya. Kiki takjub melihat kedermawanan seorang Luna.Makanan Luna sudah habis dan begitu juga dengan Kiki. Luna segera menanyakan perihal roti yang di makan oleh Kiki.
"Kenapa gak pesen makanan lain, Ki. Kan ada nasi goreng, mie goreng sama yang lainnya. Kenapa Lo milih beli roti?" tanya luna penuh selidik.
"Gue lagi pengin makan roti, lun," jawab Kiki setelah menenggak habis satu botol air mineral.
Tanpa melanjutkan kekepoannya, luna langsung meng-oh-kan saja. Dia tidak mau kalau dia harus dicap sebagai 'Sok tahu dan SKSD (Sok kenal, Sok dekat)' oleh Kiki.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
My Rival
Teen FictionLuna, gadis manis berotak cerdas yang tidak pernah bisa mendapatkan teman yang bisa dijadikannya sebagai seorang sahabat selama 9 tahun bersekolah. Namun, di tahun ke-10, Luna baru bisa mendapatkan seorang sahabat. Hari-harinya di sekolah pun beran...