>>Ellen<<
"Now, when I look back on it, it was kind of miraculous... But you know the saying, "...the Lord Giveth and the Lord Taketh away..."
-Benjamin Button
Saat Benjamin Button masuk ke gereja dan didoakan oleh pendeta berkulit hitam sehingga dia dapat berjalan dari keadaannya yang lumpuh, ia merasa hidupnya adalah sebuah keajaiban. Sesudah pendeta itu menyembuhkan Benjamin, tiba-tiba Ia terjatuh dan meninggal karena serangan jantung mendadak. Kutipan yang paling kusuka dari film itu adalah Tuhan memberi dan Tuhan yang mengambil. Hal itu sungguhlah seratus persen akurat saat aku melihat keadaanku sekarang. Aku selalu berdoa kalau Tuhan tidak akan mengambil apapun dariku kali ini karena hidup yang kujalani di Jakarta saat ini sudah hampir sempurna, ya meskipun banyak tantangan. Tetapi, apa saja yang baru kudengar pada minggu pagi ini sungguhlah tak terduga.
Om Randi memanggil aku dan Gina ke ruang TV dengan nada gembira.
"Gina, Ellen, kalian harus rukun ya, soalnya Tante Rika nikah. Jadi, kami nanti siang mau ke Bandung" kata Om Randi.
Tante Rika adalah adik dari Tante Mila. Dia adalah anak bungsu di keluarga Tante Mila.
"What???? Beneran nih? Gina ikut kan, ma?" tanya Gina.
"Boleh, sih tapi kan kamu besok UAS. Emang kamu mau ulangan susulan?" tanya Tante Mila.
"Oh iya, nggak mau deh" jawab Gina.
"Selama kami pergi, kalian harus rukun dan menjaga satu sama lain, ya" kata Om Randi menasehati kami.
Aku mengangguk mendengar pesan Om Randi. Om Randi beranjak dari tempat duduknya dan mengambil laptopnya untuk memesan tiket pesawat. Aku dan Gina membantu Tante Mila untuk mengemas pakaian-pakaian yang akan dibawa. Tante Mila hanya terdiam sambil menatapku yang sedang membantu mengemas pakaian-pakaian. Sesekali ia menatap ke arah Gina yang sedang sibuk bermain dengan ponselnya.
Aku meresleting koper yang berisi baju-baju yang telah terkemas "Ada keperluan yang lain, tante?" tanyaku ke Tante Mila.
Tante Mila tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya.
"Makasih ya, Len" kata Tante Mila.
Aku tersenyum sambil mengangguk.
Hal yang kutakutkan benar-benar akan terjadi. Aku dan Gina hanya berdua di rumah tanpa adanya Om Randi yang akan membelaku. Aku takut Gina akan melakukan hal yang buruk kepadaku. Kalau boleh jujur, aku takut aku tidak bisa dekat lagi dengan Prince kalau hanya Gina yang tinggal bersamaku.
Tepat pada pukul setengah dua siang, aku dan Gina mengantar Om Randi dan Tante Mila ke bandara. Sesudah mengantar Om Randi dan Tante Mila ke Bandara, Gina dan aku pun kembali ke rumah. Tidak ada sepatah kata pun yang kami ucapkan untuk satu sama lain. Aku memberanikan diriku untuk berbicara kepada Gina saat ini.
"Gin, kamu mau aku masakin apa nanti?" tanyaku ke Gina.
Gina melirikkan matanya ke arah ku sambil menjalankan setir mobil, "GA USAH SOK BAIK!" bentak Gina.
Aku tahu berbicara ke Gina adalah ide yang buruk. Jika dihitung, sudah hampir setahun aku berada di Jakarta dan kami belum bisa rukun. Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah diam dan tidak membuat Gina kesal.
Hari menjelang malam dan aku diam di kamarku untuk belajar karena besok adalah hari pertama Ujian Akhir Sekolah. Aku membolak-balikkan lembar bukuku dengan penuh konsentrasi, hingga konsentrasiku buyar sepenuhnya saat melihat nama Prince meneleponku pada malam ini. Aku segera menjawab telepon dari Prince itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Letter To Prince [Complete]
Romance(COMPLETED STORY) Warning : 16+ Cowok ganteng bisa sakit hati? Dear Prince I don't know how many times i write letters about you. I really miss every single thing about you now. Your perfect sharp nose, your perfect jawline that i forever adore. Kar...