Sebuah Informasi dalam Ghibah | Dani Prawira
Aku mencarinya kemana-mana, aku pikir aku telah kehilangan anggota sekaligus adik sepupuku, Alif dan Wildan. Siapa lagi memang pelakunya jika bukan kedua anak itu? Untung hanya dua, kalau ketambahan sama Rangga matilah aku. Bisa-bisa disate aku sama komandan karena dianggap lalai mengawasi anggota, dan tentunya juga akan disembur oleh para orang tua karena ketiga bocah itu adalah adik sepupuku.
Tadinya aku hampir menyerah karena tenagaku terkuras habis kala membantu penduduk setempat yang ingin menyeberang sungai. Namun sesuatu terlintas di otakku, ada satu sekolahan yang letaknya lumayan jauh dari pos tempatku. Awalnya sekolah itu terletak di dekat pos dua di bawah pimpinan Letda Adrianto Taufik teman lettingku. Tetapi sekarang pos itu sudah tidak ada, dan ikut bergabung dengan pos yang aku pimpin. Sehingga sekolah itu kini hanya berdiri sendiri, di tengah luasnya hamparan rumput ilalang yang menjulang dan jauh dari keramaian.
Terlihat dari kejauhan sosok yang sangat aku kenal, ya, Alif dan Wildan. Mereka terlihat tengah berbincang dengan dua orang guru perempuan yang mengajar di sekolah itu. Aku berjalan menghampiri mereka dan mengajaknya untuk kembali ke pos karena hari mulai petang.
"Alif, Wildan."
"Siap!" jawab mereka serempak.
"Kenapa kalian tadi ada di sana? Sedang apa kalian? Bagaimana bisa kalian meninggalkan pos dan malah asyik ngobrol di sana?!"
"Siap, mohon izin menjawab kami hanya ingin memantau daerah sekitar." ujar Wildan
"Ya, tetapi kenapa harus sampai meninggalkan pos tanpa izin dari saya?!"
"Siap, salah!"
"Kamu tahu kan, di sini itu sangat berbahaya. Apalagi kalian tadi tidak membawa apapun, bagaimana kalau kalian tadi tiba-tiba di hadang pemberontak itu?! Kalian mau mati?!"
"Siap, salah!"
"Di mana otakmu, Dik? Kalian itu tentara dan tugas tentara adalah mengamankan negaranya. Kalau kalian tidak menjaga diri sendiri bagaimana kalian bisa menjaga negara?!"
"Apalagi kalian tadi memasuki daerah yang rawan akan penjahat. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada kalian tadi?"
"Siap. Bukankah sekolah tadi beserta warga sekolahnya patut untuk kita lindungi?"
"Ya! Memang patut untuk dilindungi. Tetapi kembali lagi pada diri kalian! Kalau kalian tidak bisa melindungi diri sendiri, bagaimana bisa kalian melindungi mereka?!"
"Saya tidak habis pikir sampai mempunyai anggota badung macam kalian!"
"Sikap tobat kalian, lima belas menit!" lanjutku.
"Siap!" ujar mereka yang langsung mematuhi perintahku.
Kulangkahkan kakiku meninggalkan mereka berdua, biarlah mereka berdua menikmati sensasi hukumannya. Aku keluar dan bergabung dengan rekan-rekan yang lain.
"Ada apa Dan? Kok wajahmu kusut begitu?" ujar bang Irwan.
"Mungkin Dani baru putus sama pacarnya." celetuk Beni.
"Oalah, kirain kenapa Dan. Santailah, masih ada banyak cadangan." timpal Edwin yang disambut dengan gelak tawa semuanya.
"Bagi satu sini Dan, sama aku." ya, kurasa aku salah tempat. Ingin hati kumelepas penat eh, malah dihujat. Nasib kaum buaya.
Kami berbincang-bincang, sesekali bercanda yang sudah pasti akan memantik tawa. Ketika kami bercanda, ada dua orang gadis yang lewat. Tentu saja itu mengundang semua pasang mata para rekanku. Tentunya aku juga hahaha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ssst! [Complete]
Romansa[Belum direvisi] ... "Pak Komandan, aku mencintai salah satu anggotamu!" Kisah asmara antara seorang guru dan prajurit yang selalu dalam mode waspada karena kedatangan buaya. Mereka akhirnya sepakat untuk menjalani hubungan dengan senyap, namun inda...