🐎💔🦋
Happy Reading ❤
_Marposha_
Kelopak matanya baru saja terbuka. Terang sinar matahari membuat matanya terasa silau.
Terdengar cicitan burung kecil seolah bernyanyi riang. Kupu-kupu berdansa di atas kelopak bunga. Suara tawa anak kecil di atas luasnya padang rumput mengundang perhatian.
"Di mana ini?" gumamnya sambil menyentuh kepala. "Ah, kepalaku sakit. Apa yang terjadi sebelum ini?"
Pikirannya pun melesat ke kejadian malam itu.
"TOLONG CEPAT, PAK KEMIS!! RUMAH SAKIT UDAH DI DEPAN MATA!"
"SABAR, NON STELLA! INI LAMPU MERAH! LAGIAN KENAPA TADI NGGAK PAKAI AMBULANS AJA!"
"LAMA TUNGGU AMBULANSNYA. UDAH PAK AYO TEROBOS AJA! TEROBOS!"
"JANGAN BEGITU NON. JANGAN! EH JANGAN AMBIL AHLI SETIRAN SAYA! JA--AAA!!!"
BLAM!
"Oh iya! Kecelakaan! Marposha! Marposha ada di mana? Marposha!" teriak Stella, tapi tidak ada sahutan. Wanita itu pun beranjak berdiri dengan tulang rusuk punggungnya yang terasa sakit.
Stella mulai menelusuri tingginya padang rumput. Tangannya menyibak rumput-rumput hijau untuk menghampiri anak kecil yang sedang main di sana. Siapa tahu, ia bisa mendapatkan informasi tentang tempat ini.
"Benar kan? Sasha nggak bohong. Selama ini, Sasha bisa lihat Papa. Sekarang Rila bisa lihat juga kan?"
"Iya, ternyata Rila sekarang juga bisa lihat. Rila senang banget. Papa, peluk Rila!"
"Boleh boleh. Dua-duanya anak kesayangan Papa. Sini Papa peluk."
"Ka--Kak Denish?!" Sungguh tidak percaya apa yang ada di depan mata, mulut Stella masih menganga lebar. Sedangkan, Denish yang tengah mengangkat Marila tinggi-tinggi pun menurunkannya. Pria itu tersenyum kepada Stella.
"Bocilku, lama tak jumpa."
"KAK DENISH!!" Tangisannya pecah. Tidak peduli apa yang sedang terjadi, Stella segera berlari ke arah Denish dan memeluknya erat.
"Kamu udah kerja keras selama ini. Terima kasih udah membesarkan Marila dan Riposha dengan baik." Denish mengusap pucuk kepala istrinya itu.
"Emang sepatutnya aku lakukan, Kak. Gak usah berterima kasih."
"Mama Mama, Rila senang banget akhirnya bisa ketemu sama Papa."
"Iya, Sasha juga senang. Sasha mau kita peluk-pelukan kayak Teletubbies," ucap bocah itu sambil merentangkan tangan dengan riang. "Papalukan."
"Boleh." Denish melepaskan pelukan dari Stella.
"Tu--tunggu. Ka--kalian?" Stella terkejut melihat Marposha yang biasanya nempel sudah terpisahkan. Marposha tidak terikat lagi. Mereka kini sama seperti manusia normal yang kulit pinggangnya tidak lagi menempel.
"Iya, Mama. Rila dan Sasha udah pisah. Kami tidak nempel lagi." Seperti tahu apa yang ada di dalam pikiran mamanya, Marila memberi penjelasan.
"Terus kita? Apa kita udah meninggal?" Pertanyaannya itu mengacu kepada Denish. Sesungguhnya besar harapan dari Stella mendapatkan jawaban "iya" dari Denish, karena lebih baik begini. Mereka berkumpul lengkap di alam ini. Alam yang penuh kedamaian dan kebahagiaan.
"Nggak, Cil."
Jawaban Denish membuat dahi Stella semakin berkerut. Ada rasa kecewa di dalamnnya. Kenapa tidak meninggal saja supaya ia bisa selamanya bersama dengan Denish?
KAMU SEDANG MEMBACA
Marila dan Riposha
General FictionSekuel dari Sebatas Kekangan. [Biar nyambung, baca Sebatas Kekangan dahulu] Ini tentang si kembar siam: Marila dan Riposha. Anak dari Denish Alexander Putra dan Stella Andriani. Si kembar siam ini unik. Mereka tidak bisa dibelah. Kulit pinggang mere...