4| Who?!

16 6 0
                                    

Langit mulai menggelap, Nick yang bersembunyi di atas pohon itu melebarkan pandangannya ke bawah. Ingin turun tapi takut ada Joker di bawah sana, ingin diam tapi takut ada hantu.

"Astaga, Nick! Kau itu laki-laki, tampan lagi! Masa penakut!" ucapnya bermonolog, memukul kepalanya sendiri. Namun segera membeku ketika melihat seseorang di bawah sana sedang mengedarkan pandangan, dia sepertinya pemegang kartu Jokernya.

Nick menyipitkan matanya untuk melihat ciri-cirinya lebih jelas, dia menggunakan hoodie berwarna merah, kepalanya ditutupi tudung. Seingatnya, tak ada yang menggunakan hoodie kecuali Jennie dan Martha. Orang itu tak mungkin Jennie, karena Jennie itu pendek, lebih pendek dari orang yang kini dilihatnya. Maka Nick tak punya opsi lain selain menebak kalau pelakunya adalah Martha, Nick tak mengingat jelas apa warna hoodie yang dipakai Martha, namun dia yakin kalau Martha tak menggunakan warna merah. Katanya dia membenci warna merah.

Saat sedang melamun, memperkirakan siapa orang di balik hoodie merah itu pohon yang ditumpangi Nick tiba-tiba bergoyang. Pemuda itu berteriak memejamkan matanya sambil memeluk batang pohon seiring dengan bunyi mendesis dari bawah sana.

Nick berhenti berteriak, membuka kelopak matanya secara perlahan, dia melihat Jackson dan Jennie di bawah sana sedang menatapnya tajam.

"Jangan berteriak, Nick! Ini hampir malam tahu!" tegur Jackson, "Cepat turun! Permainannya sudah berakhir..." ujar Jennie mengisyaratkan dirinya untuk turun menggunakan lambaian tangannya.

Nick turun dari pohon tersebut, "Jadi aku menang?" tanyanya setelah berhadapan dengan mereka.

"Aku tak tahu, aku dan Jackson tidak bertemu dengan Jokerny--"

"Pemegang kartu Joker." potong Jackson mengoreksi, Jennie mengangguk, "Iya itu, kita tidak bertemu dengannya juga. Pokoknya kita harus ke tempat berkumpul tadi, sudah gelap." ujarnya diangguki Jackson dan Nick.

Mereka pun berjalan keluar dari kebun raksasa itu, Jackson berjalan di depan dengan Nick dan Jennie yang mengikuti di belakang. Kucing penakut.

***

"Guys!!" teriak George sambil berjalan menuju pintu gerbang berusaha keluar dari kebun yang kini terlihat menjadi lebih menyeramkan karena sinar bulan sudah menggantikan matahari.

Dia berusaha keluar namun lupa jalur yang tadi dilewatinya.

"George?"

George sempat terkejut, namun langsung lega ketika melihat Martha dengan kepala yang ditutupi tudung hoodienya. Dirinya tak bisa melihat jelas wajah Martha, namun dia tahu itu Martha karena sebagian wajahnya tersorot sinar bulan. "Oh hey, Mar! Mana yang lainnya? Permainannya sudah berakhir kan? Perjanjiannya juga sampai matahari terbenam, jadi aku tidak kalah dong! Kau juga jangan bunuh aku!" ucapnya panjang lebar berjalan mendekati Martha.

Namun gadis tomboy itu hanya diam menatap George, membuat George takut. Jangan-jangan dia hantu yang menyamar sebagai Martha.

"A-aku duluan saja deh!" ucapnya segera pergi meninggalkan Martha yang menatap kepergian George.

George berlari ke arah datangnya Martha tadi, dia terus berlari di tengah gelapnya malam.

Hingga kakinya terjerat akar, George tersungkur. Dengan panik, dia berusaha menggerakkan kakinya agar terbebas dari jeratan akar-akar itu hingga membuat kakinya sedikit tergores karena kuatnya dia bergerak.

Napasnya tercekat ketika melihat sesuatu yang sejak tadi tak ingin dilihatnya. Dia melihat tubuh seorang pria yang terbaring tepat di sampingnya. Dengan tangan gemetar dan bulu kuduk yang berdiri, George berusaha meneliti wajah orang itu dibantu dengan sinar bulan yang menembus dedaunan pohon.

Matanya melebar ketika menyadari ternyata tubuh itu adalah tubuh James. Dengan tubuh gemetar, George meletakkan jari telunjuknya di bawah hidung James.

Jiwanya hampir pingsan ketika dirinya tak merasakan hembusan nafas yang keluar dari hidung James. James mati.

George memeriksa kartu yang dipegang James, kartu king Love. Dirinya lagi-lagi tercekat saat ada sesuatu yang membentur kepalanya. Itu adalah sebuah kartu...

Joker.

Pemuda berambut gondrong itu menoleh ke belakang dan melihat seseorang dibalik hoodie dari kejauhan. Kepalanya ditutupi tudung hoodie, dirinya tak bisa melihat detail lainnya. Orang itu terlihat seperti siluet.

"Martha.... Jokernya?" gumamnya pada dirinya sendiri, dirinya hendak memanggil gadis tersebut namun segera menggeliat berusaha melepaskan ikatan kakinya ketika menyadari gadis dibalik hoodie itu membawa pisau yang memantulkan sinar bulan, dia juga melihat noda darah yang hampir mengering di ujungnya.

Kini George yakin orang yang berdiri di sana bukanlah hantu, dan orang yang tadi bertemu dengannya benar-benar Martha.

Hingga kakinya berhasil bebas, dirinya segera berlari sekencang mungkin sambil terus bergumam meminta maaf pada James. Pandangannya memburam ketika liquid berkumpul di pelupuk matanya.

George terus berlari dengan arah lurus, berharap segera keluar dari kebun ini dan meminta tolong.

***

Setelah hampir setengah jam Jackson, Jennie, dan Nick berjalan. Akhirnya mereka berhasil kembali ke tempat mereka berkumpul semula.

Awalnya mereka bertiga berpikir kalau empat orang yang lainnya sedang menunggu mereka bertiga di depan kebun. Namun mereka tak menemukan siapapun di sana.

"Jack--"

"Astaga!" pekikan Jackson membuat Nick maupun Jennie tersentak, mengikuti arah Jackson berlari.

"Mr. John!" Jackson membawa kepala pria paruh baya itu ke pahanya. Nick menelan ludahnya ketika melihat kaos yang dipakai Mr. John, tak terlalu jelas, karena suasana yang gelap. Namun mereka bisa melihat kaosnya dipenuhi cairan merah pekat terutama bagian dadanya, Jackson memberanikan diri melihat lukanya. Jennie sampai memejamkan matanya ketika melihat luka Mr. John, "Luka tusukannya sangat dalam.." Jackson menggantung ucapannya, "...dan banyak." lanjutnya menatap Nick dan Jennie secara bergantian.

"Jack, tolong jangan bicarakan itu..." ucap Jennie ketika merasa perutnya tiba-tiba kembung, bahkan enggan menelan ludahnya sendiri. "Siapa yang melakukan ini, Jack?" tanya Nick menyamakan tingginya dengan Jackson, berjongkok dan satu lututnya menyentuh tanah. "Aku tak tahu.." jawaban Jackson membuat ketiganya menghembuskan napas.

"Bagaimana kalau basecamp kita di jambret? Kemudian mereka melihat Mr. John dan membunuhnya!" celetuk Jennie, kedua pemuda itu menoleh pada gadis berponi itu. Sedikit setuju dengan pemikirannya namun lokasi basecamp mereka di ujung gang. Agak sulit untuk orang lain menjangkaunya, apalagi tukang jambret.

"Baiklah, kau--"

"JACKSON!" suara itu memotong ucapan Jackson, ketiganya menoleh pada George yang berlari dengan peluh yang mengucur deras. Rambutnya yang gondrong itu lembab karena keringat, dia segera mendekap tubuh Nick yang bangkit dari posisinya yang semula bertumpu pada lutut.

Nick cukup terkejut karena pergerakan George yang tiba-tiba, dia hendak mendorong George dan mengejeknya namun langsung membeku di tumpuannya ketika mendengar sebuah isakan.

Jackson meletakkan kepala Mr. John secara perlahan, kemudian berdiri menghampiri George yang kini tengah mendekap Nick erat. "Ada apa George?" tanyanya ikut meremat bahu George yang naik turun.

"Bung, tenangkan dirimu dulu! Tak malu menangis di depan anak kecil?" canda Nick  menunjuk Jennie polos berusaha mencairkan suasana, Jennie melebarkan matanya hendak komplain namun Jackson menghentikannya.

Setelah George sedikit tenang, Nick membantunya duduk di atas tanah. "Ada apa?" tanyanya menepuk bahu George, orang terdekatnya.

"James mati."

.

.

.

To be continue

Written by Juzacnive

Hide and Seek [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang